
Islam memiliki sejarah yang panjang dan kaya di Korea, mencakup berbagai era dan telah melalui perubahan sosial-politik. Islam telah menyaksikan pasang surut dalam pengaruh dan penerimaannya di Korea. Artikel ini bertujuan untuk melacak perjalanan Islam di Korea, menganalisis peran dan pengaruhnya dalam konteks sejarah, serta memahami bagaimana Islam beradaptasi dan berkembang di tengah dinamika sosial budaya negara Korea.
Sejarah Kepercayaan di Korea
Pada abad ke-10, setelah Buddhisme menjadi agama resmi, Konfusianisme tetap berperan penting sebagai pemandu di pemerintahan Korea. Ujian masuk bagi anggota pelayanan sipil Gwageo, yang mengadopsi sistem negara Tiongkok, menuntut para pelajar Korea untuk mendalami Konfusianisme. Konfusianisme bertahan hingga Dinasti Joseon (1392), di mana ia menjadi ideologi resmi yang dipakai untuk mengembangkan sistem pendidikan, upacara, dan administrasi sipil. Saat negara Barat dan Jepang mulai menggunakan kekuatan militer di akhir abad ke-19, para penganut Konfusianisme membentuk “tentara kebenaran” melawan para penjajah.
Islam di Masa Tiga Kerajaan Korea
Islam diperkenalkan ke Korea saat era Tiga Dinasti, dengan Buddhisme yang diperkenalkan lebih dulu di abad ke-4 M. Sikap terbuka dan adanya dukungan pemerintah terhadap Buddhisme mempercepat pertumbuhan penganut dari kepercayaan ini. Di era Silla, Islam dikenal dan diterima sebagai budaya baru yang sopan, tercermin dari sikap pedagang Arab dan Persia. Dokumen Samkuk Sagi mencatat adanya pedagang Muslim bernama Cho Young.
Selain Buddhisme, Konfusianisme juga diperbolehkan berkembang pada era Goryeo. Ini ditunjukkan dengan pemerintah kerajaan yang membuka universitas dan sekolah di berbagai provinsi sekaligus menjadikan Konfusianisme sebagai syarat lulus ujian anggota layanan sipil.
Islam di Masa Pendudukan Jepang
Selama pendudukan Jepang di Korea pada tahun 1909, kegiatan penyebaran Islam menghadapi rintangan besar. Pedagang Muslim, termasuk dari Arab, terhambat dalam menyebarkan ajaran Islam akibat kebrutalan Jepang. Banyak orang Korea yang terintimidasi oleh ancaman Jepang memilih untuk melarikan diri ke Tiongkok. Di sana, mereka bertemu dengan umat Muslim dan mempelajari Islam. Tokoh-tokoh seperti Imam Muhammad Yoon Doo Young, Haji Sabri Suh Jung Gil, dan Haji Omar Kim Jin Kyu adalah beberapa di antaranya yang mempelajari Islam saat berada di pengasingan.
Islam di Era Kontemporer
Era modern membawa perubahan signifikan terhadap penerimaan Islam di Korea Selatan. Kontingen Turki dari pasukan perdamaian PBB kembali memperkenalkan agama Islam pada saat mereka membantu Korea Selatan dalam Perang Semenanjung Korea pada tahun 1950.
Selain terlibat dalam aksi militer, kontingen Turki juga ikut terlibat dalam pendidikan. Mereka mendirikan sekolah-sekolah sementara dan membantu masyarakat Korea. Keterlibatan mereka yang positif dan konstruktif ini membuka pintu bagi beberapa orang Korea untuk memeluk Islam, menandai awal dari perkembangan Islam di Korea Selatan pasca-perang.
Islam telah menempuh perjalanan panjang di Korea, dimulai sejak era Tiga Dinasti, menghadapi tantangan selama penjajahan Jepang, dan mengalami kebangkitan di era modern pasca Perang Dunia II. Kehadiran Islam di Korea awalnya bermula dengan interaksi dagang dan pertukaran budaya, tetapi mengalami penurunan signifikan selama periode konflik dan penjajahan. Kemudian, melalui upaya pasukan perdamaian Turki, Islam kembali berkembang di Korea Selatan, memperlihatkan adaptasi dan penerimaan budaya serta agama yang berbeda-beda sepanjang sejarahnya. Perkembangan ini mencerminkan bagaimana Islam, melalui berbagai era dan tantangan, telah menjadi bagian dari mozaik sosial dan budaya Korea.