Selain dikenal karena keindahan alamnya, Pulau Jeju juga terkenal akan kekayaan warisan budayanya. Salah satu simbol paling ikonik dari pulau ini adalah dol hareubang, patung-patung batu vulkanik yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Jeju. Dalam bahasa Jeju, “Dol hareubang” berarti “kakek batu”, dan figur-figur ini telah lama dipandang sebagai pelindung dari roh jahat serta simbol kesuburan.
Sejarah dan Perkembangan Dol Hareubang
Dol hareubang mulai muncul di Pulau Jeju pada abad ke-18, tepatnya selama masa Dinasti Joseon. Catatan pertama yang menuliskan tentang keberadaan patung-patung ini pertama kali muncul pada tahun 1754. Namun, asal usul dol haerubang masih menjadi misteri yang belum sepenuhnya terpecahkan, dengan berbagai teori yang mencoba menjelaskan alasan kemunculannya. Menurut catatan sejarah, dol hareubang awalnya ditempatkan di gerbang timur, barat, dan selatan Benteng Jeju sebagai penjaga. Seorang pejabat lokal bernama Kim Mong-gyu dikaitkan dengan penempatan atau mungkin pembuatan patung-patung ini di gerbang benteng pada waktu itu. Selain itu, kejelasan dari peran Kim sendiri masih belum dapat dipastikan, apakah ia yang memahat patung tersebut atau hanya memindahkannya ke lokasi baru.
Perkembangan dol hareubang terjadi bersamaan dengan munculnya jangseung di Korea daratan, yaitu totem batu yang digunakan untuk tujuan serupa, yakni menjaga desa dari roh jahat. Para ahli menduga bahwa dol hareubang mungkin dipengaruhi oleh budaya jangseung dari Korea daratan, meskipun beberapa teori lain juga muncul mengenai asal usulnya.
Salah satu teori yang dikenal sebagai Teori Asal Selatan menyatakan bahwa praktik menyembah patung besar seperti Moai di Pulau Paskah menyebar dari Pasifik Selatan ke Jeju. Teori lain, yang disebut sebagai Teori Asal Mongolia, menunjukkan adanya kemiripan antara dol hareubang dengan patung batu Mongol yang disebut “huncholo”. Teori ini didukung oleh fakta bahwa Pulau Jeju pernah berada di bawah pemerintahan Dinasti Yuan pada akhir abad ke-13, yang membuka kemungkinan masuknya pengaruh budaya Mongolia. Sebuah teori lain, yakni Teori Pengembangan Lokal, berpendapat bahwa dol hareubang mungkin berkembang secara mandiri di Jeju tanpa pengaruh eksternal yang signifikan.
Seiring berjalannya waktu, patung-patung ini dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerahnya, seperti “wuseokmok” di Jeju-si dan “beoksumeori” di daerah lain. Uniknya, nama “dol hareubang” (kakek batu) sebenarnya pertama kali digunakan secara informal oleh anak-anak di Jeju sebelum diresmikan sebagai nama resmi patung ini pada tahun 1971, ketika dol hareubang mulai diakui sebagai warisan budaya rakyat.
Simbolisme Kesuburan dan Perlindungan
Dol hareubang tidak hanya dipandang sebagai penjaga saja, tetapi juga simbol dari kesuburan. Pulau Jeju dikenal sebagai “ibu kota bulan madu” Korea Selatan, dan Dol hareubang turut berperan dalam mitos lokal tentang kesuburan. Masyarakat Jeju percaya bahwa menyentuh bagian tertentu dari patung ini dapat memengaruhi jenis kelamin anak yang akan lahir. Misalnya, menggosok hidung dol hareubang diyakini akan membawa kelahiran anak laki-laki, sedangkan menggosok telinganya dipercaya akan membawa kelahiran anak perempuan. Praktik ini telah menyebabkan beberapa patung mengalami keausan pada bagian-bagian tertentu.
Meskipun begitu, peran dol haerubang sebagai penjaga tetap bertahan. Dulu, patung-patung ini ditempatkan di pintu masuk benteng atau di perbatasan desa untuk mengusir roh jahat serta melindungi pemukiman setempat. Meskipun urbanisasi telah mengubah lanskap dan masyarakat Jeju, dol hareubang masih dapat ditemukan di berbagai tempat, seperti di depan rumah, hotel, restoran, ataupun toko. Patung ini tidak hanya melambangkan keamanan, tetapi juga menjadi penjaga nilai-nilai budaya Jeju yang tetap hidup di tengah arus modernisasi.
Dol Hareubang Sebagai Duta Budaya
Seiring dengan berkembangnya pariwisata dan hubungan internasional, dol hareubang kini juga berperan sebagai duta budaya dari Jeju di luar pulau tersebut. Salah satu contoh signifikan adalah kehadiran dol hareubang di Santa Rosa, California. Pada tahun 2003, dua patung dol hareubang dihadiahkan kepada Santa Rosa sebagai simbol dari hubungan kota kembar yang terjalin antara Jeju dan Santa Rosa sejak tahun 1996. Patung-patung ini kini berdiri di luar Balai Kota Santa Rosa, menjadi perwujudan nyata dari pertukaran budaya antara kedua kota tersebut.
Hubungan kota kembar ini telah memunculkan berbagai proyek kolaboratif, termasuk program pertukaran pemuda yang berfokus pada seni, olahraga, dan pendidikan, serta kemitraan ekonomi dan program pengembangan profesional. Inisiatif ini memberikan kesempatan bagi penduduk Santa Rosa dan Jeju untuk saling mengenal budaya masing-masing, mempromosikan dialog internasional dan pemahaman bersama. Selain memperkenalkan warisan Jeju, kehadiran dol hareubang di Santa Rosa juga menjadi pengingat akan hubungan erat antara kedua komunitas yang berbeda ini.
Warisan dan Signifikansi yang Berkelanjutan
Hingga hari ini, dol hareubang tetap menjadi simbol abadi dari warisan budaya Pulau Jeju yang kaya. Patung-patung ini tidak hanya menjadi saksi bisu dari sejarah dan tradisi pulau tersebut, tetapi juga menggambarkan perpaduan antara perlindungan, kesuburan, dan misteri. Meskipun asal usulnya masih diperdebatkan, dol hareubang telah melampaui peran awalnya sebagai penjaga benteng dan kini menjadi bagian integral dari identitas budaya Jeju serta industri pariwisatanya.
Dol hareubang dapat ditemukan tersebar di seluruh Pulau Jeju, menghiasi rumah, tempat usaha, dan ruang publik lainnya. Keberadaan yang meluas dan signifikansi budayanya telah mendorong replikasi patung ini dalam berbagai bentuk, mulai dari cendera mata kecil hingga replika berukuran besar. Seiring dengan berkembangnya Pulau Jeju pada hari ini, dol hareubang tetap berdiri tegak, menjembatani kesenjangan antara tradisi kuno dan kehidupan modern. Patung-patung ini tidak hanya menjadi simbol dari semangat abadi masyarakat Jeju, tetapi juga menghubungkan mereka dengan pulau tempat mereka tinggal.