Seoul World Cup Stadium. Foto: Dan820526 (Wikipedia)

Tim nasional sepak bola Korea Selatan, yang terdaftar sebagai Korea Republic oleh FIFA, telah membangun reputasi sebagai kekuatan utama Asia di kancah Piala Dunia. Sejak tahun 1986 tim yang dijuluki Taeguk Warriors ini telah tampil tanpa absen hingga 2022, dan baru-baru ini, mereka telah memastikan partisipasinya ke Piala Dunia 2026.

Reputasi tim Korea Selatan mulai meluas pada awal abad ke‑20, dengan debut di Olimpiade London 1948 yang berakhir di perempat final setelah kalah dari Denmark. Korea kemudian bertanding dalam Piala Dunia untuk pertama kalinya pada 1954 di Swiss. Jeda panjang terjadi hingga tahun 1986 ketika mereka berhasil lolos setelah menjuarai kualifikasi Asia Timur, termasuk dua kemenangan krusial atas Jepang pada ronde akhir. Skuad 1986 yang diperkuat oleh bintang Bundesliga Cha Bum‑kun disebut sebagai generasi emas awal yang menandai kematangan kompetitif tim Korea.

Di Meksiko 1986, Park Chang‑sun mencetak gol Piala Dunia pertama Korea dalam kekalahan 1‑3 dari Argentina, tim yang kelak menjadi juara pada tahun itu. Hasil imbang 1‑1 melawan Bulgaria menunjukkan ketangguhan, sementara kekalahan 2‑3 dari Italia yang berstatus juara bertahan memperlihatkan keberanian permainan dari tim Korea melalui tembakan jarak jauh Choi Soon‑ho. Rentang pengalaman tersebut memantapkan ambisi Taeguk Warriors untuk tidak sekadar hadir, melainkan turut bersaing meraih piala.

Park Ji-sung saat bermain untuk Manchester United, 2010. Foto: Magnus D (Flickr)

Era pelatih Huh Jung‑moo pada 2008 hingga 2010 menandai kestabilan. Ia menunjuk Park Ji‑sung sebagai kapten timnas dan berhasil membimbing tim dalam memenangkan 27 laga di sepanjang 2008–2009. Konsistensi ini memuncak di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Kemenangan 2‑0 atas Yunani serta hasil seri 2‑2 menghadapi Nigeria mengantar timnas Korea untuk lolos ke babak 16 besar di luar tanah air untuk pertama kalinya, namun langkah mereka terhenti saat bertanding melawan Uruguay.

Program U‑23 meraih puncak prestasi di Olimpiade London 2012 bersama pelatih Hong Myung‑bo. Kemenangan atas Britania Raya di perempat final melalui adu penalti yang dramatis dan kemenangan pada perebutan perunggu melawan Jepang sukses mengantarkan Korea untuk mendapatkan medali Olimpiade pertamanya di cabang sepak bola. Pencapaian itu turut berimbas pada pembebasan wajib militer bagi para pemain inti sekaligus memasok skuad ke Piala Dunia 2014.

Seoul World Cup Stadium. Foto: Photo and Share (Flickr)

Piala Dunia 2002 menjadi titik balik yang penting. Bersama Jepang sebagai tuan rumah, Korea Selatan berhasil menembus semifinal, yang merupakan capaian tertinggi tim Asia di turnamen ini. Di babak 16 besar, sundulan Ahn Jung‑hwan menyingkirkan Italia setelah kartu merah yang kontroversial diberikan untuk Francesco Totti. Perempat final melawan Spanyol berlanjut ke adu penalti setelah dua gol Spanyol dianulir, dan Korea menang 5‑3 untuk memastikan tempat di empat besar.

Hong Myung‑bo tampil sebagai figur sentral dan menjadi pemain Asia pertama peraih Bronze Ball. Gelandang serba bisa Yoo Sang‑chul turut masuk ke dalam jajaran pemain terbaik dalam turnamen. Di balik itu, pelatih Guus Hiddink memberikan fondasi taktik yang menekankan pressing, jarak antarlini, dan transisi cepat.

