Ganhwa Seon: Meditasi dalam Buddha Korea

on in Culture
Kuil Seon Jogyesa. Foto: Francisco Anzola (Wikipedia)

Sejarah Ganhwa Seon, salah satu cabang utama kepercayaan Buddha di Korea, bermula pada abad ke-12 melalui ajaran Bojo Jinul, seorang biksu yang dianggap sebagai pendiri tradisi ini. Ganhwa Seon sendiri adalah pengembangan dari ajaran Buddha aliran Chan dari Tiongkok yang diperkenalkan oleh Dahui Zonggao pada masa Dinasti Song.

Istilah “Ganhwa” yang berarti “mengamati frase kritis” merujuk pada metode meditasi yang berfokus pada hwadu, yaitu pertanyaan mendalam yang dirancang untuk memotong pola pikir konseptual dan mengarahkan pada pemahaman langsung terhadap hakikat diri.

Bojo Jinul memainkan peran penting dalam menyatukan ajaran-ajaran Buddha di Korea pada masanya. Ia menggabungkan pendekatan pencerahan ‘mendadak’ dari tradisi Seon dengan praktik bertahap dari ajaran Gyo. Langkah ini tidak hanya memperkuat fondasi dari Ganhwa Seon saja, tetapi juga mengubah arah praktik Buddhis di Korea, yang pada awalnya lebih mengandalkan pengajaran kebijaksanaan dari guru ke murid.

Dalam tradisi Ganhwa Seon, hwadu menjadi inti dari praktik meditasi. Pertanyaan seperti “Apa ini?” atau “Seperti apa wajah aslimu sebelum orang tuamu lahir?” menjadi fokus kontemplasi yang mendalam. Pertanyaan ini bukan untuk dijawab secara rasional, tetapi untuk mendorong pelaku meditasi melampaui batasan pemikiran konseptual, menuju pengalaman langsung akan kenyataan. Tujuan akhir dari ajaran ini adalah untuk mencapai “Pencerahan yang Benar” yang menghasilkan kebijaksanaan sekaligus kasih sayang bagi semua makhluk hidup.

Selain dapat dilakukan di ruang meditasi formal, praktik ini juga dapat diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, Ganhwa Seon berfungsi sebagai metode spiritual sekaligus menjadi cara hidup. Seiring berjalannya waktu, para master Seon modern seperti Subul Sunim telah mempopulerkan praktik ini, menjadikannya semakin mudah untuk diakses oleh masyarakat luas. Dengan pendekatan yang adaptif, Ganhwa Seon tetap relevan di tengah perubahan zaman.

Hingga kini, Ganhwa Seon tetap menjadi elemen utama dalam ajaran Buddha di Korea. Lebih dari 100 biara Seon di Korea menjadi pusat meditasi intensif, terutama selama musim panas dan musim dingin yang berlangsung selama 90 hari. Jogye Order, sekte Buddha terbesar di Korea, terus memelihara tradisi ini dan memperkenalkannya ke dunia internasional. Pada tahun 2024, Jogye Order bahkan memberikan donasi besar kepada Yale University untuk mendukung studi agama Buddha Korea secara global.

Adaptasi tradisi ini ke dalam kehidupan modern menjadi sorotan dari para pemimpin Seon masa kini. Venerable Jinwoo, presiden Jogye Order, menekankan pentingnya mengintegrasikan meditasi ke dalam rutinitas harian. Selain itu, penelitian tentang manfaat meditasi Seon terhadap kesehatan mental, seperti peningkatan perhatian dan penguatan identitas diri, semakin menarik minat masyarakat modern, terutama di kalangan generasi muda dan mahasiswa.

Tradisi Ganhwa Seon, yang mengakar kuat dalam kebijaksanaan kuno, tetap relevan di abad ke-21. Kemampuannya untuk beradaptasi dengan tantangan modern memberikan jalan bagi banyak orang untuk mencapai kedamaian batin dan realisasi diri. Di tengah dunia yang bergerak serba cepat, Ganhwa Seon menawarkan pendekatan unik untuk memahami hakikat kehidupan. Usaha untuk menjangkau audiens yang lebih luas melalui pendidikan dan penelitian memastikan bahwa tradisi ini akan terus berperan dalam pengembangan spiritual dan pribadi bagi generasi mendatang.

Ganhwa Seon bukan sekadar warisan budaya Korea saja, tetapi juga telah memberikan kontribusi penting bagi dunia Buddhisme. Praktiknya yang berfokus pada pengalaman langsung, dikombinasikan dengan adaptasi yang relevan, menjadikannya salah satu metode meditasi yang paling menarik untuk dipelajari dan diterapkan, baik di Korea Selatan maupun di luar negeri.