
Kim Dae-jung merupakan presiden kedelapan Republik Korea yang menjabat pada tahun 1998 hingga 2003. Kim menjadi kandidat oposisi pertama yang memenangkan pemilihan presiden dan pada tahun 2000 ia menerima Nobel Perdamaian atas kerja kerasnya dalam bidang demokrasi, hak asasi manusia, dan rekonsiliasi antar-Korea. Masa kepemimpinannya ditandai oleh dua agenda besar, yaitu pemulihan ekonomi pascakrisis 1997 dan penerapan Sunshine Policy terhadap Korea Utara.
Masa Kecil dan Pendidikan
Kim Dae-jung lahir pada 6 Januari 1924 di Hauido, Kabupaten Sinan, Provinsi Jeollanam-do, pada masa penjajahan Jepang. Keluarganya berprofesi sebagai petani penggarap dengan kondisi ekonomi terbatas. Ayahnya pernah menjadi kepala desa dan sempat berhadapan dengan penduduk Jepang terkait persoalan desa, sebuah pengalaman yang memperkenalkan Kim pada dinamika kekuasaan dan perlawanan sosial.
Pada tahun 1936, keluarganya pindah ke Mokpo agar ia dapat menyelesaikan pendidikan menengah. Lingkungan pelabuhan dan perdagangan dari kota ini membantu membangun minatnya pada urusan ekonomi dan masyarakat. Ia lulus dari Mokpo Commercial High School pada 1943 di tengah memanasnya perang. Untuk menghindari wajib militer Jepang, Kim bekerja sebagai pegawai administrasi di perusahaan pelayaran milik Jepang.

Setelah Jepang menyerah pada 1945, pemilik perusahaan tempat Kim bekerja meninggalkan usaha tersebut. Kim diangkat sebagai pengelola dan kemudian menjadi pemilik. Ia lalu memperluas usahanya hingga memimpin koperasi operator pelayaran lokal dan mendirikan Daeyang Shipbuilding Company. Pada tahun 1949 hingga 1953 ia juga menjadi pengelola dari harian Mokpo Ilbo dan menjadi pemimpin redaksi, yang memberinya ruang awal untuk menulis komentar politik dan sosial.
Ketika Perang Korea pecah, Mokpo sempat diduduki oleh Korea Utara. Kim sempat ditahan namun berhasil lolos saat pasukan dari PBB mendorong mundur pasukan Korea Utara. Pengalaman hidup Kim di masa kolonial, Perang Korea, dan pengalamannya membangun usaha pada masa transisi kemerdekaan menjadi latar yang membentuk pandangannya tentang perubahan politik dan ekonomi.
Aktivisme
Sejak 1960-an Kim aktif dalam kubu reformis Partai Demokrat dan tampil sebagai tokoh oposisi terhadap pemerintahan militer. Sepanjang tahun 1960-an hingga 1980-an, ia sempat mengalami penahanan, pembuangan, dan bahkan upaya pembunuhan. Peristiwa penting terjadi pada Agustus 1973 ketika ia diculik dari sebuah hotel di Tokyo oleh agen intelijen Korea Selatan, yang memicu sorotan internasional terhadap praktik penindakan oposisi.

