Sejarah Cheugugi, Pengukur Hujan Pertama di Dunia

on in History
Cheugugi di Jang Yeong-sil Science Garden, Busan. Foto: Steve46814 (Wikipedia)

Cheugugi merupakan alat pengukur hujan pertama terstandardisasi, yang diciptakan pada masa pemerintahan Raja Sejong di tahun 1442. Alat ini mendahului alat serupa di dunia Barat lebih dari dua abad. Selama hampir 500 tahun, hingga tahun 1907, cheugugi menjadi alat utama untuk mengukur curah hujan di Korea. Data dan penghitungan yang dihasilkan dari alat ini menjadi catatan curah hujan terpanjang yang pernah ada.

Raja Sejong, yang juga dikenal sebagai pencipta alfabet Korea hangul, memainkan peran penting dalam pengembangan cheugugi. Pada tahun 1441, di tahun ke-23 masa pemerintahannya, Raja Sejong memimpin upaya pembuatan alat meteorologi ini. Ia memahami dampak signifikan yang dapat dihasilkan dari pengukuran curah hujan yang akurat terhadap kebijakan pertanian dan kesejahteraan rakyatnya.

Hanya setahun setelah penemuan cheugugi, Raja Sejong dengan segera membangun jaringan nasional yang terdiri dari 350 stasiun pengamatan curah hujan. Jaringan ini mencakup istana, kantor provinsi, dan unit administratif lokal. Langkah ini menunjukkan komitmennya untuk memanfaatkan kemajuan ilmiah demi kepentingan kerajaan. Filosofinya, yang tercermin dalam Sertifikat Kebijakan Pertanian Kerajaan, mengedepankan prinsip “menghormati langit dan mencintai rakyat”.

Desain cheugugi distandardisasi dengan cermat untuk memastikan hasil yang akurat. Alat ini memiliki tinggi 300 mm dan diameter 140 mm, dirancang untuk meminimalkan kesalahan pengukuran. Pemerintah juga memproduksi dan mendistribusikan penggaris skala yang seragam, dikenal sebagai jucheok, ke seluruh penjuru negeri. Standardisasi ini memungkinkan pengumpulan data yang konsisten, yang kemudian digunakan dalam berbagai kebijakan publik, seperti penanganan kekeringan, banjir, dan pengurangan pajak berdasarkan kondisi pertanian.

Patung Jang Yeong-sil dengan cheugugi. Foto: Himasaram (Wikipedia)

Pada tahun 1442, Raja Sejong memerintahkan pemasangan cheugugi di setiap provinsi dan meminta pencatatan pengukuran curah hujan secara rutin. Sistem pengumpulan data yang terorganisir ini memungkinkan pengadilan kerajaan mengambil keputusan yang lebih tepat dalam kebijakan pertanian dan bantuan bencana.

Setelah masa pemerintahan Raja Sejong, sistem pengamatan curah hujan ini tetap relevan. Pada tahun 1770, Raja Yeongjo menghidupkan kembali sistem ini dengan mencatat data harian, termasuk waktu awal dan akhir hujan. Langkah ini menunjukkan pentingnya sistem pengamatan curah hujan dalam tata kelola dan pertanian Korea.

Keberadaan cheugugi juga memberikan kontribusi besar dalam sejarah sains dunia. Salah satu contohnya adalah alat pengukur hujan Gongju, yang dibuat pada tahun 1837 untuk Kantor Provinsi Chungcheong-do. Alat ini adalah satu-satunya cheugugi pra-modern yang masih ada hingga hari ini. Pada tahun 2020, alat ini diangkat statusnya menjadi Harta Nasional Korea, bersama dengan dua penyangga alat pengukur hujan dari Daegu dan Istana Changdeokgung. Pengakuan ini mencerminkan nilai sejarah dan kontribusi ilmiah dari cheugugi yang luar biasa.

Cheugugi bukan sekadar alat saja, melainkan juga menjadi simbol filosofi Raja Sejong tentang pemerintahan yang mengutamakan kesejahteraan rakyat. Ia memahami bahwa pengukuran curah hujan yang akurat sangat penting bagi produktivitas pertanian dan pencegahan bencana. Dengan menciptakan jaringan pengamatan nasional dan sistem yang distandardisasi, Raja Sejong menunjukkan bagaimana ilmu pengetahuan dapat diterapkan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat.

Keberlanjutan semangat cheugugi masih dapat **terlihat hingga era modern. Alat ini mengingatkan kita akan pentingnya observasi dan pengumpulan data dalam memahami serta beradaptasi dengan lingkungan alam. Meskipun teknologi meteorologi terus berkembang, nilai-nilai dasar yang diusung oleh cheugugi tetap relevan sebagai inspirasi bagi upaya ilmiah dan kebijakan publik.