Yanbian, Wilayah Korea di Tanah Tiongkok

on in History
Area pertokoan di Yanji, Yanbian. Foto: Eddie Park (Korea Expose)

Prefektur Otonomi Korea Yanbian merupakan sebuah wilayah otonomi yang terletak di timur provinsi Jilin, Tiongkok. Yanbian berbatasan dengan provinsi Heilongjiang di sebelah utara, kota Baishan dan kota Jilin di barat, dengan negara Korea Utara provinsi Hamgyong Utara di selatan, dan dengan Krai Primorsky di Rusia di sebelah timur.

Selain lokasinya yang penting, Yanbian juga menjadi simbol dari perpaduan budaya. Prefektur ini secara khusus dijadikan sebagai daerah otonomi Korea karena jumlah penduduk Chaoxianzu yang cukup besar. Chaoxianzu sendiri merupakan bagian dari kelompok etnik Korea. Didirikan pada tahun 1952 dan ditingkatkan statusnya menjadi prefektur otonomi etnik pada tahun 1955, Yanbian terbagi menjadi enam munisipalitas dan dua kabupaten, dengan ibu kotanya berada di Yanji.

Masyarakat Korea di Yanbian tidak hanya mempertahankan warisan, adat istiadat, dan bahasa Korea dengan rasa bangga, tetapi juga menunjukkan patriotisme dan kebanggaan yang besar sebagai bagian dari Tiongkok. Kehadiran budaya Korea, Tiongkok, dan Rusia, menciptakan mosaik kebudayaan yang unik di Yanbian, menjadikannya lebih dari sekadar titik pertemuan secara geografis, tetapi juga titik temu beragam tradisi dan sejarah.

Sejarah Prefektur Otonomi Korea Yanbian terbagi menjadi beberapa fase penting, mencerminkan perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di wilayah ini.

Migrasi penduduk Korea menuju area yang kini dikenal sebagai Yanbian ini dimulai pada tahun 1880-an, dan mencapai puncaknya pada awal 1920-an. Perpindahan penduduk ini dipicu oleh beberapa faktor. Sebagian besar dari mereka adalah pelarian yang menghindari penindasan oleh kolonial Jepang di Semenanjung Korea, namun ada juga yang pindah karena tertarik dengan kesuburan tanah di Manchuria. Sekitar 80% pendatang berasal dari area yang kini menjadi bagian dari Korea Utara.

Selama Perang Saudara Tiongkok, sebagian besar orang Korea di wilayah ini mendukung komunis, hal ini membantu meningkatkan status mereka setelah tahun 1949. Mereka secara resmi diakui sebagai “minoritas nasionalitas” oleh pemerintah Tiongkok, yang menjadi langkah penting dalam sejarah Chaoxianzu di wilayah ini.

Pada tahun 1952, wilayah ini secara resmi dibentuk menjadi Prefektur Otonomi Korea, dengan bahasa Korea menjadi bahasa resmi yang digunakan bersamaan dengan bahasa Mandarin. Pada 3 September 1952, “Wilayah Otonomi Korea Yanbian” (Yanbian Chaoxianzu Zizhiqu) didirikan. Meskipun memiliki status sebagai “zizhiqu” (wilayah otonomi), Yanbian tetap berada di bawah subordinasi Provinsi Jilin.

Selama tahun 1952 hingga 1957, otonomi regional secara nyata diterapkan di Yanbian. Minoritas Korea mendapat dukungan kuat dalam berbagai otoritas Partai Komunis Tiongkok. Hal ini menandai sebuah langkah penting dalam pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak minoritas Korea di wilayah tersebut.

Pada tahun 1980-an, pemerintah Tiongkok mengesahkan Hukum tentang Otonomi Nasionalitas, yang mencakup Prefektur Otonomi Korea Yanbian. Hukum ini diterapkan pada bulan Juli 1985 dan dianggap sebagai langkah penting dalam meningkatkan otonomi wilayah tersebut. Lebih lanjut, Prefektur Otonomi Korea Yanbian mengesahkan regulasi tentang Otonomi Prefektur Otonomi Korea Yanbian pada tahun 2002, yang kemudian diamendemen pada tahun yang sama.

Hubungan ekonomi antara Yanbian dan Korea Selatan mengalami peningkatan yang signifikan dan membawa manfaat bagi komunitas lokal. Korea Selatan tidak hanya menjadi mitra dagang penting, tetapi juga menjadi sumber pengaruh kultural yang berarti. Banyak orang Korea Selatan tertarik untuk mengunjungi Yanbian, tempat berlangsungnya banyak peristiwa penting dalam sejarah Korea, dan mereka terpesona dengan adanya “Little Korea” di luar negeri.

Yanji, ibu kota prefektur Yanbian, telah mengalami pertumbuhan di sektor pariwisata. Terdapat sejumlah hotel baru yang dibangun dalam beberapa tahun terakhir, yang selalu penuh selama musim wisata. Selain itu, Universitas Yanji menarik sekitar 500 mahasiswa asing, yang mana sebagian besar muridnya berasal dari Korea Selatan. Ini menunjukkan pertukaran pendidikan dan budaya yang kuat antara dua wilayah ini.

