Ahn Jung-geun lahir pada 2 September 1879 di Provinsi Hwanghae, Korea, di tengah masa pergolakan politik. Terlahir dalam keluarga Katolik, ia dibaptis dengan nama Thomas pada usia 16 tahun. Sejak muda, Ahn memfokuskan diri pada pendidikan dan pengembangan masyarakat dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk meningkatkan pengetahuan publik.
Pengaruh kolonial Jepang yang semakin kuat di Korea mendorong Ahn mengambil langkah perlawanan. Ia bergabung dalam Gerakan Pembayaran Utang Nasional dan mendirikan perusahaan pertambangan untuk memperkuat industri Korea. Setelah Jepang memaksa Kaisar Gojong turun tahta pada 1907, Ahn melarikan diri ke Rusia untuk mengorganisir perlawanan terhadap Jepang.
Di pengasingan, Ahn membentuk Donguihoe, sebuah milisi anti-Jepang, dan memimpin beberapa operasi militer. Pada 1909, ia bersama dengan sebelas rekannya membentuk Aliansi Danji dengan tekad mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan Korea.
Peristiwa Stasiun Harbin
Tanggal 26 Oktober 1909 menjadi momen penting dalam sejarah Asia Timur ketika Ahn Jung-geun melancarkan aksinya di Stasiun Kereta Api Harbin, Manchuria. Menyamar sebagai anggota wartawan, Ahn menembak Itō Hirobumi, mantan Residen Jenderal Jepang untuk Korea. Setelah penembakan, Ahn meneriakkan kemerdekaan Korea dalam bahasa Rusia, “Корея! Ура!” (Korea! Hidup!).
Peristiwa ini terjadi saat Itō kembali dari perundingan dengan perwakilan Rusia. Polisi Rusia segera menangkap Ahn dan menyerahkannya kepada otoritas Jepang. Dalam interogasi, Ahn menyampaikan 15 alasan yang mendasari tindakannya, terutama terkait peran Itō dalam menghancurkan kedaulatan Korea. Hari ini, lokasi kejadian ditandai dengan sebuah memorial. Meskipun menjadi objek refleksi sejarah, ketegangan diplomatik antara Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang masih terasa di stasiun ini.
Visi Pan-Asia: Mimpi Persatuan Tiga Negara
Di balik tindakannya, Ahn Jung-geun memiliki pemikiran visioner tentang masa depan Asia Timur. Dalam esai yang tidak sempat ia selesaikan, “Tentang Perdamaian di Asia Timur”, Ahn mengusulkan konsep persatuan antara Tiongkok, Korea, dan Jepang untuk menghadapi imperialisme Barat dan menciptakan perdamaian di timur.
Gagasan Ahn mencakup pembentukan sistem perbankan bersama dan mata uang tunggal untuk ketiga negara, pembentukan angkatan bersenjata gabungan, dan kerja sama ekonomi dengan Jepang sebagai pembimbing modernisasi. Ia bahkan mengusulkan agar para kaisar dari Korea, Tiongkok, dan Jepang mengunjungi Paus bersama-sama untuk menegaskan status mereka sebagai negara merdeka.
Konsep “Uni Asia Timur Laut” yang digagas Ahn memiliki kemiripan dengan Uni Eropa yang terbentuk beberapa dekade kemudian. Meski Ahn tidak sempat melihat terwujudnya visi ini karena eksekusinya pada 26 Maret 1910, pemikirannya tentang kerja sama regional dan perdamaian tetap relevan dalam diskusi hubungan Asia Timur hingga hari ini.
Warisan Sejarah di Dua Korea
Nama Ahn Jung-geun terukir dalam sejarah kedua Korea. Di Korea Selatan, ia menerima penghargaan tertinggi sipil, Order of Merit for National Foundation, secara anumerta pada 1962. Museum Memorial Ahn Jung-geun di Seoul, dengan 12 bangunan kaca yang saling terhubung melambangkan aliansi 12 patriot, menjadi pusat penghormatan atas hidup dan cita-citanya.
Korea Selatan dan Korea Utara memandang tindakan Ahn sebagai momentum perjuangan kemerdekaan. Namun, visinya tentang perdamaian Asia Timur seringkali tertutupi oleh aksi penembakan Itō. Beberapa peneliti berpendapat bahwa mengalihkan fokus memori kolektif pada aspirasi Ahn untuk perdamaian regional dapat memberikan pengaruh positif pada hubungan Korea-Jepang kontemporer.
Terlepas dari perbedaan interpretasi warisannya, sosok Ahn Jung-geun menjadi simbol perjuangan kemerdekaan yang menyatukan Semenanjung Korea. Kisahnya terus diabadikan melalui berbagai media budaya, termasuk museum, patung, film, dan pertunjukan musikal, membuktikan dampak berkelanjutan dari warisan sejarahnya terhadap identitas nasional Korea.