Gamja Ongsimi: Hidangan Tradisional dari Gangwon-do

on in Food

Gamja-ongsimi adalah hidangan tradisional Korea yang berasal dari Provinsi Gangwon. Sup pangsit kentang yang lembut dan kenyal ini dimasak dalam kuah gurih dengan tambahan sayuran serta bahan pelengkap lainnya. Hidangan ini mencerminkan kreativitas kuliner masyarakat setempat yang mampu mengolah bahan sederhana menjadi sajian yang kaya rasa dan memiliki nilai sejarah.

Nama “gamja-ongsimi” sendiri menggambarkan bahan utama dan asal usulnya. “Gamja” dalam bahasa Korea berarti kentang, sementara “ongsimi” adalah istilah dalam dialek Gangwon untuk “saealsim”. Kata “saealsim” secara harfiah berarti “telur burung,” merujuk pada bentuk pangsit yang menyerupai telur puyuh. Seiring berjalannya waktu, bentuk pangsit dalam hidangan ini tidak lagi selalu bulat kecil, tetapi lebih bervariasi dalam ukuran dan bentuk, menyerupai adonan sujebi yang dibuat dengan tangan.

Gamja-ongsimi memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat Gangwon. Pada masa awal Dinasti Goryeo (935-1392), makanan berbahan dasar tepung terigu seperti sujebi dan guksu mulai dikenal. Namun, istilah “ongsimi” baru muncul pada pertengahan Dinasti Joseon, mencerminkan perubahan dialek dan perkembangan praktik kuliner di wilayah tersebut.

Provinsi Gangwon memiliki kondisi geografis yang didominasi pegunungan dengan iklim yang lebih sejuk, menjadikan kentang sebagai salah satu bahan pangan pokok di daerah ini. Ketika kentang semakin melimpah, masyarakat setempat mulai menggunakannya sebagai bahan dasar pangsit, yang kemudian dikenal sebagai gamja-ongsimi.

Pada masa sulit, terutama setelah Perang Korea, hidangan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat Gangwon. Ketika pasokan beras terbatas, kentang menjadi alternatif utama, semakin meningkatkan konsumsi makanan berbasis kentang seperti gamja-ongsimi. Sejak saat itu, hidangan ini semakin populer, tidak hanya di Gangwon saja tetapi juga di berbagai daerah lain di Korea.

Gamja-ongsimi-kal-guksu. Foto: Junho Jung (Flickr)

Di lingkungan istana Dinasti Joseon, sup pangsit serupa dikenal dengan nama berbeda, seperti byeongsi, dan dalam buku masak abad ke-17 “Eumsik dimibang,” hidangan serupa disebut sebagai seokryutang. Keberagaman penyebutan ini menunjukkan bagaimana gamja-ongsimi berkembang dan diadaptasi dalam berbagai lapisan masyarakat.

Saat ini, gamja-ongsimi tetap menjadi bagian penting dari kuliner Gangwon. Beberapa restoran di kota seperti Gangneung telah menyajikan hidangan ini selama lebih dari tiga dekade. Selain menjadi sajian yang lezat, hidangan ini juga menjadi simbol ketahanan dan kreativitas masyarakat Korea dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

Proses pembuatan gamja-ongsimi memiliki keunikan tersendiri, terutama dalam ekstraksi pati kentang untuk menghasilkan pangsit yang transparan dengan tekstur yang kenyal. Kentang dikupas lalu diparut atau digiling, kemudian ampasnya diperas menggunakan kain untuk memisahkan pati dari cairan yang berlebih. Pati yang terkumpul dicampur kembali dengan ampas kentang dan sedikit garam untuk membentuk adonan. Adonan ini kemudian dibentuk menjadi potongan kecil dan tipis sebelum dimasukkan langsung ke dalam kuah mendidih.

Proses ini menghasilkan pangsit yang tidak hanya lembut tetapi juga memiliki tekstur khas yang sedikit kenyal dan transparan. Karakteristik ini membedakannya dari pangsit kentang di berbagai hidangan lainnya lainnya.

Selain disajikan dalam bentuk sup tradisional, gamja-ongsimi juga memiliki beberapa variasi yang menunjukkan fleksibilitasnya dalam kuliner Korea. Salah satu variasi yang populer adalah gamja-ongsimi-juk, bubur kental yang menggabungkan pangsit kentang untuk menambah tekstur dan kekayaan rasa. Selain itu, ada juga gamja-ongsimi-kal-guksu, yang mengombinasikan pangsit dengan mi kalguksu dalam kuah yang kaya rasa.

Di berbagai daerah, gamja-ongsimi sering disajikan bersama hidangan lain untuk pengalaman kuliner yang lebih lengkap. Misalnya, sup ini sering dinikmati dengan makguksu, mi soba dingin khas Gangwon, atau gamjajeon, panekuk kentang yang renyah. Beberapa restoran juga menyajikan gamja-ongsimi dengan pendamping seperti udang asin, jamur shiitake, ataupun wasabi untuk memberikan kontras rasa yang unik. Berbagai adaptasi dan kombinasi ini mencerminkan fleksibilitas gamja-ongsimi dalam kuliner Korea, sekaligus menegaskan perannya yang penting sebagai bagian dari warisan kuliner Gangwon.