Menjelajahi Keunikan Hanok dan Relevansinya dalam Kehidupan Modern

on in Culture

Hanok, rumah tradisional Korea, merupakan cerminan dari hasil pengetahuan arsitektur yang telah berkembang selama berabad-abad. Struktur hunian ini berkembang di Semenanjung Korea dan Manchuria, mencerminkan warisan budaya yang kaya. Dibangun dengan material alami seperti kayu, batu, dan tanah, hanok dirancang untuk beradaptasi dengan lingkungan alam sekitar.

Dari sistem pemanas lantai ondol yang khas hingga atap berlapis genteng giwa yang dibuat melengkung, hanok mencerminkan pemahaman mendalam tentang adaptasi iklim dan keindahan estetika. Di Korea Selatan, desa-desa hanok seperti Bukchon di Seoul dan Jeonju telah menjadi daya tarik wisata yang populer, memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk memahami arsitektur Korea di masa lalu dan pengaruhnya terhadap desain modern yang lebih ramah lingkungan.

Arsitektur hanok dikenal dengan beberapa ciri khas yang membedakannya dari gaya rumah tradisional dari negara lainnya. Salah satu inovasi yang paling menonjol adalah sistem pemanas lantai ondol. Sistem ondol melibatkan pembuatan jaringan pipa di bawah lantai, yang memungkinkan panas dari api dapat menghangatkan ruangan dengan efisien.

Sistem ondol menjaga lantai tetap hangat, yang sangat penting bagi warga Korea di mana orang-orang sering duduk dan tidur di lantai. Atap hanok yang khas biasanya dilapisi dengan genteng giwa yang terbuat dari tanah liat. Selain memiliki penampilan yang estetik, genteng ini juga memungkinkan ventilasi dan drainase yang baik.

Hanok juga memiliki ruang lantai kayu besar yang disebut daecheong, yang berfungsi sebagai ruang keluarga utama. Area ini sering kali dirancang terhubung langsung ke halaman, sehingga pertukaran udara dalam rumah lancar dan ruangan dapat tetap sejuk di musim panas.

Raja Phillip dari Belgia saat mengunjungi hanok Korea Furniture Museum. Foto: KOREA.NET (Flickr)

Penggunaan material alami seperti kayu, batu, dan tanah membuat hanok ramah lingkungan, memungkinkan bangunan untuk mengatur suhu serta kelembaban secara alami. Bagian pinggiran atap hanok, yang dikenal sebagai cheoma, memanjang menjauhi dinding, melindungi dinding dari hujan dan salju serta memberikan keteduhan di musim panas. Desain ini juga memungkinkan cahaya alami dan sirkulasi udara yang baik.

Desain hanok bervariasi secara signifikan di berbagai wilayah Korea, mencerminkan kondisi iklim, material yang tersedia, dan pengaruh budaya setempat. Di wilayah utara Korea, di mana musim dingin sangat keras, hanok biasanya dibangun dalam bentuk persegi dengan halaman berada di tengah. Desain ini membantu menjaga panas dengan lebih efektif.

Di sisi lain, hanok di wilayah selatan dirancang untuk mengatasi kondisi yang lebih hangat dan lembap, dengan tata letak lurus yang memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik. Hanok di wilayah tengah Korea sering mengadopsi tata letak berbentuk L, menggabungkan elemen dari gaya utara dan selatan.

Di daerah pesisir, hanok sering dibangun di atas panggung atau fondasi yang ditinggikan untuk melindungi rumah dari banjir dan kelembapan berlebih. Di daerah pegunungan, atap hanok memiliki kemiringan yang lebih curam untuk mengatasi beban salju yang berat. Perbedaan dalam gaya atap menjadi salah satu ciri mencolok dari hanok di setiap wilayah. Meskipun atap yang melengkung umum ditemukan di seluruh Korea, derajat kelengkungan dan pengaturan genteng bisa berbeda, mencerminkan adaptasi terhadap lingkungan lokal.

