Kim Seong-hwan. Foto: 한겨례 (Wikipedia)

Gobawoo (고바우) adalah nama tokoh komik sekaligus judul strip editorial dengan masa terbit yang sangat panjang di Korea. Di baliknya ada Kim Seong-hwan (1932–2019), kartunis surat kabar yang karyanya terus mengikuti perubahan politik dan sosial Korea sejak masa perang hingga awal abad ke-21.

Selama lima puluh tahun lebih, “Gobawoo Yeonggam” hadir hampir setiap hari di koran, menjadi cerminan visual tentang kehidupan warga biasa, kekuasaan politik, dan modernisasi yang berlangsung cepat di Korea Selatan.

Kim Seong-hwan mulai memasuki dunia pers ketika masih remaja. Pada tahun 1949, ia menerbitkan komik “Meongteongguri Heonmulkyeogi” (kurang lebih berarti “Usaha Sia-sia Si Bodoh”) di surat kabar Yeonhap untuk membantu perekonomian keluarga. Dari awal, ia sudah memosisikan komik sebagai pekerjaan profesional, bukan sekadar hobi.

Ketika Perang Korea pecah pada 1950, Kim mengalami perang dari jarak dekat. Saat bersembunyi di rumah bibinya di Kaesong dan kemudian di Seoul, ia menggambar sekitar dua ratus karakter dan sketsa cat air yang merekam suasana perang, mulai dari kondisi pengungsian, tentara yang bergerak, hingga kehidupan sehari-hari warga sipil. Setelah Seoul dibebaskan pada September 1950, Kementerian Pertahanan Korea Selatan merekrutnya sebagai seniman perang di Divisi Infanteri ke-6. Ia membuat pamflet informasi untuk warga sipil dan dokumentasi visual lain yang berkaitan dengan perang.

Gambar yang dibuat oleh Kim Seong-hwan di masa perang, Juni 1950.

Pengalaman tersebut membentuk sudut pandangnya terhadap komik. Selain menjadi bentuk hiburan, ia juga memandangnya sebagai alat dokumentasi dan komentar sosial.

Tokoh Gobawoo muncul dari kumpulan karakter yang ia ciptakan di masa perang dan disukai oleh orang-orang di sekitarnya. Strip “Gobawoo Yeonggam” pertama kali terbit pada tahun 1950 di surat kabar komik mingguan Manhwasinbo, yang saat itu menyasar pembaca di kalangan tentara.

Setelah pemerintahan Republik Korea kembali ke Seoul pada 1954, Gobawoo berpindah ke majalah populer seperti Huimang serta Sintaeyang dan mulai menjangkau pembaca yang lebih luas. Dari momen itulah, tokoh Gobawoo menjadi figur tetap di berbagai surat kabar nasional.

Secara visual, Gobawoo digambarkan sebagai pria tua bertubuh pendek dan kekar, berkacamata, dengan wajah datar dan rambut sangat tipis. Keunikan desainnya terletak pada kulit kepala dan beberapa helai rambut yang menjadi indikator emosinya. Posisi dan bentuk rambutnya dapat menunjukkan keterkejutan, kemarahan, kesedihan, kegembiraan, atau rasa malu. Seiring dengan bergantinya dekade, gaya berpakaian dan gestur Gobawoo pun ikut berubah, mengikuti perkembangan cara berpakaian dan suasana sosial di Korea.

“Gobawoo Yeonggam” kemudian dikenal sebagai komik strip dengan jumlah episode terbanyak di Korea. Selama sekitar setengah abad, Kim menghasilkan 14.139 episode strip empat panel. Gobawoo terbit di empat media utama, yaitu Manhwasinbo (1950), The Dong-A Ilbo (1955–1980), The Chosun Ilbo (1980–1992), dan The Munhwa Ilbo (1992–2000).

Isi strip komik digunakan untuk menyampaikan komentar editorial. Gobawoo menyinggung berbagai peristiwa penting di Korea pada abad ke-20 , termasuk Revolusi 19 April 1960, pembunuhan Presiden Park Chung-hee pada 1979, kudeta militer 1980, dan industrialisasi cepat pada dekade 1970–1980. Tokoh pria tua biasa ini sering ditempatkan sebagai saksi atau komentator terhadap kebijakan pemerintah, ketimpangan sosial, dan perubahan ruang kota.

Desain Gobawoo dari masa ke masa. Foto: Yonhap, The Korea Times

Namun, sikap kritis tersebut tidak selalu diterima. Pada tahun 1958, di masa pemerintahan Syngman Rhee, Kim sempat ditahan setelah menggambar episode yang menggambarkan petugas kebersihan mengangkat ember berisi tinja keluar dari kompleks Gedung Biru, kediaman resmi presiden. Episode tersebut dipandang sebagai kritik langsung terhadap pihak yang memegang kekuasaan.

