Etiket Memberi Hadiah di Korea

on in Culture
Ilustrasi memberi hadiah. Foto: Kira auf der Heide (Unsplash)

Memahami etiket memberi hadiah di Korea sangatlah penting karena setiap aspek—mulai dari pemilihan hadiah hingga penampilan—mencerminkan nilai-nilai budaya, norma sosial, dan rasa hormat. Tanpa pemahaman ini, niat baik pemberi bisa disalahartikan, berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan atau bahkan pelanggaran kesopanan. Dengan mengenali tata krama yang tepat, hubungan personal dan profesional dapat terjalin lebih erat serta kepercayaan antara pemberi dan penerima dapat tetap terjaga.

Dalam budaya Korea, perayaan tradisional maupun perayaan peristiwa hidup menandai kesempatan penting untuk saling bertukar hadiah. Salah satunya adalah Seollal atau Tahun Baru Imlek Korea, yang dirayakan selama tiga hari. Keluarga berkumpul untuk menghormati leluhur dan mengharapkan kesehatan serta kemakmuran. Pilihan hadiah Seollal meliputi kotak buah premium, aneka kacang-kacangan, hasil laut kering, serta minuman tradisional Korea yang melambangkan harapan akan kesehatan dan kemakmuran di tahun mendatang.

Perayaan Chuseok, yang sering disebut sebagai Thanksgiving Korea, jatuh pada musim panen di musim gugur. Warga Korea kembali ke kampung halaman untuk berkumpul dengan kerabat dan saling memberikan hadiah sebagai ungkapan penghormatan. Pada dua perayaan utama ini, hadiah yang paling sering diberikan adalah uang tunai, ginseng merah yang dihargai karena manfaat kesehatannya, daging sapi Hanu premium sebagai sajian istimewa, buah musiman, makanan kaleng seperti Spam, dan barang kebutuhan sehari-hari yang menunjukkan perhatian terhadap penerima.

Parsel hadiah untuk Chuseok di supermarket Korea. Foto: Michael Sean Gallagher (Wikipedia)

Selain hari raya, acara lain seperti pernikahan dan pemakaman juga memiliki etika pemberian hadiahnya masing-masing. Pada pesta pernikahan, tamu umumnya memberikan amplop berisi uang tunai dengan nominal minimum tiga puluh ribu won untuk membantu biaya acara. Di pemakaman, pengunjung meletakkan uang belasungkawa dalam amplop khusus setelah menandatangani buku tamu dan membungkuk sebagai bentuk penghormatan terakhir.

Kunjungan ke rumah orang Korea pun memerlukan persiapan hadiah khusus. Bunga, botol minuman anggur, atau sekotak cokelat dapat dipilih, asalkan kertas pembungkusnya tidak berwarna hijau, putih, atau hitam karena warna tersebut diasosiasikan dengan suasana duka.

Pembungkusan hadiah di Korea memiliki makna yang mendalam. Metode tradisional untuk membungkus kado adalah dengan menggunakan bojagi, yakni kain hias yang diikat sedemikian rupa agar simpulnya mudah terbuka. Bojagi mencerminkan kesungguhan pemberi dalam menata hadiah sekaligus memperhatikan aspek lingkungan.

Kain bojagi. Foto: Hiart (Wikipedia)

Pilihan warna kain atau kertas pembungkus juga penting. Warna terang dari palet obangsaek, seperti merah, biru, dan kuning dipilih untuk melambangkan keberuntungan, harapan, serta kasih sayang. Sebaliknya, warna putih dan hitam dihindari karena identik dengan upacara pemakaman, sedangkan merah tua dan hijau muda dianggap dapat membawa kesialan.

Saat menyerahkan dan menerima hadiah, penggunaan kedua tangan menunjukkan rasa hormat, terutama ketika bertemu dengan orang yang lebih tua atau seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi. Penerima biasanya menolak hadiah sekali atau dua kali sebagai bentuk kesopanan sebelum akhirnya menerimanya dengan ucapan terima kasih. Hadiah yang dibungkus umumnya tidak dibuka di hadapan pemberi untuk menjaga perasaan kedua belah pihak.

