Gangneung Danoje Festival

on in Culture
Gangneung Danoje. Foto: Korea.net

Gangneung Danoje Festival adalah salah satu perayaan tahunan yang memiliki makna penting di Korea Selatan. Diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda, festival ini menggabungkan tradisi Konfusianisme, syamanisme, dan Buddhisme untuk menghormati dewa-dewa lokal serta memanjatkan doa demi perdamaian dan kesejahteraan.

Acara ini berlangsung selama empat minggu dan diiringi dengan berbagai ritual unik, pertunjukan tradisional, serta pasar yang ramai. Ribuan orang berpartisipasi dalam perayaan ini, merasakan perpaduan antara tradisi dengan kemeriahan dari era modern.

Gangneung Danoje Festival telah digelar selama ratusan tahun dan memiliki sejarah yang kaya. Meskipun asal-usulnya tidak sepenuhnya jelas, bukti menunjukkan bahwa beberapa ritual dalam festival ini mungkin sudah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Elemen inti dari festival, terutama pemujaan terhadap dewa penjaga gunung, tercatat dalam teks-teks sejarah sejak abad ke-15.

Festival ini pertama kali disebutkan dalam teks tahun 1611 berjudul Sŏngsobubugo yang ditulis oleh Heo Gyun, seorang pejabat istana. Ia menyebutkan tentang Danoje pada catatannya di tahun 1603. Ini juga menjadi penegasan akan keberadaan Gangneung Danoje yang berakar mendalam pada budaya Korea.

Gangneung Danoje menghadapi tantangan besar selama masa kolonial Jepang pada tahun 1910 hingga 1945. Otoritas kolonial saat itu dengan ketat membatasi penyelenggaraan berbagai festival dan praktik budaya Korea, namun pedagang lokal di Gangneung berhasil bernegosiasi untuk mempertahankan beberapa ritual penting. Usaha ini memastikan bahwa meskipun dalam kondisi sulit, tradisi tersebut dapat tetap terjaga.

Salah satu bentuk ritual dalam Gangneung Danoje. Foto: VisitKorea

Setelah Perang Korea pada tahun 1950-1953, upaya untuk membangkitkan kembali festival ini semakin meningkat. Para sarjana mengandalkan survei dari masa kolonial Jepang serta wawancara dengan para tetua untuk merekonstruksi praktik-praktik dan ritual yang telah terlupakan. Usaha ini mencapai puncaknya pada tahun 1967 ketika Gangneung Danoje Festival ditetapkan sebagai Properti Budaya Takbenda Nasional No. 13, mengakui signifikansi budayanya.

Tahun 1970-an dan 1980-an menandai dukungan dan pengakuan yang lebih besar terhadap festival ini. Pada tahun 1973, Institut Budaya Gangneung didirikan dengan kelompok khusus yang berfokus pada pengorganisasian festival. Selama gerakan demokratisasi pada tahun 1980-an, adat istiadat seperti Gangneung Danoje kembali diapresiasi sebagai sumber kebanggaan nasional.

Pengakuan internasional festival ini mencapai puncaknya pada tahun 2005 ketika UNESCO memasukkannya ke dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan. Penghargaan ini mengakui perpaduan unik dari elemen Konfusianisme, syamanisme, dan Buddhisme dalam festival ini, serta perannya dalam melestarikan budaya tradisional Korea.

Festival Gangneung Danoje dimulai dengan serangkaian ritual syamanisme yang dilakukan di Punggungan Daegwallyeong untuk menghormati dewa gunung dan dewa pelindung lokal. Pada pagi hari tanggal 5 bulan ke-4 dalam kalender lunar, pemimpin festival mendaki ke kuil dewa gunung di Gunung Daegwallyeong untuk melakukan ritual Konfusianisme, diiringi dengan tarian dan musik syamanistik. Ritual ini diyakini mampu melindungi wilayah tersebut dari bencana alam serta membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi penduduk setempat.

Selama ritual, cabang suci (신목; sinmok) dan benda ritual yang disebut hwagae yang terbuat dari bulu, lonceng, dan bambu memainkan peran penting dalam upacara. Sepanjang periode festival, ritual harian dilakukan oleh para syaman di kuil untuk menenangkan dewa-dewa.

