
Korea memiliki lebih dari 500 museum dan galeri di wilayah Selatan serta sekitar 300 institusi di wilayah Utara. Keberagaman ini mencerminkan warisan budaya yang kaya serta latar belakang sejarah dan politik yang unik dari Semenanjung Korea. Museum-museum tersebut tidak hanya menampilkan perjalanan waktu, tetapi juga membentuk sebuah narasi yang mencerminkan kondisi dan perspektif di masing-masing wilayah.
Panorama Museum di Semenanjung Korea
Di Korea Selatan, banyak museum berfungsi sebagai pusat kebudayaan yang menawarkan ruang pameran, program pendidikan, dan acara publik. Di Korea Utara, museum berperan dalam menegaskan identitas nasional serta menyoroti pandangan resmi tentang berbagai peristiwa sejarah.
Museum di Korea Selatan menampilkan keragaman tema yang luas. Salah satu contohnya adalah National Museum of Korea yang memamerkan sejarah panjang Semenanjung Korea mulai dari era prasejarah hingga Dinasti Joseon. Institusi tersebut menempati lahan luas di Yongsan, Seoul, dan di dalamnya terdapat artefak purbakala, kerajinan tradisional, serta karya seni dari berbagai periode. Selain itu, terdapat juga museum yang berfokus pada sejarah kota, seperti Seoul Museum of History, di mana pengunjung dapat menelusuri jejak perkembangan ibu kota Korea Selatan dari masa lampau hingga era modern.
Peran Ideologi dalam Pengelolaan Koleksi
Di Korea Utara, museum memiliki tujuan lain, yaitu memperkuat ideologi negara dan membingkai perjalanan sejarah sesuai narasi resmi. Contohnya dapat dilihat di Korean Central History Museum yang terletak di ujung utara Kim Il-sung Square, Pyongyang. Institusi ini menampilkan rangkaian kronologi yang dimulai dari masyarakat primitif hingga periode kontemporer, dengan porsi besar dari museum ini berfokus pada sejarah revolusi. Fungsi ini berbeda dengan museum di Korea Selatan yang cenderung melibatkan pendekatan lebih luas dalam memamerkan koleksi. Meskipun museum di Korea Utara jumlahnya lebih sedikit, keberadaannya menjadi simbol penting bagi kebijakan pemerintah di bidang kebudayaan.

Koleksi yang berpusat pada sejarah militer juga menonjol di Korea Utara, seperti di Victorious Fatherland Liberation War Museum. Museum ini didirikan pada 1953 dengan nama Fatherland Liberation War Museum, yang kemudian direlokasi dan diperluas pada 1963 dan 2013. Tempat ini menampilkan materi dokumenter yang berkaitan dengan Perang Korea serta benda sitaan militer. Penataan narasi di institusi tersebut sejalan dengan sudut pandang resmi tentang konflik yang terjadi. Hal ini menegaskan cara pemerintah mengomunikasikan sejarah dan ideologi kepada para pengunjung.
National Museum of Korea dan Pendekatan Multifungsi
Ekosistem museum di Korea semakin berkembang, di mana institusi-institusi baru bermunculan untuk menanggapi isu kontemporer dan menjaga kekayaan budaya. Banyak di antara museum ini mengedepankan konsep interaktif demi menghadirkan pengalaman lebih mendalam bagi pengunjung. Hal ini terlihat jelas di beberapa museum di Korea Selatan yang menyediakan lokakarya seni, pameran digital, serta program pendukung untuk berbagai kalangan usia.
National Museum of Korea yang didirikan pada 1945 adalah salah satu contohnya. Museum ini merupakan institusi andalan bagi sejarah dan seni, dengan koleksi lebih dari 310.000 artefak, dan sekitar 15.000 di antaranya dipamerkan secara permanen. Ruang pameran di dalamnya dibagi menjadi tiga lantai yang menampilkan jalur pejalan kaki bergaya taman, pagoda, serta artefak dari periode Paleolitik hingga masa Dinasti Joseon. Setelah renovasi besar pada 2005, National Museum of Korea berkembang menjadi ruang yang tidak hanya menampilkan koleksi artefak saja, tetapi juga menyelenggarakan aktivitas budaya dan pendidikan.
Banyak museum lain yang memiliki konsep serupa, termasuk National Science Museum di Daejeon yang menyediakan ruang eksperimen langsung dan planetarium untuk mempelajari sains. Sementara di Seoul, Nexon Computer Museum menampilkan perjalanan industri gim, termasuk koleksi konsol serta komputer klasik. Pendekatan ini memberikan dimensi yang lebih berkesan bagi pengunjung dari berbagai kalangan.
Kehadiran museum seni kontemporer juga menandai sisi modern dari budaya Korea, khususnya di selatan. National Museum of Modern and Contemporary Art (MMCA) memiliki cabang di beberapa kota, memadukan karya seniman dalam dan luar negeri. Institusi lain seperti Amore Pacific Art Museum atau Arario Museum in Space turut berkontribusi pada perkembangan seni modern. Karya yang dipamerkan di tempat-tempat ini mencakup instalasi multimedia dan kreasi eksperimental yang menggambarkan tren terbaru di dunia seni.
Museum dengan Tema Spesifik
Beberapa museum di kedua wilayah berfokus pada tema yang spesifik, misalnya Independence Hall of Korea di Korea Selatan yang menyoroti perjuangan melawan penjajahan Jepang. Sementara itu, di Korea Utara, terdapat International Friendship Exhibition yang memamerkan berbagai hadiah dari tokoh asing untuk para pemimpin negeri tersebut.

