Jeonju International Film Festival dan Film Independen

on in Entertainment
Penerima penghargaan pada JIFF ke-26, 2025. Foto: JEONJU Intl. Film Festival

Jeonju International Film Festival (JIFF) telah menapaki lebih dari dua dekade sebagai panggung utama dari dunia perfilman independen dan eksperimental di Asia.

JIFF pertama kali digelar pada 28 April–4 Mei 2000 di kota Jeonju, Korea Selatan, sebagai platform non-kompetitif yang secara khusus menampilkan film independen dan eksperimental. Festival edisi perdana memutar 292 judul dari 21 negara, dibuka dengan “Virgin Stripped Bare by Her Bachelors” karya Hong Sang-soo dan ditutup dengan film “M/OTHER” arahan Suwa Nobuhiro, yang kemudian berhasil meraih Woosuk Award.

Sejak awal, JIFF menekankan inovasi artistik di atas daya komersial, memberikan ruang bagi sineas yang menolak konvensi industri. Pada tahun keduanya, festival ini memutar 202 karya dari 28 negara, di antaranya adalah “Waikiki Brothers” oleh Yim Soon-rye yang menjadi pembuka festival. JIFF 2001 juga menjadi momen pengakuan film dokumenter “Mysterious Object at Noon” karya Apichatpong Weerasethakul yang menerima penghargaan Woosuk Award.

Beralih dari identitas non-kompetitif, JIFF secara bertahap menambahkan elemen kompetisi tanpa meninggalkan prinsip inovasi. Festival ini kini memiliki tiga kompetisi utama.

Street Screening film “Silver Apricot.” Foto: JEONJU Intl. Film Festival

Kompetisi pertama adalah International Competition yang menyeleksi film fitur pertama atau kedua sutradara global, dengan hadiah Grand Prize bernilai 20 juta KRW. Kedua, Korean Competition memfokuskan pada karya debut dan karya kedua dari sineas Korea yang mencerminkan dinamika masyarakat kontemporer. Kompetisi ketiga yaitu Korean Short Competition yang khusus menampilkan film pendek Korea berdurasi di bawah 40 menit dengan pendekatan estetika eksperimental.

Di samping itu, terdapat juga program non-kompetitif seperti World Cinema, Masters, Frontline, Expanded Cinema, Korean Cinema, dan Midnight Cinema yang memperkaya ragam penayangan, menjaga keseimbangan antara unjuk bakat para sineas baru dan penghormatan bagi sutradara mapan.

Proyek produksi milik JIFF bermula pada tahun 2000 dengan nama Jeonju Digital Project, yang mendanai tiga film digital pendek berdurasi 30 menit melalui skema Digital Three Films (Digital Saminsamsaek). Pada 2014, inisiatif ini berevolusi menjadi JEONJU Cinema Project (JCP), memperluas dukungan pada film feature length (film dengan durasi lebih dari 40 menit) yang dibuat secara independen.

Lewat dana sekitar 100 juta KRW per proyek, festival ini tidak hanya memamerkan film saja, tetapi juga turut memproduksi dan mendistribusikannya. Sejumlah nama besar seperti Jia Zhangke, Apichatpong Weerasethakul, Tsukamoto Shinya, Bong Joon-ho, dan Pedro Costa pernah terlibat dalam proyek pendahulu. JCP terbuka untuk sineas Korea dan internasional, dengan tenggat pengajuan naskah hingga Desember 2023. Terpilihnya proyek membawa hak pendanaan, pendampingan produksi, dan akses distribusi.

Sebagai ajang yang memprioritaskan nilai artistik, JIFF menjadi wahana penting bagi film independen yang sulit menembus jalur komersial. Karya-karya hasil produksi festival kerap kali ditampilkan di berbagai festival dunia lainnya dan bahkan ditayangkan di bioskop.

Selain pameran, JIFF juga menjalankan program pendidikan melalui Asian Film Academy, membuka masterclass bagi pelajar pada 2024 untuk mengikuti pemutaran, diskusi, dan pelatihan teknis. Dengan demikian, festival berperan sebagai penggerak ekosistem sinema independen di Asia.

Pelaksanaan JIFF tersebar di beberapa tempat utama di Jeonju. Sori Arts Center of Jeollabuk-do menjadi arena upacara pembuka, sementara layar‐layar di Megabox Jeonju Gaeksa, CGV Jeonjugosa, dan Cine Q menayangkan kompetisi serta program pilihan.

Jeonju Film Street menjadi pusat aktivitas dengan fasilitas Jeonju Lounge dan Jeonju Square, serta area pameran yang menampung stan informasi dan loket. Festival juga memanfaatkan ruang seni seperti Factory of Contemporary Arts Palbok, Jeonju Vision Center, dan Gyo Dong Museum of Art untuk pameran tematik. Dipadu dengan kunjungan ke Hanok Village, lokasi-lokasi ini menghadirkan perpaduan antara apresiasi budaya tradisional dan sinema kontemporer.

Sejak awal, JIFF dipercaya sebagai ajang peluncuran karya yang kemudian memperoleh pengakuan internasional. Pembukaan edisi pertama dengan film Hong Sang-soo menandai awal dari hubungan antara Jeonju dengan Cannes.

Master class di JIFF 26. Foto: JEONJU Intl. Film Festival

Festival menjadi panggung awal bagi aliran “slow cinema” Béla Tarr dan karya-karya awal Darren Aronofsky seperti “Pi” dan “Requiem for a Dream.” Pada edisi ke-26 (2025), JIFF dibuka dengan “Kontinental ’25” karya sutradara Radu Jude dan menampilkan “Hard Truths” garapan Mike Leigh. Penemuan bakat baru tersebut terus mengokohkan reputasi JIFF sebagai barometer sinema eksperimental dan independen, sekaligus memperkaya lanskap perfilman global.