Universitas Yanbian, Yanji. Foto: EditQ

Banyak penduduk Yanbian telah melakukan perjalanan ke Korea Selatan. Menurut Layanan Imigrasi Korea Selatan, pada akhir tahun 2006, sekitar 236.000 etnik Korea dari Tiongkok tinggal di Korea Selatan dalam jangka panjang atau secara permanen. Ini berarti satu dari sembilan orang Yanbian bekerja, belajar, atau berbisnis di Korea Selatan. Kemahiran mereka dalam berbahasa Korea tentu membantu dalam menemukan pekerjaan.

Kunjungan ke Seoul sering menimbulkan perasaan ambigu terhadap Korea Selatan. Di satu sisi, etnik Korea di Yanbian bangga dengan negara yang kuat dan sukses secara ekonomi. Namun, sebagian besar dari mereka berakhir dengan melakukan pekerjaan kasar di Seoul yang dikenal sebagai “3D” (kotor, sulit, berbahaya). Mereka sering kali bekerja untuk pengusaha skala kecil yang tidak dapat diandalkan, sehingga pembayaran yang tertunda dan janji yang tidak ditepati menjadi cukup umum. Mereka juga mengalami diskriminasi halus dan berada di dasar hierarki sosial di Korea Selatan.

Pengalaman ini memperkuat identitas terpisah mereka sebagai etnik Korea yang tinggal di masyarakat yang berbeda selama beberapa dekade. Seperti dikomentari oleh seorang mahasiswa PhD Yanbian di Seoul, yang berkata “Saya tidak mengatakan bahwa kami lebih baik dari orang Korea di Korea Selatan. Tetapi kami berbeda. Semakin lama saya tinggal di sini, semakin saya merasakan hal itu. Saya adalah orang Tionghoa. Dari keturunan Korea, dan sangat tertarik dengan hal-hal Korea, tetapi tetap orang Tionghoa.”

Warga etnis Korea yang lebih terdidik sering meninggalkan Yanbian dan pindah ke wilayah lain di Tiongkok untuk mengambil pekerjaan sebagai mandor atau manajer tingkat rendah di perusahaan yang dimiliki Korea. Kemampuan mereka untuk berkomunikasi dalam dua bahasa dan keakraban dengan dua budaya menjadikan mereka perantara yang ideal. Ini menjadi salah satu sumber penghasilan yang baik. Lulusan sekolah menengah atas dapat berharap menerima gaji bulanan sekitar 2000 yuan di Yanbian, sementara sebagai pengawas di pabrik Korea, mereka mungkin bisa mendapatkan 4000 yuan atau lebih. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengalaman bekerja bersama pengusaha Korea Selatan kadang-kadang membuat pekerja etnik Korea agak kurang harmonis dengan majikan mereka dan lebih memperkuat identitas mereka sebagai warga Tionghoa.

Krisis lain yang dihadapi adalah tingkat kelahiran rendah di antara etnik Korea. Tingkat kelahiran orang Korea selalu lebih rendah daripada orang Tionghoa Han, meskipun sebagai minoritas etnis, mereka dikecualikan dari kebijakan “satu anak”. Pada tahun 2000, rata-rata wanita Korea di Yanbian memiliki angka kelahiran sebesar 1,01 dalam hidupnya.

Yanbian, sebagai Prefektur Otonomi Korea di timur laut Tiongkok, telah menunjukkan bagaimana interaksi antarbudaya dapat membentuk sebuah komunitas yang unik. Wilayah ini bukan hanya sekedar titik pertemuan geografis antara Korea dan Tiongkok saja, tetapi juga menjadi simbol integrasi, adaptasi, dan koeksistensi budaya.

Pertumbuhan hubungan ekonomi dan kultural dengan Korea Selatan telah membawa banyak keuntungan bagi penduduk Yanbian, menciptakan peluang baru dalam pendidikan, pariwisata, dan pekerjaan. Namun, tantangan juga muncul, terutama dalam bentuk diskriminasi dan perjuangan identitas, menandai perbedaan yang tajam antara pengalaman hidup etnik Korea di Yanbian dengan mereka yang berada di Korea Selatan.

Pengalaman berinteraksi dan bekerja dengan orang Korea Selatan telah memperkuat kesadaran identitas etnik Korea di Yanbian sebagai bagian integral dari Tiongkok, dengan keunikan yang membedakan mereka dari saudara-saudara mereka di Semenanjung Korea. Hal ini menunjukkan bahwa identitas tidaklah statis, tetapi terus berkembang seiring interaksi sosial dan politik.

Yanbian juga mewakili fenomena global yang lebih luas di mana komunitas minoritas berusaha untuk mempertahankan keunikan budaya mereka dalam konteks negara dan dunia yang terus berubah. Kisah mereka adalah kisah tentang ketahanan, adaptasi, dan peneguhan identitas di tengah perubahan sosial dan ekonomi.

Yanbian akan terus menjadi subjek yang menarik bagi studi sosial, politik, dan ekonomi. Sebagai jembatan antara dua kekuatan budaya dan ekonomi di Asia Timur, wilayah ini tidak hanya penting bagi Tiongkok dan Korea, tetapi juga bagi pemahaman global tentang bagaimana komunitas-komunitas lintas budaya berinteraksi dan berkembang.