Seokguram Grotto adalah sebuah candi yang berada di dalam gua buatan, yang kini menjadi salah satu karya seni agung dari kepercayaan Buddha di Asia Timur. Terletak di Gunung Toham, dekat Gyeongju, Korea Selatan, candi ini merupakan situs Warisan Dunia UNESCO dan menjadi contoh keunggulan arsitektur serta keterampilan pahatan pengrajin Korea kuno. Dibangun pada abad ke-8 di masa Kerajaan Silla Bersatu, gua ini menampilkan patung Buddha dari granit, dikelilingi oleh ukiran batu yang rumit.
Perjalanan Seokguram Grotto Melintasi Waktu
Seokguram Grotto memiliki sejarah panjang lebih dari 1.200 tahun, yang diwarnai dengan periode pengabaian, penemuan kembali, dan upaya restorasi. Pembangunan dimulai pada tahun 751 M dan selesai pada tahun 774 M di bawah pengawasan Perdana Menteri Kim Daeseong serta keluarga kerajaan Silla. Pada awalnya, gua ini diyakini hanya digunakan oleh keluarga kerajaan dan bangsawan tinggi Silla.
Pada masa Dinasti Goryeo dan awal Dinasti Joseon, Seokguram sempat mengalami beberapa renovasi. Namun, kebijakan Dinasti Joseon yang lebih berfokus pada ajaran Konfusianisme menyebabkan Seokguram terbengkalai. Selama berabad-abad, situs ini terlupakan, dan keberadaannya hanya diketahui oleh para biksu lokal serta petani setempat.

Seokguram ditemukan kembali pada tahun 1909 oleh seorang pengantar surat yang tengah melakukan perjalanan. Penemuan ini menarik perhatian otoritas Jepang yang saat itu sedang menduduki Korea. Pada tahun 1910, Dr. Sekino Tadashi, seorang arkeolog Jepang, melakukan penyelidikan dan menyatakan kekhawatirannya terkait kerusakan akibat air hujan pada struktur gua tersebut.
Upaya restorasi besar pertama dimulai pada tahun 1913 hingga 1915 oleh otoritas Jepang, dengan mengaplikasikan teknologi beton untuk melapisi struktur gua. Namun, langkah ini justru menimbulkan masalah kelembapan di dalam gua. Upaya perbaikan pada tahun 1917 dan 1920-1923 tidak banyak membantu, bahkan semakin memperburuk keadaan.
Setelah berakhirnya penjajahan Jepang, Presiden Park Chung Hee memerintahkan proyek restorasi besar pada tahun 1960-an. Restorasi ini berhasil mengatasi masalah kelembapan menggunakan sistem mekanis dan menambahkan struktur kayu di atas ruang depan gua. Pada periode ini, kaca pelindung juga dipasang untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kelembapan dan kunjungan wisatawan. Kemudian pada tahun 1962, Seokguram secara resmi dinyatakan sebagai Harta Nasional Korea nomor 24. Pengakuan ini diperkuat lagi pada tahun 1995 ketika Seokguram bersama Candi Bulguksa ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Saat ini, Seokguram berdiri sebagai saksi akan pencapaian artistik dan teknologi dari Korea di masa lalu, menarik banyak pengunjung dan peziarah yang datang untuk menyaksikan keindahan dan signifikansi spiritualnya.
Visi Arsitektur Kim Daeseong
Kim Daeseong, Perdana Menteri Dinasti Silla, adalah sosok di balik pembangunan Seokguram Grotto dan Candi Bulguksa pada abad ke-8. Menurut legenda, Kim membuat candi tersebut untuk mengenang orang tuanya dari kehidupan masa kini dan membangun gua untuk mengenang orang tuanya dari kehidupan sebelumnya. Visi arsitektur Seokguram mencakup:
- Teknik konstruksi inovatif menggunakan lebih dari 360 lempengan batu granit untuk membuat atap berkubah dan koridor masuk.
- Tata letak simbolis yang mewakili perjalanan spiritual menuju Nirwana, dengan para peziarah memulai dari Candi Bulguksa atau dari dasar Gunung Toham.
- Penggunaan perhitungan matematis yang presisi untuk menciptakan proporsi ideal, memberikan jarak pandang yang sempurna dan harmoni yang estetik.
Proyek ambisius ini selesai pada tahun 774, tidak lama setelah kematian Kim Daeseong, meninggalkan sebuah mahakarya yang menggambarkan keterampilan arsitektur dan seni dari Dinasti Silla.
Teknik Konstruksi Granit
Pembangunan Seokguram Grotto menunjukkan teknik rekayasa granit yang sangat maju dari para pengrajin era Silla. Berbeda dengan candi gua di India dan Tiongkok yang dipahat dari batu pasir atau batu kapur lunak, Seokguram dibangun menggunakan lebih dari 360 blok granit besar yang disusun dengan tepat tanpa menggunakan perekat. Struktur ini dipertahankan dengan menggunakan paku batu, yang menunjukkan keahlian dalam pemotongan batu dan metode perakitannya.
Fitur utama dari konstruksi granit ini meliputi atap berkubah yang sempurna, sistem ventilasi alami dengan memanfaatkan celah di lantai untuk mencegah kelembapan, serta penggunaan perhitungan matematis untuk menciptakan simetri dan proporsi yang sempurna. Teknik inovatif ini memungkinkan Seokguram tetap kokoh dan terjaga dengan baik selama lebih dari 1.200 tahun, sehingga mendapat julukan “keajaiban granit”.
Konsep golden rectangle juga digunakan dalam desain Seokguram secara keseluruhan. Selain itu, terdapat lingkaran cahaya di belakang patung Buddha yang tampak elips dari depan, namun terlihat melingkar jika dilihat dari pintu masuk, menandakan pemahaman tentang geometri proyektif.
Integrasi dengan Lanskap Alami
Seokguram Grotto dibangun dengan memanfaatkan lanskap alaminya, menunjukkan kemampuan arsitek Silla dalam menciptakan struktur buatan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Terletak di ketinggian lebih dari 750 meter di Gunung Tohamsan, gua ini menawarkan pemandangan panorama yang indah dari pesisir Laut Timur. Lokasi yang strategis ini tidak hanya meningkatkan pengalaman spiritual, tetapi juga menunjukkan pemahaman mendalam dari para pembangunnya tentang prinsip-prinsip geomansi.