Di bawah pemerintahan militer berikutnya, Kim dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan memulai pemberontakan. Tekanan internasional membuat hukumannya diringankan dan ia kemudian diasingkan. Kim kembali ke Republik Korea pada 1985 dan mendapat sambutan massa pendukung. Pada 1987, ketika pemilihan langsung presiden dipulihkan, kubu oposisi terbelah sehingga calon dari kubu pemerintah, Roh Tae-woo, terpilih dengan perolehan suara pluralitas. Peristiwa ini mendorong konsolidasi lebih lanjut di kalangan oposisi. Lalu pada tahun 1997, Kim memenangkan pemilihan presiden, menandai peralihan kekuasaan damai dari kubu berkuasa ke oposisi.
Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural
Kim memulai masa jabatannya ketika Republik Korea menghadapi dampak paling berat dari krisis finansial Asia. Sebelumnya, Korea sempat menerima paket dukungan Dana Moneter Internasional bernilai besar untuk menstabilkan ekonomi. Pemerintahannya menempuh penataan sektor keuangan melalui rekapitalisasi bank, peningkatan pengawasan, dan penutupan lembaga yang tidak solvabel. Di tingkat korporasi, standar tata kelola diperketat, keterbukaan informasi ditingkatkan, dan praktik yang menimbulkan risiko sistemik dibatasi.
Pemerintah juga melonggarkan pembatasan investasi asing dan membuka sejumlah sektor agar modal dan kompetisi internasional dapat masuk. Fleksibilitas pasar tenaga kerja ditingkatkan bersamaan dengan penguatan jaring pengaman sosial untuk pekerja yang terdampak penyesuaian. Sejumlah badan usaha milik negara diprivatisasi dan hambatan pasar yang menghalangi masuknya pelaku usaha baru ditinjau ulang.
Dalam dua tahun, cadangan devisa pulih ke tingkat yang lebih aman, perbankan selesai direstrukturisasi, dan pertumbuhan ekonomi Korea kembali positif. Kepercayaan investor meningkat dan perusahaan besar menyesuaikan struktur utang serta tata kelola agar sejalan dengan praktik internasional. Penataan ini menjadi landasan ekspansi ekonomi awal tahun 2000-an.
Pelaksanaan Sunshine Policy
Kebijakan keterlibatan terhadap Korea Utara mengubah pendekatan yang sebelumnya berfokus pada penangkalan militer. Sunshine Policy menekankan dialog, kerja sama ekonomi, dan bantuan kemanusiaan. Puncaknya adalah KTT Juni 2000 di Pyongyang antara Kim Dae-jung dan Kim Jong-il yang menghasilkan deklarasi bersama mengenai pertukaran serta kerja sama.

Setelah pertemuan tersebut, program reuni keluarga yang terpisah sejak Perang Korea dilaksanakan, pariwisata ke Gunung Kumgang dibuka, dan sejumlah proyek kemanusiaan mulai dijalankan. Kontak lintas-bidang meningkat, termasuk di bidang olahraga, seni, dan transportasi. Walaupun persoalan keamanan di Semenanjung Korea masih ada, kebijakan ini membantu membentuk kanal komunikasi resmi dan kerangka kerja sama yang dapat diaktifkan kembali sesuai situasi.
Baca Juga: Sunshine Policy: Sejarah dan Implementasi
Nobel Perdamaian
Komite Nobel menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada Kim Dae-jung pada tahun 2000 atas upayanya dalam menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia di Republik Korea dan Asia Timur, serta upaya rekonsiliasi dengan Korea Utara. Penghargaan ini menyoroti keteguhan Kim menghadapi penahanan, pembuangan, dan ancaman atas keselamatan dirinya selama puluhan tahun, serta mengakui langkah diplomatik yang menghadirkan hasil kemanusiaan nyata melalui Sunshine Policy.
Warisan Kebijakan
Warisan kebijakan yang ditetapkan oleh Kim mencakup konsolidasi demokrasi elektoral, penataan ulang sektor keuangan dan korporasi pascakrisis, serta institusionalisasi kanal dialog antar-Korea. Agenda-agenda tersebut memengaruhi kebijakan penerusnya, baik dalam bentuk kelanjutan, penyesuaian, maupun evaluasi ulang sesuai dengan dinamika domestik dan regional. Di tingkat internasional, periode pemerintahannya meningkatkan profil Republik Korea sebagai ekonomi pasar yang transparan dan sebagai aktor yang mempromosikan peredaan ketegangan di Semenanjung Korea.

Kepemimpinan Kim Dae-jung memperlihatkan keterkaitan antara demokratisasi, reformasi ekonomi, dan diplomasi lintas-batas dalam periode transisi besar di Asia Timur. Dari latar usahanya di Mokpo hingga ruang negosiasi di Pyongyang, ia memadukan agenda pemulihan krisis dengan pembangunan kerangka kerja sama antarkedua Korea.