Pemilihan Presiden Korea Selatan yang dijadwalkan akan berlangsung pada 3 Juni 2025 merupakan momentum penting bagi stabilitas demokrasi negeri ginseng. Pemilu luar biasa ini dipicu oleh serangkaian peristiwa yang dramatis.
Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer selama enam jam sebelum Majelis Nasional segera mencabutnya dan kemudian memulai proses pemakzulan pada 14 Desember 2024 dengan dukungan 204 dari 300 anggota parlemen. Setelah persidangan di Mahkamah Konstitusi yang berakhir dengan keputusan bulat pada 4 April 2025, Yoon resmi dinyatakan tidak sah untuk menjabat sehingga Konstitusi mewajibkan pemilihan presiden dalam waktu 60 hari.
Selama periode transisi, Korea Selatan mengalami tiga kali pergantian pelaksana tugas presiden. Awalnya Perdana Menteri Han Duck-soo mengambil alih, namun kemudian turut dimakzulkan. Posisi itu sempat diisi Menteri Keuangan Choi Sang-mok sebelum akhirnya diserahkan kepada Menteri Tenaga Kerja Lee Ju-ho satu bulan menjelang pemilu. Proses ini memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga kesinambungan pemerintahan di tengah krisis politik.
Mekanisme dan Jadwal Pemilihan
Sesuai dengan sistem pluralitas satu putaran, calon dengan perolehan suara terbanyak langsung terpilih tanpa ambang mayoritas. Berbeda dari pemilihan pada umumnya, pemenang Pilpres 3 Juni 2025 akan segera menjabat setelah Komisi Pemilihan Umum (NIEC) mengesahkan hasil, tanpa masa transisi dua bulan seperti pada siklus lima tahunan.

Pemungutan suara dilaksanakan pada hari Selasa, 3 Juni 2025, mulai pukul 06.00 hingga 20.00 waktu setempat. Dikabarkan lebih dari 44,3 juta warga berhak memilih. Pemungutan suara luar negeri dibuka sejak tanggal 20–25 Mei 2025 di 223 tempat pemungutan di 118 negara, dengan partisipasi lebih dari 258.000 warga Korea di luar negeri. Tahap pencoblosan awal (early voting) digelar pada 29–30 Mei 2025 di 3.568 TPS dan mencetak rekor dengan lebih dari 25% pemilih menggunakan hak suara mereka sebelum hari H.
Pemilihan ini juga unik karena dilaksanakan pada hari Selasa, sedangkan tradisi menetapkan Rabu sebagai hari pemilu. Prosedur tetap menggunakan kertas suara yang dicap dengan tinta merah, satu lembar untuk setiap jabatan, dengan pewarnaan kertas terpisah jika memilih lebih dari satu jenis wakil.
Profil Kandidat Unggulan
Lee Jae‑myung (Partai Demokrat)

Lee Jae‑myung, 60 tahun, memimpin jajak pendapat dengan dukungan sekitar 49% (Gallup Korea). Mantan Gubernur Provinsi Gyeonggi (2018–2021) dan Ketua Partai Demokrat (2022–2025) itu menekankan keadilan ekonomi melalui investasi pemerintah, dana bantuan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, serta dukungan riset dan pengembangan kecerdasan buatan. Rancangan proposal jangka panjangnya, seperti uji coba universal basic income yang kemudian dikurangi cakupannya, mencerminkan pergeseran ke posisi moderat.
Di bidang reformasi konstitusi, Lee mengusulkan periode jabatan presiden empat tahun dengan kemungkinan dua kali terpilih, serta referendum konstitusional pada 2026. Ia juga berkomitmen memindahkan Kantor Presiden dan Majelis Nasional ke Sejong sebagai ibu kota administratif.
Kim Moon‑soo (Partai Kekuasaan Rakyat)

Kim Moon‑soo, 73 tahun, menempati posisi kedua dalam jajak pendapat dengan dukungan sekitar 35%. Mantan Menteri Tenaga Kerja (2024–2025) dan Gubernur Gyeonggi (2006–2014) itu mengusung kebijakan pro-bisnis melalui deregulasi, kemudahan perizinan usaha kecil, dan insentif pajak untuk investor. Kim juga menyetujui reformasi konstitusi serupa, namun mengusulkan masa jabatan tiga tahun sebagai periode sementara guna mempercepat amandemen.
Popularitas Kim meningkat usai debat pertama pada 18 Mei 2025 dan pasca-kepergian Yoon dari partainya. Ia berusaha memperluas dukungan di luar basis konservatif dengan menekankan pengalaman aktivisme buruhnya.
Nama-nama lain seperti Lee Jun‑seok (Partai Reformasi), Hwang Kyo‑ahn (Independen), serta kandidat minoritas dari Partai Buruh dan Partai Persatuan pun turut menjadi kandidat dalam pemilihan kali ini. Suara yang mereka raih dapat memengaruhi jumlah dukungan di antara dua kandidat utama dalam margin yang tipis.
Partisipasi Pemilih dan Rekor
Jumlah pemilih luar negeri dan early voting yang tinggi mencerminkan keinginan publik untuk menentukan arah politik pasca-krisis konstitusional. Dengan rekor partisipasi early voting—sekitar 27%—dan angka golput yang diprediksi lebih rendah dari rata-rata, pemilu ini dipandang sebagai indikator daya tahan demokrasi Korea Selatan.
Dampak dan Implikasi
Hasil pemilu akan berdampak luas baik di dalam maupun luar negeri. Di dalam negeri, fokus pada reformasi struktur kekuasaan dan kebijakan ekonomi akan menentukan arah pemulihan sosial-ekonomi. Secara regional, kebijakan Korea terhadap ancaman Korea Utara dan hubungan dengan AS, Tiongkok, dan Jepang sangat bergantung pada pilihan presiden.
Jika Lee terpilih, kebijakan luar negeri cenderung pragmatis namun berimbang antara menjaga aliansi tradisional dengan AS dan memperkuat hubungan dengan Tiongkok. Sebaliknya, kemenangan Kim berpotensi untuk membawa pendekatan lebih pro-Amerika, dengan penekanan pada kerjasama militer dan perdagangan bebas.
Secara keseluruhan, Pemilihan Presiden 3 Juni 2025 bukan sekadar kompetisi elektoral saja, melainkan juga menjadi momen krusial bagi demokrasi Korea Selatan untuk menunjukkan ketangguhan institusional setelah krisis terbesar sejak era demokratisasi.