Hanok telah menjadi sumber inspirasi yang signifikan untuk prinsip-prinsip desain dalam arsitektur modern. Penggunaan material alami yang bersumber secara lokal membuat hanok selaras dengan praktik bangunan hijau modern yang memprioritaskan sumber daya terbarukan dan meminimalkan dampak lingkungan.

Filosofi desain hanok yang harmonis dengan lingkungan alam sekitarnya juga sejalan dengan arsitektur pasif surya yang berupaya mengurangi konsumsi energi dengan mengoptimalkan pemanasan dan pendinginan alami. Strategi ventilasi alami hanok, dengan penggunaan pintu geser dan jendela serta desain halaman tengah, juga menjadi contoh yang relevan dalam arsitektur berkelanjutan modern.

Sistem pemanas lantai ondol, yang menjadi ciri khas desain hanok, telah menginspirasi solusi pemanas yang hemat energi dalam arsitektur modern. Teknologi Korea kuno ini menarik perhatian arsitek Barat seperti Frank Lloyd Wright, yang menggabungkan prinsip-prinsip serupa dalam desainnya.

Signifikansi hanok tidak hanya terbatas pada nilai arsitekturnya saja, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai inti masyarakat Korea. Tata letak dan desain hanok menekankan harmoni dengan alam, persatuan keluarga, dan penghormatan terhadap yang lebih tua, yang mana merupakan aspek-aspek penting dari budaya tradisional Korea.

Peningkatan minat terhadap hanok dalam beberapa dekade terakhir mencerminkan keinginan untuk kembali terhubung dengan identitas tradisional Korea di tengah modernisasi yang pesat. Pemerintah Korea Selatan telah memainkan peran penting dalam kebangkitan ini, dengan menerapkan kebijakan untuk melestarikan hanok yang masih ada dan mempromosikan konstruksi hanok baru dalam gaya tradisional.

Hanok juga telah diadaptasi untuk penggunaan modern, dengan banyak hanok yang ada telah diubah menjadi ruang budaya, hotel butik, dan restoran mewah. Di Bukchon Hanok Village di Seoul, misalnya, banyak hanok yang telah diubah menjadi museum, rumah teh, dan tempat pembuatan kerajinan tangan, sehingga semakin menarik perhatian wisatawan domestik dan internasional.

Dalam beberapa tahun terakhir, hanok telah mendapatkan apresiasi baru untuk prinsip-prinsip desain yang ramah lingkungan dan signifikansi budayanya. Banyak hanok yang telah diubah menjadi kafe, restoran, ataupun penginapan, yang semakin menarik perhatian penduduk setempat maupun turis yang mencari pengalaman khas Korea yang autentik.

Pemerintah Korea Selatan pun telah mengakui nilai pelestarian struktur tradisional ini, dengan mendirikan Pusat Hanok Nasional untuk memfasilitasi penelitian tentang adaptasi modern dari konstruksi hanok. Peningkatan popularitas ini telah menginspirasi arsitek kontemporer untuk menggabungkan elemen-elemen hanok ke dalam bangunan modern, memadukan estetika tradisional dengan teknologi mutakhir untuk menciptakan ruang yang ramah lingkungan dan relevan dengan budaya.

Desain hanok asli yang mencerminkan harmoni dengan alam dan budaya Korea tradisional tidak hanya dapat ditemukan di bangunan-bangunan individual yang masih bertahan, tetapi juga di kawasan-kawasan yang mempertahankan warisan arsitektur ini secara utuh.

Kawasan Desa Hanok Jeonju. Foto: KTO Indonesia

Salah satu contoh dari kawasan tersebut adalah Desa Hanok Jeonju. Selain menjaga struktur hanok yang unik, kawasan ini juga menawarkan pengalaman untuk memahami dan merasakan hidup di rumah-rumah tradisional Korea.

Desa Hanok Jeonju terletak di kota Jeonju, yang mencakup wilayah Pungnam-dong dan Gyo-dang. Desa ini dikenal sebagai salah satu destinasi utama di Korea Selatan yang mempertahankan keaslian dan keindahan arsitektur tradisional Korea. Di tengah laju modernisasi yang cepat, Desa Hanok Jeonju tetap berdiri kokoh sebagai penjaga tradisi, menjaga sekitar 800 rumah hanok yang memukau. Keistimewaan hanok di desa ini terlihat jelas dari atapnya yang sedikit terangkat, menciptakan siluet yang khas dan estetis.