Meskipun kalah dari Jerman di semifinal dan Turki pada perebutan tempat ketiga, posisi keempat menandai lompatan mutu yang belum tersamai oleh tim Asia lainnya dalam dua dekade terakhir. Hiddink kemudian menerima kewarganegaraan kehormatan dan menjadi simbol reformasi sepak bola Korea. Dampaknya terasa pada ledakan minat publik dan pembenahan struktur yang menopang kesinambungan kelolosan Korea pada ajang‑ajang berikutnya.

Cha Bum‑kun membuka jalan bagi pemain Korea di Eropa pada tahun 1970‑an hingga 1980‑an bersama Eintracht Frankfurt dan Bayer Leverkusen. Jejak itu diperkuat oleh Park Ji‑sung yang menjadi pemain Asia pertama juara Liga Champions pada 2008 bersama Manchester United. Rekam jejaknya di laga‑laga besar menunjukkan bahwa pemain Asia dapat tampil efektif di kompetisi level tinggi.

Son Heung-min memenangkan penghargaan Best Footballer in Asia (2022). Foto: Ujishadow (Wikipedia)

Pada hari ini, Son Heung‑min semakin mengangkat standar tersebut. Ia menjadi pemain Asia pertama peraih Golden Boot Liga Inggris pada 2022 dengan 23 gol dan konsisten berperan sebagai tumpuan serangan Tottenham Hotspur. Hwang Hee‑chan menambah daya dobrak lini depan Korea di Premier League melalui produktivitas bersama Wolverhampton Wanderers.

Di bawah mistar, Lee Woon‑jae berperan penting saat laju semifinal pada Korean FA Cup 2012. Pada lini belakang, Hong Myung‑bo menjadi acuan kepemimpinan dan pembacaan permainan. Setelah menyelesaikan karier sebagai pemain, ia melanjutkan pengaruhnya sebagai pelatih, membentuk jembatan antargenerasi dari 2002 ke masa kini.

Red Devils, kelompok suporter resmi timnas Korea, mengubah dukungan dari grup masyarakat dalam skala kecil menjadi fenomena budaya yang luas. Momen paling ikonik terlihat pada tahun 2002 ketika Yoo Young‑woon memimpin yel‑yel massal dengan megafon, membangun pola dukungan terorganisasi yang bertahan hingga sekarang. Di Piala Dunia 2022, sekitar puluhan ribu pendukung memadati Gwanghwamun Square untuk laga pembuka melawan Uruguay. Aparat keamanan dan tenaga medis dikerahkan, kawasan dibagi dalam beberapa sektor, dan pemeriksaan ketat dilakukan untuk menjaga keselamatan.

Red Devils di Seoul Plaza saat Piala Dunia 2002. Foto: ijs (Wikipedia)

Komitmen suporter tidak surut oleh cuaca ekstrem. Pada laga melawan Ghana, ribuan orang bertahan di tengah hujan deras meskipun payung dilarang di area berpagar. Para penonton memilih untuk mengenakan jas hujan dan tetap menyanyikan “Daehanminguk” secara serempak. Pengalaman akustik dari paduan suara ini kerap dianggap melampaui atmosfer stadion, menarik perhatian warga lokal maupun pendatang. Julukan “pemain ke‑12” melekat pada Red Devils, menandai peran mereka sebagai bagian identitas dari tim nasional.

Melalui perjalanan yang panjang, Korea Selatan bergerak dari partisipan regional menjadi kompetitor tingkat dunia. Hal tersebut dapat tercapai melalui dukungan dari berbagai pihak, pemain, dan bahkan suporter. Meskipun sempat berada dalam masa jeda yang cukup panjang, Korea berhasil kembali berpartisipasi dalam Piala Dunia sejak tahun 1986 tanpa absen hingga hari ini.