Kebakaran Hutan di Korea Selatan: Penyebab, Dampak, dan Penanganan

on in Berita

Korea Selatan tengah menghadapi bencana kebakaran hutan terbesar dalam sejarah negara tersebut. Kebakaran yang bermula pada pertengahan Maret 2025 ini telah mengakibatkan kerusakan yang sangat besar. Wilayah tenggara seperti Uiseong, Andong, Yeongdeok, dan Sancheong menjadi pusat utama penyebaran api. Hingga tanggal 28 Maret, kebakaran ini telah menyebabkan 28 orang meninggal dunia dan lebih dari 37.000 penduduk terpaksa mengungsi. Sekitar 48.000 hektar hutan habis terbakar, jauh melebihi kebakaran besar tahun 2000 yang melanda wilayah Pantai Timur dengan kerusakan sekitar 24.000 hektar.

Kecepatan penyebaran api menjadi salah satu faktor yang memperparah kebakaran ini. Angin kuat berkecepatan hingga 27 meter per detik telah mempercepat laju penyebaran api mencapai rata-rata 8,2 kilometer per jam, menciptakan rekor baru dalam sejarah Korea Selatan. Dalam waktu 12 jam, api menjalar sejauh 51 kilometer dari Uiseong hingga Yeongdeok. Melihat dampak besar ini, Presiden sementara Han Duck-soo menetapkan situasi kritis nasional.

Selain kerusakan hutan, kerugian manusia juga sangat signifikan. Sebagian besar korban jiwa adalah warga lanjut usia yang mengalami kesulitan dalam proses evakuasi. Peristiwa paling tragis terjadi di sebuah panti jompo, di mana tiga warga lansia meninggal ketika kendaraan evakuasi mereka terbakar. Selain itu, kebakaran juga menghancurkan sekitar 325 fasilitas, termasuk bangunan bersejarah seperti Kuil Gounsa yang didirikan tahun 681.

Pemerintah Korea Selatan telah mengerahkan lebih dari 9.000 petugas dan 120 helikopter untuk mengatasi bencana ini. Medan pegunungan yang sulit dijangkau menjadi tantangan utama bagi para petugas pemadam kebakaran. Akibatnya, penggunaan helikopter menjadi strategi utama untuk menjangkau lokasi-lokasi tersebut.

Hujan ringan yang turun pada malam 27-28 Maret membantu memperlambat penyebaran api di beberapa wilayah, namun jumlah curah hujan ini kurang dari 5 mm, belum cukup untuk memadamkan api sepenuhnya. Meskipun 95% dari kebakaran di Uiseong telah terkendali, beberapa daerah seperti Yeongyang dan Yeongdeok baru mencapai tingkat pengendalian sekitar 10-18%. Petugas terus bekerja keras untuk menahan laju penyebaran api dan mengutamakan keselamatan warga.

Korea Selatan memiliki sejarah panjang dalam menghadapi kebakaran hutan. Kebakaran terbesar sebelumnya terjadi tahun 2000 di Gangwon, yang membakar hampir 24.000 hektar hutan. Selain itu, kebakaran-kebakaran signifikan juga tercatat pada tahun 1996 dan 2002, meskipun dalam skala yang lebih kecil.

Dalam empat dekade terakhir, angka rata-rata dari kebakaran hutan meningkat tajam tiap tahunnya. Dari 337 insiden per tahun sebelum pertengahan 1990-an, angka ini kini mencapai rata-rata 562 kasus kebakaran per tahun. Kebakaran hutan di Korea Selatan umumnya terjadi di musim semi (Maret-Mei), dipicu oleh cuaca kering dan angin kencang.

Sebagian besar kebakaran hutan di Korea Selatan disebabkan oleh aktivitas manusia. Statistik menunjukkan bahwa 99,94% kebakaran dipicu oleh kelalaian manusia seperti aktivitas pembukaan lahan, merokok, dan aktivitas rekreasi lainnya di area pegunungan. Kebakaran pada Maret 2025 juga diduga disebabkan oleh kelalaian serupa, termasuk pembakaran rumput di dekat makam dan percikan api dari aktivitas pengelasan.

Kebakaran di Sancheong, Gyeongsang Selatan. Foto: 경상남도 (Wikipedia)

Medan pegunungan mempercepat penyebaran api hingga delapan kali lipat dibandingkan dataran rendah. Topografi yang sulit serta akses terbatas untuk kendaraan darat membuat Korea Selatan bergantung pada metode pemadaman udara dengan helikopter.

Hutan Korea Selatan didominasi oleh pohon pinus yang mengandung resin mudah terbakar. Resin ini membuat kebakaran menyebar cepat dan sulit dikendalikan. Kepadatan hutan yang meningkat dalam beberapa dekade terakhir juga menjadi faktor yang memperparah situasi kebakaran, menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran api secara cepat melalui tajuk pohon. Dampak ekologis jangka panjang dari kebakaran ini meliputi erosi tanah, longsor, dan rusaknya ekosistem yang membutuhkan upaya restorasi intensif dan bertahap.

Pengelolaan hutan di Korea Selatan menghadapi tantangan besar terkait pencegahan dan pengendalian kebakaran. Dominasi pohon pinus serta medan berbukit menjadi tantangan utama. Perubahan iklim juga memperparah keadaan, dengan meningkatnya suhu rata-rata, berkurangnya kelembapan udara, serta menurunnya curah hujan tahunan. Akibatnya, risiko kebakaran semakin tinggi dan frekuensi kejadian ekstrem semakin meningkat.

Korea Selatan telah mengadopsi berbagai teknologi canggih untuk mendeteksi kebakaran secara dini, termasuk penggunaan drone, kamera CCTV berbasis kecerdasan buatan (AI), serta pemantauan satelit. Strategi ini memungkinkan respons cepat dalam mengatasi kebakaran.

Selain teknologi, pendekatan konvensional seperti pembatasan akses ke hutan saat risiko kebakaran dalam level tinggi dan edukasi publik juga terus dilakukan. Di bidang pemadaman, tim khusus seperti Rappelers dilatih untuk terjun langsung ke lokasi terpencil menggunakan helikopter, memungkinkan respons yang cepat dan efektif.

Proses pemulihan hutan yang rusak dilakukan secara bertahap. Penanganan darurat difokuskan pada pencegahan erosi dan longsor, diikuti dengan proses restorasi jangka panjang untuk memulihkan fungsi ekosistem hutan secara menyeluruh. Kerugian sosial ekonomi seperti hilangnya tempat tinggal, fasilitas umum, serta situs budaya bersejarah membutuhkan upaya khusus dalam proses pemulihan masyarakat, termasuk bantuan psikologis dan material.

Secara keseluruhan, kebakaran hutan Maret 2025 menjadi pelajaran penting bagi Korea Selatan dalam menghadapi tantangan kebakaran hutan yang semakin kompleks akibat berbagai faktor internal dan eksternal, termasuk perubahan iklim yang signifikan.