Contoh museum lain dengan tema unik adalah Museum Kimchikan di Seoul, yang telah berdiri sejak 1986 dan menggambarkan sejarah kimchi selama lebih dari 1.500 tahun. Pengunjung dapat mencicipi berbagai jenis kimchi dan mempelajari transformasi kuliner khas Korea. Bagi peminat seni modern, MMCA menjadi acuan utama perkembangan seni sejak 1969. Selain itu, museum milik perusahaan swasta seperti Leeum Samsung Museum of Art kerap memamerkan ragam karya tradisional dan kontemporer dalam gedung yang dirancang arsitek terkenal. Penggabungan warisan masa lampau dengan estetika modern menjadi ciri khas tersendiri.
Ada pula museum yang mengangkat tema sensitif. Di Korea Selatan, War and Women’s Human Rights Museum membahas realitas yang dialami oleh para “comfort women” semasa Perang Dunia II. Sementara di Korea Utara, minat masyarakat internasional terhadap isu hak asasi manusia memunculkan institusi seperti North Korean Human Rights Museum. Keberadaan tempat-tempat ini memperlihatkan keinginan untuk menyajikan berbagai kisah bersejarah, meskipun topik yang diangkat sering kali bersifat kompleks.
Tantangan Pembiayaan dan Strategi Pemeliharaan
Sama dengan museum di negara-negara lainnya, tantangan pendanaan menjadi persoalan penting bagi museum di Korea. Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata telah merancang rencana empat tahun untuk membangun infrastruktur museum dan melestarikan warisan budaya. Sebagai bagian dari rencana ini, empat museum baru akan dibuka di National Museum Complex of Korea di Sejong sebelum 2028. Gagasan ini mencerminkan komitmen untuk memperkuat peran institusi kebudayaan di seluruh negeri.
Meskipun demikian, perbedaan besar dapat terlihat di antara institusi nasional dan museum swasta. Museum swasta yang memiliki koleksi benda bernilai sejarah tetap menghadapi kesulitan dalam hal restorasi dan penyimpanan. Dalam tiga tahun terakhir, permintaan bantuan dana untuk kegiatan perbaikan dan pembangunan ruang penyimpanan rata-rata mencapai 237 miliar won per tahun, tetapi hanya sepertiganya yang dapat dipenuhi, atau sekitar 70,5 miliar won.

Hal ini memicu tantangan serius bagi upaya menjaga kondisi koleksi agar tetap terawat. Pemerintah telah memberikan bantuan keuangan bagi museum swasta untuk membangun fasilitas penyimpanan benda berstatus cagar budaya, sekaligus bantuan untuk pemulihan artefak. Kendati demikian, kebutuhan masih jauh melampaui alokasi yang tersedia, sehingga menimbulkan kemungkinan kerentanan.
Terkadang, langkah yang tidak biasa ditempuh agar operasional museum dapat tetap bertahan. Kansong Art and Culture Foundation, misalnya, memilih melelang harta nasional untuk mengumpulkan dana pemeliharaan dan renovasi. Keputusan tersebut menyita perhatian karena menggambarkan beban finansial yang signifikan bagi institusi swasta. Langkah itu sekaligus memperlihatkan betapa besar tuntutan untuk menjaga benda bersejarah.
Digitalisasi dan Inovasi dalam Pelestarian Arsip
Di sisi lain, digitalisasi menjadi salah satu upaya pelestarian yang dapat diandalkan. Korea International Cooperation Agency (KOICA) telah mengalokasikan dana sekitar tiga juta dolar AS untuk mendanai tahap kedua proyek konservasi dan digitalisasi arsip di Tuol Sleng Genocide Museum. Kesepakatan ini menegaskan kepedulian Korea dalam memelihara warisan budaya, bahkan di luar wilayahnya sendiri.
Di dalam negeri, museum juga mengadopsi teknologi digital, seperti penggunaan 3D untuk mendokumentasikan bangunan bersejarah dan penyelenggaraan pameran daring yang interaktif. Metode ini memungkinkan masyarakat luas untuk mengakses koleksi tanpa perlu kontak langsung dengan objek, sehingga mengurangi risiko kerusakan fisik.

Pengembangan pameran digital, tur virtual 360°, serta pengarsipan daring menjadi solusi yang tidak hanya meningkatkan partisipasi publik, tetapi juga menunjang upaya konservasi. Hal ini sejalan dengan kebutuhan museum untuk terus berinovasi dalam menghadapi keterbatasan anggaran dan perkembangan zaman. Dengan menggabungkan metode tradisional dan teknologi yang inovatif, institusi di Korea berpeluang untuk menjaga kelangsungan kekayaan budayanya.
Kontribusi Museum Swasta terhadap Warisan Budaya
Secara keseluruhan, museum di Korea memainkan peran penting dalam menampilkan sejarah, seni, dan identitas nasional. Perbedaan sistem politik dan kebijakan di kedua wilayah menciptakan lanskap museologi yang beragam. Di Korea Selatan, museum erat kaitannya dengan partisipasi masyarakat dan kolaborasi internasional, sedangkan di Korea Utara, museum berfungsi sebagai sarana penguatan ideologi negara.
Terlepas dari tantangan pendanaan, upaya pelestarian budaya, dan kebutuhan modernisasi, keberadaan ratusan museum ini mencerminkan dinamika sosial, politik, dan kultural yang membentuk sejarah panjang Semenanjung Korea. Melalui pendekatan objektif dan beragam, museum di seluruh wilayah ini terus berupaya mempertahankan identitas, sekaligus merespons perubahan yang terjadi di tingkat lokal maupun global.