Musim panas di Korea Selatan berlangsung dari bulan Juni hingga Agustus, ditandai oleh suhu serta tingkat kelembapan yang tinggi. Selama periode ini, warga lokal dan wisatawan menghadapi berbagai tantangan seperti gelombang panas, hujan muson yang lebat, serta dampak perubahan iklim global yang semakin terasa.
Kondisi Umum Musim Panas di Semenanjung Korea
Pada musim panas, suhu rata-rata harian di Korea Selatan berkisar antara 24–27°C. Namun, pada hari-hari terpanas, angka ini dapat melonjak hingga 36–38°C. Tingginya suhu dipadukan dengan kelembapan relatif di atas 70 persen membuat udara terasa sangat lembap dan panas. Pada malam hari, suhu udara sering kali tidak mengalami banyak perubahan, menciptakan kondisi malam tropis atau “tropical night” di mana suhu tidak turun di bawah 25°C.
Kombinasi suhu udara dan kelembapan yang tinggi ini meningkatkan risiko heat stress dan dehidrasi. Populasi lansia, anak-anak, dan individu yang memiliki kondisi medis tertentu berada dalam kategori rentan. Rumah sakit dan pusat kesehatan secara konsisten memberikan peringatan gelombang panas, serta membuka pusat pendinginan di beberapa kota besar untuk mengurangi dampak musim panas bagi kesehatan.
Fenomena Muson Changma
Fenomena hujan muson Changma menjadi salah satu ciri khas musim panas di Korea Selatan. Changma biasanya terjadi antara akhir Juni hingga awal Agustus dan menyumbang sekitar 60 persen dari total curah hujan tahunan Korea. Hujan ini terjadi ketika udara panas di daratan Asia menciptakan zona tekanan rendah yang menarik massa udara lembap dari Samudra Pasifik.
Hujan Changma umumnya terjadi selama empat hingga lima minggu, dengan pola hujan yang lebih stabil dibandingkan hujan singkat lebat. Namun dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah menyebabkan pergeseran masa dan intensitas dari hujan ini.
Muson kerap berakhir lebih lambat, dan muncul puncak hujan kedua pada awal Agustus. Di sisi lain, curah hujan selama fase inti Changma cenderung menurun, sementara kejadian hujan lebat lokal yang mencapai lebih dari 30 mm per jam semakin sering terjadi.
Dampak Perubahan Iklim pada Musim Panas
Perubahan iklim global telah mengubah karakter musim panas di Korea Selatan. Sejak tahun 1973, rata-rata suhu musim panas telah meningkat lebih dari satu derajat Celsius. Durasi musim panas bertambah hingga dua puluh hari, sedangkan musim dingin memendek hingga dua puluh dua hari.
Jumlah hari gelombang panas, saat suhu udara mencapai minimal 35°C, juga meningkat dua kali lipat. Malam tropis meningkat tajam, misalnya pada tahun 2024, Korea Selatan rata-rata mencatat lebih dari 20 hari malam tropis, jauh di atas rata-rata sejarah. Curah hujan tahunan meningkat, tetapi hanya terkonsentrasi pada beberapa peristiwa hujan intens, seperti pada musim panas 2023 ketika beberapa wilayah menerima hingga 30 persen curah hujan tahunan dalam satu hari.
Kombinasi panas ekstrem dan hujan deras juga meningkatkan risiko kebakaran hutan di musim kering sebelum Changma, serta banjir dan longsor setelahnya. Pemerintah dan lembaga meteorologi terus memperkuat pemantauan cuaca serta melakukan peringatan dini untuk mengurangi kerugian materi dan menghindari jatuhnya korban jiwa.
Pengalaman Musim Panas di Pulau Jeju
Pulau Jeju menjadi destinasi favorit saat musim panas berkat kombinasi pantai, lanskap vulkanik, dan iklim maritim yang dimilikinya. Suhu di pulau ini berkisar antara 23°C pada malam hari hingga sekitar 30°C pada siang hari. Tingginya kelembapan sering kali diimbangi oleh angin laut yang menyejukkan.

Suhu air laut mencapai sekitar 27°C, ideal untuk berenang, snorkeling, dan aktivitas air lainnya. Berbagai pantai di Jeju menawarkan pengalaman dan aktivitas yang berbeda, seperti pantai Geumneung dan Hyeopjae yang cocok untuk keluarga karena perairannya yang dangkal, serta Jungmun Saekdal yang menjadi tujuan utama peselancar. Bagi pengunjung yang mencari pemandangan sambil menikmati minuman menyegarkan, Woljeong-ri menawarkan deretan kafe dengan pemandangan laut.
Meskipun hujan muson juga memengaruhi Pulau Jeju, hujan biasanya datang dalam periode intens singkat tanpa berlarut-larut sepanjang hari. Pengunjung disarankan membawa payung lipat dan merencanakan aktivitas di pagi hari untuk menghindari potensi hujan.
Konservasi Lumba-lumba di Perairan Jeju
Keunikan lain dari musim panas di sekitar Jeju adalah kesempatan untuk menyaksikan lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik. Program pelepasan lumba-lumba ke habitat alami mereka yang dimulai sejak 2013 telah membuahkan hasil. Sejak saat itu, tujuh lumba-lumba yang sebelumnya hidup di penangkaran berhasil kembali ke laut lepas.
Proses pelepasan melibatkan protokol lepas lembut, termasuk karantina dan pelatihan di keramba lepas pantai. Lumba-lumba seperti Jedol, Taesan, dan Boksun kini sudah beradaptasi dan terlihat berenang bersama kawanan lumba-lumba liar. Bahkan beberapa di antaranya telah berkembang biak, menandakan keberhasilan integrasi ke populasi asli.
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga konservasi, dan masyarakat lokal memainkan peran penting dalam konservasi ini. Aturan yang mengklasifikasi lumba-lumba hidung botol sebagai spesies terancam pun diperkuat, serta kegiatan edukasi kepada nelayan untuk mengembalikan lumba-lumba yang terjerat jaring juga dilakukan.
Musim panas di Korea Selatan menampilkan perpaduan panas ekstrem, hujan muson yang khas, serta dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Di tengah tantangan tersebut, adaptasi melalui pemantauan cuaca, infrastruktur pendinginan, dan konservasi lingkungan menjadi sangat penting. Pulau Jeju memperlihatkan sisi menarik musim panas dengan pantai dan kehidupan laut yang terjaga, termasuk dengan adanya program konservasi lumba-lumba.