
Jejak Diplomasi Ratu Myeongseong
Geoncheonggung, sebuah kediaman dalam kompleks Istana Gyeongbokgung, memainkan peran penting dalam sejarah Korea pada akhir abad ke-19. Dibangun pada tahun 1873 oleh Raja Gojong, tempat ini awalnya berfungsi sebagai tempat peristirahatan pribadi bagi pasangan di kerajaan.
Namun, lebih dari sekadar tempat tinggal, Geoncheonggung juga menjadi pusat perencanaan politik bagi Ratu Myeongseong, seorang tokoh yang berusaha menyeimbangkan modernisasi dan kedaulatan Korea di tengah meningkatnya pengaruh asing.
Pada masa itu, Korea menghadapi tekanan dari berbagai kekuatan asing, terutama Jepang, yang tengah berupaya untuk memperluas pengaruhnya. Ratu Myeongseong memahami kompleksitas situasi ini dan berusaha menjalin hubungan dengan berbagai negara untuk memperkuat posisi Korea di kancah internasional. Di Geoncheonggung, ia merancang strategi diplomasi dan modernisasi, yang bertujuan untuk memperkuat militer serta meningkatkan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.
Namun, Geoncheonggung juga menjadi lokasi dari salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah Korea. Pada 8 Oktober 1895, Ratu Myeongseong dibunuh oleh agen Jepang atas perintah Miura Gorō, Menteri Jepang untuk Korea. Pembunuhan ini merupakan bagian dari strategi Jepang untuk mengeliminasi hambatan terhadap ambisinya di Korea. Tragedi ini memicu kemarahan luas di dalam negeri dan di tingkat internasional.
Terpukul atas kehilangan istrinya, Raja Gojong meninggalkan istana pada Januari 1896 dan tidak pernah kembali ke Geoncheonggung. Pada masa pendudukan Jepang, sebagian besar kompleks Gyeongbokgung, termasuk Geoncheonggung, dihancurkan pada tahun 1909. Struktur yang ada pada hari ini merupakan rekonstruksi yang dibuka untuk publik pada tahun 2007 sebagai pengingat akan masa lalu Korea yang penuh gejolak.
Ratu Myeongseong dan Upaya Modernisasi Korea
Sebagai istri Raja Gojong, Ratu Myeongseong turut berperan aktif dalam pemerintahan. Dari tahun 1873 hingga 1895, ia memberikan kontribusi dalam berbagai bidang seperti reformasi ekonomi, militer, dan pemerintahan. Pendekatannya dalam modernisasi dilakukan secara bertahap dengan tetap mempertahankan keseimbangan antara pengaruh Barat dan tradisi Korea.
Salah satu bentuk dari kontribusi tersebut adalah penataan ulang birokrasi dengan membentuk dua belas departemen baru pada tahun 1881 untuk mengelola hubungan luar negeri serta mengimpor teknologi modern. Dalam bidang militer, ia menjadi pengawas untuk pengadaan senjata dari Jepang dan Amerika Serikat, pendirian pabrik militer, serta pembuatan seragam militer baru. Semua ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan Korea dalam menghadapi ancaman eksternal.
Selain upaya modernisasi dalam negeri, Ratu Myeongseong juga berusaha untuk membangun aliansi yang dapat membantu mempertahankan kedaulatan Korea. Ia mendukung hubungan lebih dekat dengan Rusia sebagai penyeimbang terhadap dominasi Jepang. Namun, langkah ini menimbulkan perlawanan dari faksi-faksi pro-Jepang di dalam negeri, yang akhirnya berkontribusi pada kematiannya.
Strategi Diplomasi Ratu Myeongseong
Kebijakan diplomasi Ratu Myeongseong mencerminkan pemahamannya yang tajam terhadap politik internasional. Ia menyadari bahwa untuk bertahan di tengah persaingan kekuatan besar, Korea perlu menjalin hubungan dengan berbagai negara tanpa bergantung pada satu kekuatan tertentu.
Salah satu strateginya adalah mengirim pelajar militer ke Tiongkok pada tahun 1882 untuk mempelajari teknologi persenjataan, sementara di saat yang sama, ia juga menerima tawaran Jepang untuk melatih pasukan Korea. Langkah ini memungkinkan Korea untuk memperoleh manfaat dari kedua negara sekaligus mencegah dominasi dari salah satu pihak.

Pada tahun 1883, Ratu Myeongseong mengirim misi diplomatik ke Amerika Serikat yang dipimpin oleh Min Yeong-ik. Misi ini bertujuan untuk membangun hubungan diplomatik sekaligus mempelajari kemajuan teknologi Barat. Sepulangnya dari Amerika, ia segera mendirikan sekolah bahasa Inggris dengan pengajar dari Amerika, menegaskan komitmennya terhadap pendidikan dan modernisasi.
Ratu Myeongseong juga memainkan peran penting dalam menangani krisis domestik. Setelah Kudeta Gapsin tahun 1884, ketika kelompok reformis mencoba merebut kekuasaan dengan dukungan Jepang, ia menolak mengakui tindakan mereka dan membatalkan semua dokumen yang ditandatangani atas namanya. Keputusan ini membantu mempertahankan legitimasinya dan memungkinkan pemulihan kekuasaan dengan dukungan dari Tiongkok.
Namun, kebijakan diplomasi yang ia tempuh juga menimbulkan tantangan. Sikapnya yang mendukung Rusia sebagai penyeimbang terhadap Jepang memicu ketegangan dengan faksi pro-Jepang di Korea. Ketegangan ini mencapai puncaknya ketika ia dibunuh oleh agen Jepang, yang melihatnya sebagai hambatan utama bagi ekspansi mereka di Semenanjung Korea.
Warisan Ratu Myeongseong dalam Sejarah Korea
Meskipun upaya modernisasi dan strategi diplomasi Ratu Myeongseong berakhir dengan tragis, pengaruhnya dalam sejarah Korea tetap signifikan. Pembunuhannya memicu gelombang sentimen anti-Jepang dan menjadi salah satu faktor yang mendorong perlawanan terhadap kolonialisme.
Selain itu, banyak kebijakan yang ia inisiasi menjadi fondasi bagi modernisasi Korea pada awal abad ke-20. Kesadarannya akan pentingnya teknologi, pendidikan, dan hubungan diplomatik dengan negara-negara besar memberikan inspirasi bagi generasi penerus dalam membangun Korea yang lebih kuat dan mandiri. Hari ini, ia dikenang sebagai sosok yang berani dalam menghadapi tantangan besar dan berusaha menjaga kedaulatan negaranya di tengah tekanan geopolitik yang kompleks.
Geoncheonggung, yang kini telah direkonstruksi, berdiri sebagai pengingat akan peran penting Ratu Myeongseong dalam sejarah Korea. Kisahnya bukan hanya tentang perjuangan seorang ratu dalam menghadapi tekanan politik saja, tetapi juga tentang upaya mempertahankan identitas dan kedaulatan nasional di tengah perubahan global yang cepat.