Mugunghwa: Bunga Nasional Korea Lambang Ketahanan

on in Culture
Hibiscus syriacus. Foto: 배성환 (Wikipedia)

Mugunghwa, atau dikenal juga sebagai Rose of Sharon atau Hibiscus syriacus, adalah bunga nasional Korea Selatan yang berakar mendalam pada budaya negara tersebut. Mugunghwa melambangkan ketahanan, keindahan, dan kelimpahan abadi dalam budaya Korea. Bunga ini mewakili semangat dan nilai-nilai bangsa, menjadi simbol yang penting dalam identitas nasional Korea.

Nama “mugunghwa” berarti “bunga abadi yang tak pernah pudar”, menggambarkan sifat tahan banting dari rakyat Korea. Bunga ini mekar dari awal Juli hingga pertengahan Oktober, dengan setiap semak menghasilkan antara 2.000 hingga 5.000 bunga setiap tahunnya. Proses pembaruan harian—di mana bunga mekar di pagi hari dan layu di sore hari lalu digantikan oleh kuncup baru keesokan harinya—mencerminkan prinsip warga Korea tentang ketekunan dan kelahiran kembali.

Kemampuan mugunghwa untuk tumbuh di lingkungan yang keras, termasuk di lembah dan tebing, sejalan dengan pengalaman sejarah rakyat Korea dalam mengatasi berbagai macam kesulitan. Hal ini semakin memperkuat statusnya sebagai simbol nasional yang mewakili ketahanan dan semangat bangsa.

Bunga ini juga banyak digunakan dalam berbagai lambang nasional dan simbol resmi, seperti dalam emblem Presiden, lencana anggota parlemen, dan logo Mahkamah Agung. Penggunaan yang luas dalam ikonografi pemerintah menegaskan pentingannya mugunghwa sebagai simbol pemersatu nasional.

Mugunghwa dalam Bendera Kepresidenan Korea Selatan. Gambar: Office of the President of the Republic of Korea

Dalam bidang pendidikan, mugunghwa digunakan sebagai pelajaran tentang identitas nasional dan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Buku teks Korea secara konsisten menampilkan bunga ini bersamaan dengan bendera Taegeukgi untuk menekankan pentingnya simbol-simbol nasional tersebut. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun rasa memiliki dan tanggung jawab sebagai warga negara di kalangan pelajar.

Selain itu, bunga ini juga dipilih sebagai simbol untuk Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul, yang menandai kemunculan Korea di panggung internasional. Pilihan ini menyoroti peran mugunghwa yang tidak hanya berperan sebagai emblem nasional saja, tetapi juga menjadi representasi Korea kepada dunia.

Mugunghwa memiliki sejarah panjang dalam literatur dan teks sejarah Korea, mencerminkan signifikansi budayanya yang mendalam. Salah satu referensi tertua dari bunga ini muncul dalam teks Tiongkok “San Hae Kyeong,” yang ditulis antara abad ke-8 dan ke-3 SM, mencatat bahwa mugunghwa sudah tersebar luas di Korea saat itu.

Dalam literatur Korea, bunga ini mendapatkan perhatian selama Dinasti Goryeo (918–1392). Penyair Lee Kyu-Bo (1168–1241) pertama kali menggunakan nama “mugunghwa” dalam karyanya, membantu menegaskan posisinya dalam budaya Korea. Kemunculan mugunghwa dalam karya sastra menjadi langkah penting dari perjalanan bunga ini menjadi simbol nasional.

Simbolisme bunga ini menjadi lebih menonjol selama masa perjuangan. Selama penjajahan Jepang atas Korea (1910–1945), mugunghwa mengambil makna tambahan sebagai simbol perlawanan Korea. Menurut buku K. Connie Kang “Home Was the Land of Morning Calm”, otoritas Jepang memaksa rakyat Korea untuk mencabut tanaman mugunghwa dan menggantinya dengan pohon sakura yang merupakan simbol dari Jepang. Menyelamatkan dan menanam kembali bunga-bunga ini secara diam-diam dipandang sebagai tindakan patriotisme. Tokoh-tokoh seperti Kim Ok-Gil dikenang karena tindakannya melestarikan dan menanam bunga ini kembali setelah penjajahan berakhir.

Setelah kemerdekaan, status mugunghwa sebagai simbol nasional semakin ditekankan. Buku teks Bahasa Korea Sekolah Menengah tahun 1946 secara eksplisit menyebut Hibiscus syriacus sebagai “bunga nasional kita”, menunjukkan pengakuan luas dari peran mugunghwa bahkan sebelum penetapan resminya.

Pentingnya bunga ini secara simbolik juga tercermin dalam penyertaannya dalam lagu kebangsaan Korea. Refrain dari lagu kebangsaan tersebut mencakup kalimat “Mugunghwa di seluruh sungai dan gunung Korea yang indah”, mengangkat status bunga ini sebagai salah satu identitas nasional.

Dalam konteks modern, mugunghwa terus muncul dalam berbagai konteks resmi. Bunga ini menjadi nama penghargaan Grand Order of Mugunghwa, penghargaan nasional tertinggi yang diberikan oleh Korea Selatan yang diberikan kepada Presiden dan kepala negara lainnya. Penggunaan simbol ini dalam penghargaan resmi semakin menegaskan status mugunghwa sebagai simbol prestise dan pencapaian.

Mugunghwa berdiri kuat sebagai lambang dari identitas, ketahanan, dan warisan budaya Korea. Selain menjadi bunga nasional, mugunghwa juga menjadi perwujudan dari semangat abadi warga Korea yang telah melalui pergantian zaman. Mulai dari kemunculan pertamanya di karya sastra kuno hingga diresmikan menjadi simbol nasional, mugunghwa secara konsisten mewakili kemampuan Korea untuk berkembang dan bertahan di tengah kesulitan.

Penyertaannya dalam lagu kebangsaan, lambang pemerintah, dan materi pendidikan menegaskan perannya dalam membangun persatuan dan kebanggaan nasional. Siklus pertumbuhan bunga ini dan kemampuannya untuk tumbuh di kondisi sulit mencerminkan prinsip Korea tentang ketekunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.