Ilustrasi pekerjaan di sektor pertanian. Foto: Zoe Richardson (Unsplash)

Sebagai salah satu negara dengan perekonomian maju di Asia, Korea Selatan secara konsisten menghadapi tantangan demografi yang signifikan, ditandai dengan populasi yang menua dan tingkat kelahiran yang rendah.

Fenomena ini, ditambah dengan peningkatan taraf pendidikan di kalangan pekerja lokal, telah menyebabkan keengganan mereka untuk mengisi posisi-posisi yang seringkali dicirikan sebagai pekerjaan “kotor, berbahaya, dan melelahkan” (3D jobs), meskipun tingkat pengangguran secara umum mungkin bervariasi. Kondisi struktural ini secara alami membuka peluang signifikan bagi tenaga kerja asing, termasuk dari Indonesia.

Data menunjukkan bahwa permintaan Korea Selatan terhadap tenaga kerja asing berketerampilan rendah bukan sekadar fluktuasi ekonomi sesaat, melainkan cerminan dari tren demografi jangka panjang dan perubahan preferensi tenaga kerja domestik. Ini mengindikasikan bahwa peluang kerja di sektor-sektor “3D” akan tetap relevan dan berkelanjutan bagi pekerja migran Indonesia dalam waktu yang dapat diprediksi.

Sektor-sektor industri secara konsisten menunjukkan kebutuhan akan tenaga kerja asing, dan oleh karenanya menjadi fokus utama program penempatan. Sektor-sektor ini meliputi Manufaktur, Konstruksi, Pertanian & Peternakan, Perikanan, dan Jasa. Pekerjaan di sektor-sektor ini umumnya dikategorikan sebagai pekerjaan berketerampilan rendah.

Program Government-to-Government (G to G) adalah jalur utama dan paling aman bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin bekerja di Korea Selatan. Ini adalah hasil kerja sama resmi antara pemerintah Indonesia, melalui Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan pemerintah Korea Selatan, melalui Human Resources Development Service of Korea (HRD Korea).

BP2MI berperan sebagai lembaga pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab penuh atas penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sementara itu, HRD Korea adalah lembaga pemerintah Korea yang mengelola sistem penempatan dan manajemen pekerja asing di Korea.

Mengikuti jalur resmi, khususnya program G to G yang difasilitasi oleh BP2MI dan HRD Korea, adalah langkah yang krusial. Jalur ini menjamin keamanan, perlindungan hukum, dan proses yang transparan serta legal bagi para pekerja migran.

Website Employment Permit System (EPS). Gambar: EPS

Program Employment Permit System (EPS) yang menjadi dasar G to G, dibentuk sebagai respons terhadap kelemahan sistem sebelumnya, yakni Industrial Trainee System, yang kerap bersifat eksploitatif dan menyebabkan tingginya angka pekerja ilegal. Ini menunjukkan bahwa sistem resmi saat ini dirancang dengan mekanisme perlindungan yang kuat untuk mencegah terulangnya praktik-praktik tersebut.

EPS awalnya dirancang untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja terampil rendah di Korea Selatan yang muncul sejak awal tahun 1990-an. Sistem ini secara resmi menggantikan Industrial Trainee System yang sebelumnya bermasalah, yang kemudian mendorong pemerintah Korea untuk menciptakan kerangka kerja yang lebih kuat.

Evolusi menjadi EPS yang berfokus pada perlindungan hak menunjukkan komitmen pemerintah Korea untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil bagi pekerja migran. Ini tidak hanya mengisi kebutuhan tenaga kerja saja, tetapi juga secara fundamental mengubah status pekerja asing dari “peserta pelatihan” menjadi “pekerja” dengan hak-hak yang diakui secara hukum, memberikan mereka posisi yang lebih kuat.

Tujuan utama EPS adalah untuk mengelola masuknya pekerja asing secara terorganisir dan sistematis, memastikan transparansi dalam seluruh proses seleksi dan penempatan, serta secara aktif mencegah praktik korupsi dan pelanggaran lainnya. Lebih dari itu, EPS didirikan untuk melindungi hak-hak dasar pekerja asing, menjamin perlakuan yang adil, dan memastikan mereka mendapatkan status hukum sebagai “pekerja.”

Dalam program G to G, calon pekerja dapat memilih dua sektor pekerjaan utama, yaitu manufaktur dan perikanan. Secara lebih luas, EPS juga mencakup sektor Pertanian & Peternakan, Konstruksi, serta Jasa. Sektor Jasa mencakup bidang seperti pengelolaan limbah konstruksi, penjualan bahan daur ulang, pergudangan, dan penerbitan.

Penawaran sektor yang spesifik ini mencerminkan kebutuhan pasar tenaga kerja Korea yang sangat terfokus pada pekerjaan berketerampilan rendah di industri-industri vital. Ini menyiratkan bahwa calon pekerja harus secara strategis mengembangkan keterampilan yang relevan dengan sektor-sektor ini untuk meningkatkan peluang penempatan mereka.

Ilustrasi kapal ikan. Foto: Grianghraf (Unsplash)

Misalnya, bagi calon pekerja di sektor Perikanan, memiliki ijazah SMK Perikanan dan sertifikat Basic Safety Training (BST) atau BST-F sangat diutamakan. Bagi pekerja yang sebelumnya telah bekerja lebih dari satu tahun di Korea Selatan dan ingin kembali ke tempat kerja yang sama, sangat disarankan untuk memilih sektor yang sesuai dengan pengalaman kerja sebelumnya.

Korea Selatan menghadapi tantangan demografi struktural berupa populasi yang menua dan tingkat kelahiran rendah, sehingga menciptakan permintaan berkelanjutan terhadap tenaga kerja asing untuk mengisi pekerjaan “3D” yang dihindari pekerja lokal berpendidikan tinggi. Permintaan ini bukan sekadar fluktuasi ekonomi sesaat, melainkan tren jangka panjang yang membuka peluang stabil bagi pekerja migran Indonesia.

Program Government-to-Government melalui EPS yang dikelola BP2MI dan HRD Korea menjadi jalur resmi yang wajib digunakan untuk menjamin keamanan dan perlindungan pekerja. Sistem ini menggantikan Industrial Trainee System yang eksploitatif dan memberikan status hukum sebagai “pekerja” dengan perlindungan hak-hak dasar, transparansi proses, dan pencegahan korupsi. Jalur resmi EPS merupakan solusi optimal yang tidak hanya melindungi pekerja migran Indonesia saja, tetapi juga memenuhi kebutuhan struktural tenaga kerja Korea Selatan secara berkelanjutan.