Aspek utama dari integrasi gua ini dengan alam dapat dilihat dari orientasi gua yang menghadap ke arah matahari terbit sebagai simbol pencerahan dan kebangkitan spiritual, penggunaan granit lokal yang selaras dengan medan pegunungan, serta sistem ventilasi alami yang menggunakan aliran air bawah tanah untuk mengatur kelembapan. Hutan dan ekosistem yang mengelilingi gua ini juga berkontribusi pada suasana damai di sekitar situs, menciptakan lingkungan yang tenang untuk meditasi dan refleksi spiritual, yang merupakan inti dari konsep persatuan dengan alam dalam ajaran Buddha.
Simbolisme Mudra dalam Patung Buddha
Patung Buddha utama di Seokguram Grotto menampilkan dua mudra, atau gerakan tangan simbolis, yang memiliki makna spiritual yang mendalam. Pertama, Dhyana mudra, di mana tangan kiri diletakkan di pangkuan dengan telapak menghadap ke atas, melambangkan meditasi dan konsentrasi. Kedua, Bhumisparsha mudra, di mana tangan kanan menyentuh tanah, melambangkan momen pencerahan Sang Buddha dan panggilannya terhadap bumi sebagai saksi.
Di sekeliling patung Buddha, terdapat patung para bodhisattva dan penjaga yang juga menampilkan berbagai mudra. Simbolisme ini menciptakan visual yang kaya, secara tidak langsung mengomunikasikan ajaran Buddha dan keteraturan kosmis kepada para pengunjung. Penggunaan gerakan simbolis ini mencerminkan kedalaman seni dan spiritualitas yang dicapai oleh seni Buddha Korea pada abad ke-8.
Pelestarian Warisan Budaya
Pelestarian Seokguram Grotto menjadi prioritas utama bagi otoritas Korea Selatan mengingat signifikansi budaya dan sejarahnya yang besar. Administrasi Warisan Budaya (Cultural Heritage Administration, CHA) mengawasi kebijakan dan mengalokasikan sumber daya untuk perlindungan situs ini, sementara Kota Gyeongju bekerja sama dengan Dinas Taman Nasional Korea untuk mengelola upaya konservasi sehari-hari.

Beberapa langkah pelestarian utama meliputi penetapan Seokguram sebagai Harta Nasional dan penyertaannya dalam wilayah Taman Nasional Gyeongju, yang membatasi pembangunan baru di area sekitarnya. Selain itu, terdapat Area Perlindungan Lingkungan Budaya Sejarah seluas 500 meter yang mewajibkan persetujuan sebelumnya untuk setiap pekerjaan konstruksi. Pemantauan rutin dilakukan oleh Spesialis Konservasi Warisan Budaya yang bersertifikat melalui Ujian Sertifikasi Nasional. Untuk mengurangi dampak lingkungan, jumlah pengunjung juga dikontrol secara ketat.
Warisan Seokguram Grotto
Seokguram Grotto adalah bukti pencapaian seni, arsitektur, dan spiritual dari Dinasti Silla. Desainnya yang rumit, teknik konstruksi yang tepat, serta simbolisme yang mendalam, terus menjadikan situs ini memikat pengunjung dan para cendekiawan. Perjalanan gua ini, mulai dari pembangunannya pada abad ke-8, penemuan kembali, hingga upaya pelestariannya, mencerminkan signifikansi abadi dari mahakarya ini.
Hingga kini, Seokguram tetap menjadi simbol warisan budaya Korea dan seni Buddha. Statusnya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO dan upaya pelestarian yang cermat memastikan generasi mendatang dapat terus mengagumi tempat ini.