
Seiring dengan laju globalisasi dan mobilitas manusia yang semakin meningkat pesat, Korea Selatan menghadapi gelombang perubahan demografis yang signifikan. Dari masyarakat yang awalnya relatif homogen, kini Korea mencatat pertumbuhan populasi pendatang asing yang terus meningkat, mencapai angka 4,3 persen pada 2022 dan tengah bersiap mencapai ambang 5 persen sesuai standar OECD.
Di tengah dinamika ini, Together Day muncul sebagai wujud komitmen negara untuk menjaga keberagaman sekaligus mendorong kohesi sosial. Pertama kali dirayakan pada tanggal 20 Mei 2008, perayaan ini mencerminkan tekad pemerintah dan masyarakat untuk hidup berdampingan dalam semangat saling menghormati.
Sejarah dan Landasan Hukum
Landasan resmi Together Day tertuang dalam Undang-Undang Dasar tentang Perlakuan Warga Asing di Republik Korea (재한외국인 처우 기본법) yang disahkan pada tahun 2007. Pasal 19 undang-undang ini secara khusus menetapkan 20 Mei sebagai “Hari Dunia Warga Asing” (세계인의 날) dengan misi menciptakan lingkungan sosial yang inklusif.
Inisiatif ini lahir ketika Korea mulai menyadari perubahan struktur penduduk pasca-krisis ekonomi Asia 1997, yang memicu kebutuhan mendesak akan kerangka kebijakan terukur bagi warga negara asing. Dengan adanya dasar hukum tersebut, pemerintah menetapkan landasan bagi berbagai program integrasi, mulai dari pendidikan budaya, pelatihan bahasa, hingga perlindungan hak asasi.
Perkembangan Peringatan
Saat Together Day pertama kali diselenggarakan di tahun 2008, acara ini masih berupa upacara perayaan sederhana yang digelar di kantor kementerian. Namun, seiring berjalannya waktu, penyelenggaraan Together Day semakin meriah. Pada tahun 2024, upacara resmi ke-17 berlangsung megah di Auditorium Utama Gwancheon Citizens’ Hall dan dihadiri oleh pejabat tinggi pemerintah, diplomat asing, serta perwakilan organisasi non-pemerintah.
Kolaborasi lintas sektor turut memperkaya kegiatan, mulai dari pameran foto tentang kisah migrasi, pertunjukan kesenian tradisional Korea yang dibawakan oleh komunitas asing, hingga forum dialog kebijakan. Perkembangan ini mencerminkan perluasan makna Together Day—yang awalnya hanya merupakan formalitas hukum menjadi perayaan publik yang merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Penempatan dalam Bulan Keluarga
Bulan Mei di Korea dikenal sebagai “Bulan Keluarga” (가정의 달), diawali dengan perayaan Hari Anak pada 5 Mei yang kemudian dilanjutkan dengan berbagai momentum keluarga.

Dengan menempatkan Together Day pada 20 Mei, pemerintah menyisipkan pesan simbolis bahwa pendatang asing adalah bagian integral dari keluarga besar Korea. Lambang bulan Mei ini membuka ruang bagi publik untuk memandang ulang tentang definisi keluarga, merangkul seluruh individu yang tinggal di negeri ini tanpa membedakan latar belakang. Strategi penempatan ini memperkuat nuansa inklusivitas, sekaligus mengundang keluarga Korea untuk mengajak kerabat asing merayakan kebersamaan.
Apresiasi Kontribusi Warga Asing
Menghargai kontribusi pendatang asing menjadi fokus penting Together Day. Kementerian Kehakiman memimpin penganugerahan di level nasional dengan memberikan penghargaan kepada individu dan organisasi yang telah aktif mendukung integrasi, seperti lembaga yang memfasilitasi pelatihan pekerjaan bagi imigran atau komunitas yang mengadakan kelas bahasa Korea gratis.
Di tingkat kota, Pemerintah Kota Seoul secara rutin memberikan sertifikat penghargaan kepada relawan dan pelaku bisnis yang membantu memasarkan produk kerajinan multikultural atau menyelenggarakan festival budaya minoritas. Bentuk apresiasi ini dirancang untuk tidak hanya mengakui jasa, tetapi juga memberikan insentif bagi keterlibatan yang lebih luas di masa mendatang.