Dalam lingkungan korporat Korea, pemberian hadiah bukan hanya sekadar gestur kesopanan saja, melainkan juga menjadi bagian dari strategi untuk membangun dan memelihara hubungan profesional. Hukum Kim Young Lan yang diberlakukan pada 2016 mengatur batas nilai hadiah untuk pejabat pemerintah, guru, aparat penegak hukum, jurnalis, dan pegawai bank pemerintah. Nilai maksimal hadiah makanan dan minuman adalah tiga puluh ribu won, sedangkan untuk bunga dan barang non-makanan mencapai lima puluh ribu won. Untuk acara khusus seperti pernikahan atau pemakaman, nilainya dibatasi hingga seratus ribu won.

Ilustrasi memberi hadiah. Foto: freestocks (Unsplash)

Saat melakukan tukar hadiah bisnis, biasanya pihak penerima memberi hadiah lebih dulu, dan pihak lain membalas dengan nilai yang sebanding. Pembungkusan dan penyajian hadiah mengikuti aturan umum, di mana kedua tangan digunakan untuk menyerahkan dan menerima hadiah, serta hadiah tidak dibuka di depan pemberi. Pada kesempatan tertentu seperti ulang tahun perusahaan, promosi jabatan, atau peresmian kantor baru, bunga atau tanaman menjadi pilihan yang tepat untuk merayakan pencapaian bersama.

Budaya memberi hadiah di Korea terus berkembang seiring dengan perubahan sosial dan ekonomi. Generasi muda semakin sering melakukan self-gifting atau memberi hadiah untuk diri sendiri sebagai bentuk penghargaan pribadi. Selain itu, pasar hadiah juga terpolarisasi antara produk mewah dan pilihan yang ramah anggaran, sedangkan segmen menengah mengalami penurunan permintaan.

Bentuk hadiah tradisional seperti makanan tetap populer, namun kini hadir dalam kemasan modern dan variasi rasa baru. Hadiah berbasis pengalaman, mulai dari voucher perjalanan hingga tiket konser, semakin diminati. Teknologi juga memudahkan proses pembelian, dengan platform digital dan sertifikat elektronik yang memungkinkan pengiriman segera tanpa kontak fisik.

Kesadaran lingkungan memicu kebangkitan bojagi sebagai alternatif kertas sekali pakai. Produk berkelanjutan dan ramah lingkungan, termasuk barang daur ulang dan hasil kerajinan yang mendukung perdagangan adil, mendapatkan tempat di pasar hadiah Korea.

Beberapa benda membawa makna negatif dalam tradisi Korea. Alat tajam seperti pisau atau gunting dihindari karena melambangkan pemutusan hubungan. Sepatu dianggap membawa kesan bahwa penerima akan pergi jauh dari pemberi. Sementara saputangan dikaitkan dengan air mata dan kesedihan.

Ilustrasi jam tangan. Foto: Hunters Race (Unsplash)

Jam dan arloji dapat diartikan sebagai menghitung waktu sisa hidup, membuatnya tidak sesuai untuk diberikan kepada orang yang lebih tua. Apabila ingin memberikan dompet sebagai hadiah, dompet tersebut harus diisi uang, umumnya sebesar sepuluh ribu won, agar tidak menimbulkan kesan kekurangan rezeki.

Hadiah yang terdiri dari empat item juga dihindari karena bunyi dari “angka empat” mirip dengan kata “kematian” dalam bahasa Korea. Selain itu, tinta merah juga dilarang digunakan dalam menulis kartu atau alamat amplop, karena warna ini digunakan dalam catatan orang meninggal.

Dengan memahami aturan pemberian hadiah di Korea, baik dalam konteks tradisional, bisnis, maupun tren modern, pemberi dapat menunjukkan rasa hormat dengan cara yang tepat dan mempererat hubungan serta rasa percaya antara satu sama lain.