Didirikan di Shanghai pada 11 April 1919, Pemerintahan Sementara Republik Korea memainkan peran krusial dalam perjuangan Korea untuk merdeka dari penjajahan Jepang. Didirikan setelah Gerakan 1 Maret 1919, pemerintahan ini menyatukan berbagai upaya kemerdekaan Korea dan meletakkan dasar bagi cita-cita demokrasi modern Korea Selatan.
Pembentukan dan Pemimpin
Pembentukan Pemerintahan Sementara Korea di Shanghai merupakan respons langsung terhadap Gerakan 1 Maret 1919 dan penindasan Jepang terhadap upaya kemerdekaan Korea. Tokoh-tokoh kunci dari berbagai kelompok kemerdekaan bersatu untuk mendirikan pemerintahan di pengasingan ini.
Syngman Rhee terpilih sebagai presiden pertama dari pemerintahan sementara ini. Meskipun saat itu menetap di Amerika Serikat, ia berfokus pada upaya diplomatik untuk mendapatkan dukungan Barat bagi kemerdekaan Korea. Tokoh lain yang berjasa dalam pembentukan pemerintahan sementara adalah An Chang-ho, yang menjadikan Shanghai sebagai pusat gerakan pembebasan dan membantu reorganisasi struktur pemerintahan.
Kim Gu, atau dikenal juga sebagai “bapak Republik Korea,” tinggal di markas Shanghai dari 1926 hingga 1932 dan berperan besar dalam mengoordinasikan berbagai kelompok kemerdekaan. Yi Dong-nyeong dan Yi Dong-hwi juga memberikan kontribusi penting dalam pemerintahan sementara.
Pemerintahan ini menggabungkan tiga pemerintahan sementara yang didirikan di lokasi berbeda, yaitu Kongres Rakyat Korea di Vladivostok (17 Maret 1919), Pemerintahan Sementara Shanghai (11 April 1919), dan Pemerintahan Hanseong di Seoul (23 April 1919). Penggabungan ini menciptakan struktur yang lebih kohesif bagi gerakan kemerdekaan Korea. Pemilihan Shanghai sebagai pusat pemerintahan adalah langkah strategis karena kota internasional ini menawarkan keuntungan untuk diplomasi asing, kegiatan propaganda, dan akses yang terjangkau.
Meskipun struktur pemerintahan bersatu, perbedaan internal dan tekanan eksternal masih menjadi tantangan. Faksi-faksi yang berbeda dalam pemerintahan mengejar strategi yang bervariasi, mulai dari mencari bantuan militer Soviet hingga bersekutu dengan Nasionalis Tiongkok.
Peran Wanita dalam Pemerintahan Sementara
Wanita memiliki peran signifikan dan kontribusi besar dalam Pemerintahan Sementara Republik Korea, mencerminkan tren partisipasi wanita dalam gerakan kemerdekaan Korea. Salah satu tokoh wanita terkemuka dalam gerakan ini adalah Kim Maria, yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada tahun 1932.
Penunjukannya sebagai menteri menandai momen bersejarah sebagai salah satu wanita pertama yang memegang posisi tinggi di pemerintahan dalam sejarah Korea modern. Peran Kim menunjukkan sikap progresif pemerintahan sementara terhadap partisipasi politik dan diplomasi wanita.
Pemerintahan sementara juga mengakui pentingnya hak dan kesetaraan wanita. Dalam konstitusinya, dinyatakan bahwa semua warga negara, tanpa memandang gender, memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ini merupakan pergeseran signifikan dari masyarakat tradisional Korea dan mencerminkan pengaruh cita-cita demokrasi modern.
Selain itu, wanita juga berperan penting dalam berbagai aspek gerakan kemerdekaan yang terkait dengan pemerintahan sementara, termasuk layanan militer, penggalangan dana, dukungan logistik, pendidikan, propaganda, dan upaya diplomatik. Mereka juga memainkan peran krusial dalam melestarikan dan mempromosikan budaya serta identitas Korea, yang terancam oleh kebijakan kolonial Jepang.
Struktur Pemerintahan
Pemerintahan Sementara Republik Korea membentuk sistem republik demokratis dengan pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Struktur ini diatur dalam Konstitusi Sementara yang disahkan pada 11 April 1919.
Pemerintahan ini awalnya mengadopsi sistem kabinet parlementer, tetapi kemudian beralih ke sistem presidensial di bawah kepemimpinan An Chang-ho. Cabang eksekutif awalnya dipimpin oleh Perdana Menteri, yang kemudian diubah menjadi Presiden. Cabang legislatif, yang disebut Majelis Sementara, bertanggung jawab untuk menetapkan undang-undang dan mengawasi kegiatan pemerintahan. Cabang yudikatif didirikan untuk memastikan supremasi hukum dan menafsirkan konstitusi.