Setiap rumah hanok di Desa Hanok Jeonju umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu anchae dan sarangchae. Sarangchae, yang juga dikenal dengan nama seonbi, merupakan ruang yang khusus diperuntukkan bagi laki-laki, di mana aktivitas seperti belajar dan bekerja dilakukan. Di sisi lain, snchae, yang terletak di bagian lebih dalam dari hanok, adalah ruang bagi wanita, memberikan privasi dan ketenangan.

Wisatawan yang berkunjung ke desa ini dapat merasakan langsung kehangatan ondol melalui program “Hanok Life Experience Hall”, di mana mereka bisa menginap di hanok dan menikmati sensasi tinggal di rumah tradisional Korea.

Desa Hanok Jeonju tidak hanya menawarkan keindahan arsitektur saja, tetapi juga memberikan pengalaman kuliner tradisional. Pengunjung dapat mencicipi hidangan khas seperti bibimbap, yang sangat terkenal di Jeonju, dalam suasana yang autentik dan kental dengan nuansa masa lalu.

Desa ini juga diakui secara internasional dan ditetapkan sebagai Slow City pada tahun 2010, yang menandakan komitmennya terhadap pelestarian budaya dan kehidupan yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota modern.

Dengan berbagai pilihan transportasi yang tersedia, Desa Hanok Jeonju sangat mudah diakses. Berikut adalah beberapa cara untuk mencapai kawasan ini:

  1. Bus Antarkota Express: Anda dapat memulai perjalanan dari Terminal Bus Gangnam menuju Jeonju dengan durasi sekitar 2 jam 40 menit, atau dari Terminal Bus Seoul Nambu dengan waktu tempuh sekitar 2 jam 30 menit. Jika Anda berada di Gwangju, perjalanan ke Jeonju hanya memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit.
  2. Kereta: Jika Anda memilih untuk naik kereta, perjalanan dari Stasiun Yongsan (dengan KTX Saemaul atau Mugunghwa) menuju Stasiun Jeonju bisa menjadi pertimbangan.
  3. Bus Kota: Dari Stasiun Jeonju, Anda bisa naik bus nomor 12, 60, 79, 109, 119, 142, 508, 513, 536, atau 542, dan turun di pemberhentian bus Katedral Jeondong, yang merupakan pintu masuk ke Desa Hanok. Alternatif lain adalah naik bus nomor 5-1 atau 79 dari Terminal Bus Express Jeonju dan turun di pemberhentian yang sama.
  4. Taksi: Taksi juga merupakan opsi yang nyaman, dengan waktu tempuh sekitar 15-20 menit dari Stasiun Jeonju atau Terminal Bus Jeonju menuju Desa Hanok Jeonju.
Alamat29, Eojin-gil, Wansan-gu, Jeonju-si, Jeollabuk-do
Kontak330 Travel Hotline: +82-2-1330 (Bahasa Korea, Inggris, Jepang, Tiongkok)
Homepagewww.jeonju.go.kr (hanya dalam Bahasa Korea)

Desa Hanok Jeonju adalah tempat di mana pengunjung dapat merasakan kehidupan tradisional Korea yang sesungguhnya, lengkap dengan keindahan arsitektur, kehangatan budaya, dan kekayaan kuliner yang memanjakan lidah.

Hanok bukan hanya sekadar hunian tradisional saja, mereka adalah cerminan dari warisan budaya yang kaya dan pendekatan inovatif terhadap kehidupan yang berkelanjutan. Prinsip-prinsip yang diwujudkan dalam arsitektur hanok menawarkan pelajaran berharga bagi praktik desain kontemporer. Kebangkitan kembali hanok di Korea modern tidak hanya melestarikan bagian vital dari warisan arsitektur Korea saja, tetapi juga menawarkan wawasan penting untuk praktik desain berkelanjutan di masa kini.