
Kimbap adalah nasi gulung berlapis rumput laut khas Korea yang diisi dengan beragam isian. Hidangan ini telah berkembang dari makanan sederhana yang mudah dibawa menjadi fenomena kuliner global yang melintasi batas budaya. Meskipun demikian, sejarah asal-usulnya masih diperdebatkan. Ada dua teori utama yang mengelilingi perdebatan ini, yang mencerminkan ketegangan lebih luas seputar identitas kuliner Korea dan sejarah kolonialnya.
Asal-Usul Historis Kimbap
Teori pertama menganggap kimbap muncul karena pengaruh Jepang selama masa penjajahan Korea di antara tahun 1910-1945, ketika makizushi diperkenalkan dan diadaptasi dengan rasa lokal. Teori ini didukung oleh munculnya istilah “gimbap” dalam media Korea pada tahun 1935, sejalan dengan adopsi masif praktik kuliner Jepang.
Di sisi lain, Ensiklopedia Budaya Korea memberikan bukti kuat tentang asal-usul asli gimbap yang merupakan makanan asli Korea, di mana praktik pembuatan hidangan ini berasal dari tradisi Joseon yang lebih tua dalam membungkus nasi dan banchan dengan rumput laut kering.

Catatan historis dari abad ke-15 seperti “Geographic Gazetteer of Kyŏngsang Province” dan “Sinjŭng Tongguk yŏji sŭngnam” mendokumentasikan produksi rumput laut di Provinsi Gyeongsang dan Jeolla, jauh sebelum Korea bertemu dengan Jepang. Lebih spesifik lagi, dokumen Joseon dari tahun 1819, “Yŏryang Sesigi” oleh Kim Mae-sun, menggambarkan hidangan bernama “bokssam” yang terdiri atas nasi dan isian yang digulung dengan rumput laut, ditulis menggunakan karakter hanja 縛占.
Sejumlah sejarawan makanan Korea bahkan mengambil posisi lebih tegas dengan menyatakan bahwa sushi itu sendiri berasal dari tradisi kuliner Korea sebelum diadaptasi oleh Jepang, lalu diperkenalkan kembali ke Korea sebagai makizushi. Perbedaan mendasar antara kimbap modern dan makizushi, khususnya dalam perbedaan penggunaan minyak wijen dan cuka beras, menunjukkan jalur kuliner yang berbeda terlepas dari akar leluhur yang mungkin sama.

Dalam Wikipedia Indonesia, teori asal-usul gimbap merupakan hidangan asli Korea diperkuat dengan penyebutan Chungmu gimbap dari pantai selatan Korea sebagai versi paling autentik. Varian ini terdiri hanya dari nasi yang dibungkus rumput laut, disajikan bersama kimchi dan cumi tanpa isian tambahan di dalamnya.
Dalam konteks pascakolonial, nama “kimbap” secara sengaja dipilih untuk menggantikan istilah “norimaki” dari Jepang sebagai bagian dari gerakan pemurnian bahasa yang bertujuan menegaskan kembali identitas kuliner Korea. Kini, ketika wisatawan asing mengenal kimbap melalui drama Korea dan pertukaran budaya, hidangan ini menjadi pintu masuk yang mudah didekati untuk memahami nilai-nilai Korea seperti keramahan, perhatian terhadap detail, dan pentingnya berbagi dalam membangun hubungan sosial.
Ekspansi Global Kimbap dalam Dunia Kuliner
Kimbap telah berkembang pesat di pasar internasional. Jaringan ritel besar seperti Trader Joe’s di Amerika Serikat mengalami lonjakan penjualan dengan produk kimbap sayur beku yang langsung terjual habis di hampir 600 cabang dalam hitungan minggu sejak peluncurannya pada Agustus 2023. Masuknya kimbap kemasan di Costco pada April 2023 juga menciptakan fenomena baru yang disebut “medan perang K-food baru” oleh Korea Economic Daily.

Restoran-restoran khusus kimbap muncul di berbagai negara, mulai dari Le Kimbap di Paris hingga Kimbap Heaven di Perth. Popularitas internasional ini terutama didorong oleh ekspor media Korea seperti drama “Extraordinary Attorney Woo,” yang berkontribusi besar terhadap peningkatan popularitasnya.
Media Korea telah mengubah citra kimbap dari sekadar makanan sederhana menjadi ikon gaya hidup Korea yang aspiratif. Beberapa restoran premium bahkan menawarkan varian dengan isian premium seperti lobster, daging wagyu, dan abalon yang dijual hingga 55 dolar per gulung. Inovasi bentuk seperti samgak kimbap berbentuk segitiga di toko-toko kelontong sejak awal 1990-an turut mendukung skala komersialisasi kimbap yang semakin luas.
Kimbap bukan hanya sekadar makanan saja, tetapi juga menjadi jendela budaya yang menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat beradaptasi, berkembang, dan menciptakan dampak global.