Meskipun beroperasi di pengasingan, pemerintahan sementara berusaha berfungsi sebagai negara yang sah. Mereka mengeluarkan paspor mereka sendiri, seperti sertifikat perjalanan Kim Jeonggeuk yang diterbitkan pada 22 April 1920. Pemerintahan ini juga mengeluarkan dekrit, seperti dekrit Dewan Negara no. 3 pada 1 Desember 1920, yang ditujukan kepada rakyat Korea yang menderita selama Tragedi Jiandao.
Setelah meninggalkan Shanghai pada tahun 1932, pemerintahan sementara berpindah ke berbagai lokasi termasuk Hangzhou, Zhenjiang, Changsha, Guangzhou, dan Chongqing. Meskipun menghadapi rintangan, pemerintahan ini berhasil mempertahankan struktur inti dan terus mewakili gerakan kemerdekaan Korea secara internasional.
Kegiatan Utama Kemerdekaan
Pemerintahan Sementara Republik Korea terlibat dalam berbagai kegiatan perjuangan kemerdekaan selama berada di Shanghai dan lokasi lain di Tiongkok. Usaha diplomatik dilakukan dengan mengirim delegasi ke Amerika Serikat dan Eropa untuk menarik perhatian internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Korea. Mereka berusaha memanfaatkan prinsip “penentuan nasib sendiri” dari Presiden Woodrow Wilson untuk mendapatkan dukungan bagi kemerdekaan Korea.
Publikasi “The Independent” memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran politik dan menyebarkan pesan kemerdekaan mereka. Publikasi ini membantu menyatukan kelompok-kelompok perlawanan di Korea dan menyebarkan informasi tentang gerakan kemerdekaan dengan lebih terstruktur.
Pada tahun 1940, pemerintahan sementara mendirikan Tentara Pembebasan Korea untuk berpartisipasi aktif dalam perang melawan Jepang. Tentara ini memungkinkan pemerintahan untuk terlibat dalam kegiatan perlawanan yang lebih langsung. Setelah pecahnya Perang Pasifik pada tahun 1941, pemerintahan sementara secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, menempatkan Korea sebagai negara sekutu yang berperang melawan kekuatan Poros.
Upaya penyatuan dilakukan dengan bekerja untuk menyatukan berbagai kelompok pejuang kemerdekaan Korea. Pada tahun 1922, semua kelompok perlawanan Korea di Manchuria disatukan di bawah kepemimpinan pemerintahan sementara. Pada tahun 1944, mereka mencapai pencapaian besar dengan membentuk pemerintahan koalisi kiri-kanan, mengintegrasikan berbagai faksi gerakan kemerdekaan.
Strategi Keuangan dan Penggalangan Dana
Pemerintahan Sementara Republik Korea menghadapi tantangan keuangan yang signifikan selama keberadaannya, memerlukan strategi kreatif dan upaya penggalangan dana yang luas untuk mempertahankan operasi dan kegiatan kemerdekaan mereka.
Salah satu sumber utama dana berasal dari komunitas Korea di luar negeri, terutama di Amerika Serikat. Kelompok diaspora ini mengorganisir kampanye penggalangan dana dan memberikan kontribusi secara tetap untuk mendukung gerakan kemerdekaan. Pemerintahan sementara juga mengandalkan donasi dari patriot Korea yang kaya yang berkomitmen pada kemerdekaan negara.
Untuk mengelola keuangannya, pemerintahan sementara menetapkan sistem perpajakan di antara ekspatriat Korea. Pajak “kemerdekaan” ini dikumpulkan dari warga negara Korea yang tinggal di luar negeri, memberikan sumber pendapatan yang lebih stabil untuk operasi pemerintahan.
Meskipun tidak selalu diterapkan secara konsisten karena kurangnya kontrol teritorial, sistem ini menunjukkan upaya untuk menciptakan struktur keuangan yang formal. Pemerintahan ini juga menerbitkan mata uang dan obligasi mereka sendiri sebagai cara untuk mengumpulkan dana dan menegaskan legitimasinya. Meskipun tidak diakui secara luas di dunia internasional, instrumen keuangan ini berfungsi sebagai simbol kedaulatan Korea dan digunakan di dalam komunitas Korea yang mendukung gerakan kemerdekaan.