Meskipun Gobawoo adalah karyanya yang paling lama terbit, karier Kim Seong-hwan tidak terbatas pada satu strip saja. Selain komik remajanya pada 1949 dan sketsa perang pada awal 1950-an, di masa kemudian ia menerbitkan volume kompilasi “Shantytown Stories” (Pasutari Iyagi). Buku ini berisi gambaran kawasan belakang kota Seoul pada 1960-an, dengan fokus pada lanskap permukiman dan kehidupan harian penduduknya.

Setelah berhenti dari rutinitas strip harian pada tahun 2000, Kim menggunakan sebagian besar waktunya untuk proyek seni semacam ini, yang tidak terikat dengan tenggat surat kabar tetapi masih berkaitan dengan dokumentasi visual sejarah sosial Korea.

Dalam sejarah komik Korea, Kim sering disebut sebagai salah satu pelopor kartun surat kabar. Ia mengukuhkan format komik strip empat panel yang kemudian menjadi bentuk baku dalam komik editorial di berbagai media.

Pilihan visualnya pun khas. Wajah Gobawoo nyaris tanpa ekspresi, sementara ekspresi emosional justru dipindahkan ke detail kecil seperti rambut atau postur tubuh sang karakter. Dengan garis yang sederhana dan panel yang ringkas, Kim menyampaikan metafora yang jelas untuk isu politik dan sosial yang rumit.

Gobawoo dirancang untuk bisa dibaca oleh pembaca dewasa yang mengikuti isu politik, tetapi sekaligus dapat dipahami oleh pembaca muda yang melihatnya sebagai kisah tokoh kakek dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini membuat strip tersebut berada di perbatasan antara kartun editorial dan komik populer.

Berbagai wawancara dan tulisan tentang Kim menekankan konsistensinya terhadap kebebasan berpendapat. Ia menggunakan tokoh Gobawoo untuk menyuarakan cara pandang warga biasa terhadap peristiwa nasional, tanpa perlu memposisikan diri sebagai juru bicara resmi dari kelompok tertentu.

Dengan menempatkan Gobawoo sebagai orang tua biasa yang menyaksikan berbagai perubahan, Kim dapat menunjukkan jarak antara kebijakan negara dan realitas di lapangan. Kritiknya sering disampaikan melalui ironi, situasi sehari-hari, atau dialog singkat, bukan melalui slogan langsung.

Gobawoo dalam prangko peringatan. Foto: 우정사업본부 (Wikipedia)

Pengaruh Gobawoo melampaui halaman surat kabar. Tokoh ini telah diadaptasi menjadi film, dijadikan tema prangko peringatan, dan menginspirasi penghargaan untuk komik strip. Nama “Gobawoo” juga muncul dalam ensiklopedia komik dunia dan digunakan sebagai motif pada elemen ruang publik, misalnya tiang lampu jalan di beberapa area.

Secara kelembagaan, karya Kim mendapat perhatian besar. Koleksinya disimpan secara permanen di Museum Sejarah Kontemporer Nasional Korea. Hampir sepuluh ribu episode Gobawoo ditetapkan sebagai Warisan Budaya Terdaftar Nasional pada tahun 2013. Pada 2014, museum yang sama di Seoul membuka pameran khusus bernama “Mr. Gobawoo”, di mana pameran tersebut menata ulang perjalanan tokoh ini dalam kaitannya dengan sejarah Korea modern.

Di luar Korea, karya dan sosok Kim menjadi objek kajian akademis. Disertasi doktoral tentang Gobawoo muncul di berbagai universitas seperti Harvard dan Kyoto. Dalam skala nasional, Guinness Book of Korea mencatat Gobawoo sebagai strip komik dengan masa terbit terpanjang di Korea.

Melalui Gobawoo, Kim Seong-hwan menyusun arsip sejarah visual yang membentang dari Perang Korea hingga era industrialisasi dan demokratisasi. Tokoh pria tua yang sederhana ini menjadi alat untuk merekam cara warga biasa menanggapi perang, kekuasaan, krisis politik, dan perubahan negara.

Membaca kembali strip-strip Gobawoo menjadi salah satu cara untuk menelusuri sejarah Korea dari sudut pandang rakyat biasa, bukan hanya melalui pidato resmi atau laporan kebijakan. Gobawoo memperlihatkan bagaimana kartun editorial bekerja sebagai dokumentasi, komentar, dan cermin bagi masyarakat, menjadikan Gobawoo salah satu rujukan penting untuk memahami sejarah sosial Korea Selatan abad ke-20.