Pasar Nanjang, salah satu pasar luar ruangan terbesar di Korea, menjadi salah satu daya tarik utama dalam Gangneung Danoje. Pasar ini menawarkan berbagai produk lokal, kerajinan tangan, dan hiburan tradisional. Pasar yang ramai ini mengubah area festival menjadi pusat kegiatan ekonomi dan budaya di mana para pengunjung dapat membeli barang-barang buatan lokal dan mencicipi makanan khas daerah.

Pengunjung juga dapat berpartisipasi dalam berbagai permainan tradisional, menyaksikan pertunjukan sirkus, serta mengikuti kegiatan interaktif lainnya. Pasar Nanjang tidak hanya berfungsi sebagai tempat kegiatan ekonomi, tetapi juga memainkan peran penting dalam melestarikan dan mempromosikan kerajinan tangan serta praktik budaya lokal.

Salah satu acara yang paling dinantikan dalam Gangneung Danoje adalah pertunjukan Drama Topeng Gwanno. Drama ini menampilkan bentuk teater tradisional Korea yang unik, di mana para aktor mengenakan topeng yang dirancang dengan detail, masing-masing mewakili karakter dari berbagai kelas sosial. Drama ini terdiri dari rangkaian adegan humoris dan reflektif yang mengeksplorasi tema hubungan antara manusia dan alam.

Pertunjukan Topeng Gwanno. Foto: VisitKorea

Topeng yang digunakan dalam pertunjukan sering kali dibuat secara khusus untuk festival, dan terkadang pengunjung dapat ikut serta dalam pembuatan topeng tersebut. Drama ini menggabungkan elemen tari, musik, dan dialog untuk menyampaikan cerita yang sarat dengan komentar sosial. Partisipasi penonton juga dianggap penting, karena reaksi dan semangat mereka menjadi bagian integral dari kesuksesan pertunjukan ini.

Gangneung Danoje Festival menawarkan pengalaman unik bagi para pengunjung untuk menyelami tradisi budaya Korea. Pada tahun 2024, festival ini dijadwalkan berlangsung dari 6 hingga 13 Juni, bertepatan dengan perayaan Dano pada tanggal 10 Juni. Para pengunjung dapat mengikuti berbagai aktivitas budaya yang menjadi inti dari festival ini, seperti mencuci rambut dengan air campuran bunga iris yang diyakini membawa keberuntungan, serta membuat kipas festival Danoje dan topeng untuk Drama Topeng Gwanno.

Selain itu, ada juga aktivitas permainan tradisional seperti tuho, ssireum (gulat rakyat), dan geunaetagi (ayunan tradisional). Untuk festival tahun 2024, penyelenggara memperkenalkan dress code di mana pengunjung disarankan untuk mengenakan hanbok. Mereka yang berkunjung ke Desa Pengalaman Dano dengan mengenakan hanbok akan mendapatkan berbagai keuntungan, seperti cetak foto gratis, lencana kenang-kenangan, serta diskon 10% untuk pembelian di food truck.

Desa Pengalaman Dano tahun ini telah diperluas dengan menawarkan lebih banyak aktivitas dan kegiatan interaktif, termasuk pewarnaan balsam, serta pembuatan jangmyeongru (gelang tradisional Korea). Semua kegiatan ini memberi kesempatan kepada para pengunjung untuk merasakan langsung praktik-praktik budaya Korea.

Gangneung Danoje Festival merupakan bukti nyata dari kekayaan warisan budaya Korea, menggabungkan tradisi kuno dengan perayaan modern. Sebagai acara yang telah diakui oleh UNESCO, festival ini terus memikat baik penduduk lokal maupun wisatawan internasional dengan perpaduan unik antara ritual, pertunjukan tradisional, dan pesta rakyat. Festival ini tidak hanya melestarikan adat istiadat yang telah berlangsung berabad-abad, tetapi juga beradaptasi dengan kebutuhan kontemporer melalui inovasi seperti tur digital dan desa tematik yang menarik minat generasi muda.

Meskipun menghadapi tantangan sepanjang sejarahnya, termasuk penindasan selama masa kolonial Jepang, Gangneung Danoje Festival tetap menunjukkan ketahanan yang luar biasa. Popularitas dan signifikansi budayanya yang terus bertahan, terlihat dari ribuan pengunjung yang datang setiap tahunnya, memberikan kontribusi besar terhadap pariwisata dan ekonomi lokal.