Inisiatif Budaya dan Pendidikan
Pemerintahan Sementara Republik Korea menyadari pentingnya melestarikan budaya Korea dan mempromosikan pendidikan sebagai komponen penting dari gerakan kemerdekaan. Inisiatif-inisiatif ini penting untuk mempertahankan identitas Korea dan mempersiapkan masa depan bangsa selama periode penjajahan Jepang. Salah satu inisiatif utama adalah pelestarian dan promosi penggunaan bahasa Korea.
Pemerintahan sementara mendirikan sekolah bahasa Korea di berbagai lokasi pengasingan. Sekolah-sekolah ini berperan vital dalam memastikan bahwa generasi muda Korea yang lahir di luar tanah air mereka dapat mempertahankan warisan linguistik dan budaya mereka. Hal ini sangat penting mengingat penggunaan bahasa Korea sangat dibatasi di bawah pemerintahan Jepang, dengan penggunaannya bahkan dilarang di sekolah-sekolah pada akhir 1930-an.
Pemerintahan sementara juga berfokus pada pelestarian dan promosi seni dan budaya tradisional Korea. Mereka mengorganisir acara budaya dan pameran untuk menampilkan warisan budaya Korea. Misalnya, pada tahun 2007, Majelis Nasional Korea Selatan mengadakan pameran khusus yang menampilkan berbagai dokumen terkait sejarah konstitusi Korea, termasuk dokumen resmi dan objek dari era pemerintahan sementara. Pameran ini memberikan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran tentang sejarah konstitusi Korea dan mempromosikan pengumpulan dokumen yang signifikan secara historis.
Inisiatif pendidikan meluas ke kurikulum komprehensif yang dirancang untuk menanamkan identitas nasional dan mempersiapkan pemimpin masa depan untuk Korea yang merdeka. Pemerintahan sementara mendirikan sekolah dan program pendidikan yang mengajarkan sejarah, sastra, dan kewarganegaraan Korea di samping mata pelajaran modern. Usaha-usaha pendidikan ini dianggap penting untuk mengembangkan individu terdidik yang dapat memimpin bangsa setelah kemerdekaan tercapai.
Warisan dan Dampak
Pemerintahan Sementara Republik Korea meninggalkan warisan yang berkelanjutan yang terus membentuk identitas nasional dan institusi politik Korea Selatan modern. Dampaknya dapat dilihat dalam beberapa area utama. Legitimasi konstitusional tercermin dalam konstitusi Korea Selatan yang mengakui Pemerintahan Sementara sebagai pendahulunya, menciptakan garis kontinuitas konstitusional.
Komitmen pemerintahan ini terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan sistem pemerintahan republik meletakkan dasar bagi institusi demokrasi Korea Selatan modern. Usaha diplomatik awalnya membantu membangun hubungan diplomatik yang menguntungkan Korea Selatan setelah pembebasan.
Simbol-simbol nasional seperti bendera Taegukgi dan lagu kebangsaan yang diadopsi oleh Pemerintahan Sementara diadopsi oleh Republik Korea setelah 1948, memberikan kontinuitas dalam identitas nasional. Pendidikan sejarah dan peringatan tentang pemerintahan sementara adalah bagian integral dari kurikulum pendidikan sejarah Korea Selatan. Lokasi-lokasi yang terkait dengan pemerintahan ini, seperti bekas markasnya di Shanghai, telah menjadi tempat penting bagi warga Korea.
Warisan Pemerintahan Sementara Republik Korea melampaui perannya dalam sejarah. Pemerintahan sementara telah membentuk lanskap politik, budaya, dan diplomatik dari Korea Selatan modern. Pengaruhnya terus dirasakan dalam identitas nasional, kerangka kerja konstitusional, dan hubungan internasional Korea Selatan. Pemerintahan sementara ini menginspirasi gerakan demokrasi Korea yang kemudian menentang pemerintahan otoriter di Korea Selatan selama pertengahan abad ke-20.
Pemerintahan Sementara Republik Korea memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Korea dan meletakkan fondasi bagi institusi demokrasi modern Korea Selatan. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, termasuk konflik internal dan tekanan eksternal, pemerintahan ini mempertahankan komitmennya terhadap kedaulatan dan prinsip-prinsip demokrasi Korea selama 27 tahun keberadaannya.
Meskipun tidak mampu langsung membebaskan Korea dari penjajahan Jepang, ketekunan dan cita-cita Pemerintahan Sementara sangat mempengaruhi perkembangan Republik Korea setelah 1948, memastikan tempatnya sebagai bab penting dalam sejarah Korea.