Generasi Muda dan ‘Bangsa Kanguru’ di Korea

on in Society
Foto: Yasmina H (Unsplash)

Fenomena yang dikenal sebagai “kangaroo tribe” atau “generasi kanguru” semakin berkembang di Korea Selatan. Istilah ini merujuk pada para pemuda berusia 25 hingga 34 tahun yang belum mencapai kemandirian ekonomi dan masih bergantung pada orang tua mereka.

Fenomena ini memunculkan berbagai tantangan yang memerlukan perhatian serius, terutama terkait lapangan pekerjaan dan akses hunian bagi generasi muda. Banyak anak muda yang tetap tinggal dengan orang tua mereka karena kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak atau karena tingginya biaya hidup di kawasan metropolitan seperti Seoul.

Fenomena ini tidak merata di seluruh Korea Selatan, dan terdapat perbedaan signifikan antara wilayah metropolitan dan non-metropolitan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2020, 69,4% anak muda di area metropolitan Seoul masih tinggal bersama orang tua mereka, lebih tinggi dibandingkan dengan 61,7% di wilayah non-metropolitan.

Perbedaan ini terus meningkat sejak tahun 2012, dengan peningkatan sebesar 5,4% di wilayah metropolitan, sementara proporsi di wilayah non-metropolitan relatif stagnan. Beberapa faktor utama yang memengaruhi perbedaan ini di antaranya adalah:

  • Biaya Tempat Tinggal: Harga properti dan sewa di wilayah Seoul sangat tinggi, sehingga mempersulit anak muda untuk memiliki huniannya sendiri. Hal ini menjadi salah satu alasan utama tingginya ketergantungan anak muda terhadap orang tua.
  • Peluang Kerja: Meskipun biaya hidup lebih tinggi, banyak anak muda yang tetap tinggal di wilayah metropolitan karena prospek pekerjaan dan karier yang lebih baik.
  • Preferensi Pendidikan dan Gaya Hidup: Wilayah metropolitan menawarkan lebih banyak pilihan universitas ternama serta fasilitas budaya yang menarik bagi anak muda. Hal ini mendorong mereka untuk tetap tinggal di daerah perkotaan, meskipun harus terus bergantung pada orang tua.

Tingginya jumlah “kangaroo tribe” di kawasan metropolitan mencerminkan adanya interaksi kompleks antara peluang ekonomi dan biaya hidup yang tinggi. Untuk itu, kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi fenomena ini harus mempertimbangkan konteks regional, terutama terkait pasar properti dan kesempatan kerja setempat.

Fenomena kangaroo tribe tidak hanya berdampak pada generasi muda, tetapi juga pada orang tua mereka. Banyak orang tua yang harus menunda atau bahkan mengorbankan tabungan pensiun demi mendukung anak-anak mereka yang masih bergantung secara finansial. Menurut survei, 57% orang tua bersedia tetap mendukung anak mereka yang telah menikah jika diperlukan.

Ilustrasi pensiunan. Foto: Harli Marten (Unsplash)

Para ahli memperingatkan bahwa dukungan finansial jangka panjang terhadap anak-anak yang sudah dewasa dapat meningkatkan risiko kebangkrutan bagi para orang tua di masa depan. Selain itu, biaya untuk mendukung generasi kanguru ini diperkirakan akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia orang tua dan anak-anak mereka. Situasi ini juga memaksa sebagian kakek-nenek untuk turut membantu mengurus cucu mereka, terutama ketika anak-anak mereka mengalami kesulitan mencapai kemandirian ekonomi.

Keterkaitan antara status pekerjaan dengan ketergantungan finansial generasi muda cukup erat. Tingkat pengangguran dan pekerjaan tidak tetap menjadi faktor utama yang menyebabkan anak-anak muda terus bergantung pada orang tua.

Jumlah individu yang menganggur dalam kelompok kangaroo tribe meningkat dari 47,4% pada 2012 menjadi 66% pada tahun 2020. Bahkan, di antara mereka yang sudah bekerja, 72,2% dari mereka yang memiliki pekerjaan sementara masih tinggal bersama orang tua mereka.

Pada Mei 2023, terdapat sekitar 26% dari pekerja muda yang bekerja paruh waktu dengan jam kerja kurang dari 36 jam per minggu. Data ini menunjukkan bahwa banyak anak muda di Korea mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap yang cukup stabil untuk memungkinkan mereka hidup mandiri. Kondisi ini mencerminkan masalah ekonomi yang lebih luas, termasuk pasar kerja yang kompetitif dan meningkatnya biaya hidup, terutama di daerah perkotaan.

Untuk mengatasi berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh fenomena kangaroo tribe dan mempersiapkan masa depan Korea Selatan, beberapa solusi dan perubahan sosial telah diusulkan, di antaranya:

  • Reformasi Ekonomi Struktural: Reformasi ekonomi struktural perlu diterapkan untuk menjaga keseimbangan antara vitalitas ekonomi dan daya saing sambil menghadapi kenyataan pertumbuhan penduduk yang menyusut dan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah. Ini mencakup reformasi pajak dan perbaikan sistem pensiun nasional.
  • Kebijakan Imigrasi: Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030, Korea Selatan sedang mempertimbangkan untuk mendirikan lembaga imigrasi guna mendatangkan tenaga asing yang dibutuhkan di berbagai industri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi tantangan demografis akibat populasi yang menua dan rendahnya tingkat kelahiran.
  • Inisiatif Keseimbangan Pekerjaan dan Kehidupan: Untuk mengatasi masalah rendahnya tingkat kelahiran, Korea Selatan tengah mempertimbangkan kerangka hukum untuk mendorong keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Hal ini mencakup jaminan tempat penitipan anak, insentif pajak bagi orang tua baru, dan insentif pendidikan.
  • Dinamika Keluarga Baru: Dengan semakin berkembangnya struktur keluarga, Korea Selatan melihat peningkatan keterlibatan kakek-nenek dalam pengasuhan anak. Hal ini sebagian disebabkan oleh inflasi yang tinggi dan tantangan yang dihadapi oleh orang tua dalam membesarkan anak sendirian. Kebijakan yang mendukung dinamika keluarga baru ini mungkin akan semakin sering diterapkan.
Ilustrasi keluarga. Foto: Kevin Delvecchio (Unsplash)

Berbagai solusi ini bertujuan untuk menciptakan masa depan Korea Selatan yang lebih berkelanjutan dan dinamis, dengan mengatasi akar penyebab fenomena kangaroo tribe sekaligus mempersiapkan negara dalam menghadapi tantangan dan peluang baru di dekade mendatang.

Keberhasilan inisiatif-inisiatif ini akan membentuk kehidupan masyarakat Korea modern dan berpotensi menciptakan budaya kerja yang lebih seimbang, peluang ekonomi yang lebih besar bagi generasi muda, serta negara yang lebih maju secara teknologi dan kompetitif di tingkat global.