Korea Selatan memiliki salah satu hukum fotografi paling ketat di dunia, di mana negara ini melarang keras pengambilan gambar orang yang dapat diidentifikasi tanpa izin. Berbeda dengan banyak negara yang membolehkan fotografi di ruang publik secara bebas, kerangka hukum di Korea mengutamakan privasi individu melalui konsep “hak atas potret” (초상권) atau “Right to Face,” yang dapat berujung pada tuntutan pidana untuk fotografi tanpa izin terlepas dari lokasi pengambilan gambar, bahkan di ruang publik.
Right to Face (초상권)
Konsep “Right to Face” menjadi dasar perlindungan privasi dan publisitas dalam hukum fotografi Korea. Doktrin ini melindungi hak seseorang atas citranya tanpa memandang lokasi atau situasi, sehingga pembedaan antara ruang publik dan privat yang lazim di negara lain tidak berlaku di Korea. Karenannya, bagi fotografer yang ingin mengambil gambar di area ramai perlu mempertimbangkan privasi.
Hukum ini mencakup pengambilan gambar di area publik, dan fotografer yang melanggar aturan ini dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Pengadilan Distrik Selatan Seoul menegaskan bahwa hukum ini memberikan jaminan agar seseorang tidak difoto tanpa izin dan gambarnya tidak digunakan untuk tujuan komersial tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Meskipun demikian, penegakan hukum ini relatif jarang dilakukan karena banyak orang yang tidak menyadari atau tidak terganggu ketika difoto.

Kasus besar yang terjadi pada tahun 2016 semakin memperluas penerapan doktrin ini ke ruang digital. Dalam kasus tersebut (2015GaDan5324874), Pengadilan Distrik Pusat Seoul memutuskan bahwa membagikan foto Instagram seseorang di platform lain tanpa seizin pemilik termasuk dalam pelanggaran hak potret, meskipun pemilik foto telah menyetujui ketentuan layanan Instagram. Pengadilan menolak anggapan bahwa persyaratan platform memberi hak berbagi yang lebih luas, sekaligus menegaskan bahwa penggunaan komersial tetap memerlukan izin eksplisit.
Hak Privasi (프라이버시권)
Hak privasi di Korea dijamin melalui kerangka hukum konstitusional dan undang-undang yang komprehensif, memengaruhi hukum fotografi dan persyaratan izin individu. Konstitusi Korea melindungi privasi melalui Pasal 16 (perlindungan dari penggeledahan rumah), Pasal 17 (privasi warga negara tidak boleh dilanggar), dan Pasal 18 (perlindungan korespondensi).
Undang-Undang Perlindungan Informasi Pribadi (PIPA) menjadi instrumen utama yang mengatur bagaimana data pribadi, termasuk gambar, dapat dikumpulkan dan dibagikan. Amandemen 2023 memperkuat perlindungan ini dengan menerapkan prinsip “perilaku sama-regulasi sama” tanpa pengecualian khusus bagi penyedia layanan daring, seperti Instagram.
Hak Publisitas (퍼블리시티권)
Hak publisitas di Korea mengatur pemanfaatan komersial terkait nama, rupa, suara, dan identitas seseorang. Berbeda dengan hak privasi, hak ini berfokus pada nilai ekonomi dari citra individu. Meskipun belum ada undang-undang khusus yang mengatur secara eksplisit, pengadilan mengakui hak ini sebagai bagian dari hak privasi.
Kasus terkenal pada tahun 2007 melibatkan tujuh bintang hallyu yang menggugat majalah Screen karena menjual foto wawancara mereka ke situs Jepang tanpa izin. Kasus ini kemudian menjadi contoh dan badan hukum akhirnya menetapkan batasan penting dalam penggunaan komersial foto. Usulan amandemen KUH Perdata tahun 2022 bertujuan memberikan pengakuan hukum terhadap hak ini bagi semua individu.
Pembatasan Penggunaan Komersial
Fotografi komersial di Korea diatur melalui kerangka hukum yang mencakup hukum hak cipta dan persyaratan izin tambahan. Undang-Undang Hak Cipta Korea menetapkan bahwa pelanggaran komersial memerlukan bukti penggunaan untuk tujuan komersial dan kesengajaan, dengan ancaman sanksi pidana. Pengadilan mengartikan “tujuan komersial” secara luas, termasuk segala bentuk keuntungan finansial, baik langsung maupun tidak langsung. Selain izin dari subjek foto, penggunaan komersial juga dapat memerlukan izin dari pemilik properti yang dikenali dalam gambar.
Perlindungan Citra Selebriti
Perlindungan citra selebriti di Korea melibatkan strategi hukum berlapis, menggabungkan hak privasi dan perlindungan kontraktual. Kasus yang melibatkan para bintang hallyu pada tahun 2007 menjadi preseden penting, diikuti dengan putusan 2016 yang melarang penyebaran ulang foto selebriti dari Instagram tanpa izin.
Perkembangan teknologi seperti deepfake mendorong usulan amandemen hukum untuk memperluas perlindungan. Dengan globalisasi K-wave, pelanggaran penggunaan citra selebriti di ranah internasional semakin menjadi perhatian, dan agensi hiburan umumnya memasukkan klausul pengendalian citra yang ketat dalam kontrak.
Pedoman Fotografi Jalanan
Fotografi jalanan di Korea memerlukan pemahaman hukum dan sensitivitas budaya. Mengambil gambar orang lain di ruang publik hanya diperbolehkan jika ada izin eksplisit. Fotografer disarankan menggunakan peralatan kamera yang jelas terlihat untuk menunjukkan tujuan artistik, mengutamakan elemen lingkungan dan arsitektur daripada individu, serta meminta izin langsung jika subjek terlihat jelas di kamera. Menjaga jarak, menghormati kenyamanan subjek, dan menyimpan bukti izin menjadi langkah pencegahan penting. Meskipun penegakan hukum jarang dilakukan, potensi tanggung jawab hukum tetap ada terlepas dari apakah subjek mengajukan keluhan atau tidak.
Hukum fotografi di Korea mencerminkan keseimbangan antara perlindungan privasi individu, pengendalian penggunaan komersial, dan penghargaan terhadap hak kepribadian, termasuk citra selebriti. Dengan kerangka hukum yang ketat dan berlaku hingga ruang publik, fotografer perlu memastikan persetujuan eksplisit dan memahami konteks budaya agar dapat berpraktik secara aman dan etis.