Together Week: Memperluas Dialog
Pada tahun 2013, pemerintah memperpanjang perayaan Together Day menjadi Together Week, berlangsung dari tanggal 20 hingga 26 Mei. Rangkaian lokakarya bahasa Korea turut meramaikan perayaan ini di pusat komunitas global, menghadirkan pengajar berpengalaman untuk membimbing warga asing serta keluarga multikultural.
Diskusi panel lintas disiplin mempertemukan akademisi, pembuat kebijakan, dan perwakilan komunitas untuk membahas isu-isu seperti akses layanan kesehatan, hak pekerja migran, dan pendidikan anak asing. Pasar multikultural—yang kerap digelar di ruang publik seperti alun-alun kota—menampilkan stan kuliner khas negara asal imigran, pertunjukan musik etnis, serta pertukaran kerajinan tangan. Together Week menegaskan bahwa dialog budaya adalah proses interaksi yang bersifat berkelanjutan, bukan sekadar momen perayaan dalam satu hari.
Inisiatif Daerah: Provinsi Gyeonggi
Provinsi Gyeonggi tercatat sebagai wilayah dengan jumlah pendatang asing tertinggi. Mengantisipasi kebutuhan keluarga multikultural, pemerintah provinsi meluncurkan subsidi perawatan anak sebesar 100.000 KRW per bulan bagi bayi usia 0–2 tahun yang terdaftar di pusat penitipan resmi.
Program ini menjadi yang pertama di antara seluruh pemerintah daerah Korea Sekatan dan diharapkan dapat meringankan beban ekonomi orang tua imigran. Di samping itu, lomba dialog dalam bahasa Korea bagi keluarga multikultural diselenggarakan setiap tahunnya untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak-anak dan memfasilitasi interaksi dalam keluarga. Inisiatif seperti ini menjadi model bagi daerah lain untuk mengadaptasi program integrasi lokal.
Jaringan Pusat Komunitas
Untuk menerjemahkan kebijakan menjadi layanan nyata, Seoul mengoperasikan lima Global Village Centers di kawasan strategis, yaitu di Itaewon, Ichon, Gangnam, Seorae, dan Yeonnam. Setiap pusat menyediakan kelas bahasa, konsultasi hukum, serta program budaya seperti pertunjukan teater antarbudaya. Selain itu, hingga tahun 2020, 228 Pusat Dukungan Keluarga Multikultural telah didirikan di seluruh Korea, dengan layanan yang meliputi pelatihan vokasional, pendampingan psikososial, dan interpretasi. Jejaring ini memfasilitasi akses pendatang asing untuk beradaptasi, berinteraksi, dan berkontribusi kepada masyarakat lokal.
Layanan Konseling Multibahasa
Immigration Contact Center (1345) beroperasi setiap hari kerja mulai dari pukul 09.00 hingga 22.00, menyediakan konseling administrasi imigrasi, hak asasi, hingga informasi sosial.

Dengan dukungan 13 bahasa—termasuk bahasa Indonesia, Vietnam, dan Nepal—layanan ini berfungsi sebagai garda terdepan untuk membantu kebutuhan mendesak warga negara asing. Beberapa bahasa prioritas disiagakan 24 jam untuk menangani krisis seperti kehilangan dokumen atau situasi darurat kesehatan.
Makna dan Dampak Sosial
Together Day bukan sekadar perayaan simbolis saja, tetapi juga menjadi pilar praktik kolektif yang mengubah cara pandang masyarakat. Landasan hukum, penghargaan yang konkret, serta jaringan layanan komprehensif menegaskan keseriusan Korea Selatan dalam membangun iklim kerukunan. Terlebih, peningkatan partisipasi publik setiap tahun menunjukkan semakin tingginya kesadaran akan nilai penting kebersamaan di tengah heterogenitas.
Tantangan dan Harapan
Meskipun kemajuan signifikan telah dicapai, tantangan seperti resistensi sosial, kendala bahasa, dan birokrasi masih membayangi perjalanan integrasi. Diperlukan sinergi berkelanjutan antara sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil guna menuntaskan hambatan ini.
Dialog yang dibuka selama Together Week dan program lokal seperti inisiatif Gyeonggi menunjukkan bahwa aksi nyata mampu menjembatani perbedaan. Ke depannya, ekspansi program lintas daerah serta inovasi layanan digital diharapkan dapat menguatkan fondasi inklusivitas—mengukuhkan Together Day sebagai mercusuar harmonisasi budaya di Korea Selatan.