Yeongsan Juldarigi adalah permainan tarik tambang tradisional Korea yang telah menjadi bagian penting dari warisan budaya takbenda Korea Selatan. Berasal dari Yeongsan, Provinsi Gyeongsangnam-do, tradisi ini tidak hanya menghibur tetapi juga memiliki makna mendalam sebagai ritual doa untuk panen melimpah dan kesejahteraan desa.
Dengan tali raksasa yang mencapai panjang 40 meter dan diameter 1 meter, Yeongsan Juldarigi menggambarkan persatuan dan kerjasama masyarakat sekaligus melestarikan warisan budaya yang berharga.
Asal Usul dan Perkembangan Tradisi
Yeongsan Juldarigi memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan tradisi agraris di Kabupaten Changnyeong, Korea Selatan. Ritual ini awalnya merupakan upacara masyarakat tani, yang melambangkan persatuan antara pria dan wanita, sekaligus menjadi cara untuk mendatangkan keberuntungan bagi komunitas. Tradisi ini biasa dilakukan saat festival bulan purnama pertama tahun baru lunar, atau juga dikenal sebagai Daeboreum, saat banyak perayaan pertanian digelar.
Sejak awal abad ke-20, waktu pelaksanaan tradisi ini diubah menjadi 1 Maret untuk memperingati Gerakan 1 Maret, sebuah momen penting dalam perjuangan kemerdekaan Korea dari penjajahan Jepang. Perubahan ini menambahkan nilai patriotik dari Yeongsan Juldarigi, menjadikannya sebagai bagian dari narasi identitas nasional dan perlawanan Korea.
Pengakuan resmi terhadap nilai budaya tradisi ini datang pada tahun 2009, ketika pemerintah Korea Selatan menerbitkan koin khusus senilai ₩20,000 untuk memperingatinya. Selain itu, pada tahun 2015, UNESCO memasukkan Yeongsan Juldarigi ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda, bersama dengan tradisi serupa dari negara lainnya. Pengakuan ini menyoroti pentingnya tradisi ini dalam membangun semangat komunitas, mempromosikan keragaman budaya, dan menjaga pengetahuan serta keterampilan tradisional.
Simbolisme Tali Laki-laki dan Perempuan
Tali yang digunakan dalam Yeongsan Juldarigi melambangkan konsep tradisional yin dan yang. Tim Timur memegang “sutjul” (tali laki-laki), sementara Tim Barat memegang “amjul” (tali perempuan). Keduanya dihubungkan dengan cara unik, yang mencerminkan simbolisme kesuburan. Hubungan antara tali-tali ini diperkuat melalui debat ritual yang sering kali mengandung humor dan candaan, menciptakan suasana semangat sekaligus mempererat hubungan antaranggota masyarakat.
Tim Barat sering kali “dimenangkan” dalam pertandingan ini untuk melambangkan keberuntungan dan panen melimpah bagi komunitas. Simbolisme ini menunjukkan peran tradisi sebagai alat untuk mempromosikan kohesi dan kesejahteraan sosial dalam masyarakat agraris.
Ritual dan Doa Sebelum Kompetisi
Sebelum kompetisi dimulai, peserta melakukan berbagai macam ritual. Malam sebelum festival, masing-masing tim melaksanakan upacara bernama “goyu” di sekitar tali mereka, dengan berdoa untuk kemenangan. Ritual ini dilakukan dengan penuh perhatian, termasuk menjaga tali agar tidak disentuh oleh anggota tim lawan.
Pada pagi hari, komunitas berkumpul untuk melaksanakan upacara “gosa,” sebuah ritual doa dan persembahan kepada Teojushin, dewi bumi, untuk meminta keselamatan dan kemakmuran desa. Setelah itu, para peserta melakukan prosesi menuju lokasi kompetisi, lengkap dengan bendera, kostum tradisional, dan musik perkusi. Selain memperkuat solidaritas masyarakat, ritual ini juga dapat memperkuat hubungan spiritual dengan leluhur dan alam.
Proses Pembuatan Tali sebagai Simbol Persatuan
Pembuatan tali raksasa yang digunakan dalam Yeongsan Juldarigi adalah aktivitas komunal yang penuh makna. Para penduduk desa bekerja sama untuk menenun tali yang panjangnya bisa mencapai 200 meter, dengan berat hingga 40 ton. Bahan utamanya adalah jerami padi, simbol penting dari komoditas utama daerah tersebut. Proses ini mencerminkan siklus agraris dan keterhubungan masyarakat.
Dalam beberapa daerah, seperti di Gijisi-ri, tali ini bahkan dirancang menyerupai bentuk desa setempat, menegaskan hubungan mendalam antara tanah, masyarakat, dan tradisi mereka. Proses kolektif ini tidak hanya mempersiapkan tali untuk pertandingan saja, tetapi juga menjadi ritual yang mempererat hubungan sosial dan menegaskan identitas budaya bersama.
Keberlanjutan Tradisi di Era Modern
Hingga kini, Yeongsan Juldarigi tetap menjadi bagian utama dari Festival Budaya Rakyat 1 Maret yang diadakan setiap tahun di Yeongsan-myeon, Kabupaten Changnyeong. Selain menunjukkan budaya Yeongsan Juldarigi, festival ini juga menjadi wadah untuk mempromosikan keunggulan budaya Korea dan memperkuat keselarasan dalam komunitas.