Teknik Memasak Kuliner Korea

on in Food
Ojingo-jeot, salah satu jenis jeotgal. Foto: Hyeon-Jeong Suk

Keragaman dan keunikan masakan Korea tidak lepas dari teknik memasak yang dikembangkan secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Dipengaruhi oleh filosofi dan kepercayaan yang dianut, teknik memasak kuliner Korea menekankan upaya untuk memanfaatkan bahan makanan secara maksimal serta mengombinasikan berbagai metode pengolahan.

Salah satu prinsip penting dalam budaya kuliner Korea adalah tidak membuang-buang makanan, sesuai dengan ajaran Konfusianisme. Dalam konteks pengolahan daging, hal ini diwujudkan dengan memanfaatkan seluruh bagian hewan, mulai dari kepala hingga kaki. Sehingga, tidak ada satu pun bagian yang terbuang sia-sia.

Kepala hewan dapat diolah menjadi kaldu sup yang gurih atau direbus bersama sayuran. Daging dari berbagai bagian tubuh dapat dipanggang, digulai, dimasak dengan bumbu pedas, atau disajikan mentah sebagai sashimi. Bahkan tulang dan jeroan seperti babat juga tidak disia-siakan, melainkan diolah dengan teknik memasak tertentu.

Untuk mengolah setiap bagian hewan dengan baik, masyarakat Korea mengembangkan beragam teknik memasak seperti memanggang (gui), mengukus (jimu), merebus (jorimu), mengawetkan atau mengasami (jeongol), dan menyajikan mentah (hwe). Keragaman teknik ini memungkinkan setiap bagian hewan diolah sesuai karakteristiknya masing-masing.

Daging yang lebih keras seperti tunjang kaki dapat dimasak dalam waktu lama dengan teknik mengukus atau merebus agar menjadi lunak. Sementara bagian daging yang lebih empuk dapat dipanggang atau diasinkan. Jeroan seperti usus dan babat biasanya dimasak dengan cara direbus atau dikukus terlebih dulu sebelum dimasak dengan bumbu yang kuat.

Dalam filosofi tradisional Korea, terdapat kepercayaan bahwa kesehatan dapat dicapai dengan menyeimbangkan lima unsur alam yaitu api (merah), kayu (hijau), tanah (kuning/oranye), logam (putih), dan air (hitam). Konsep ini diwujudkan dalam masakan dengan mencampurkan sayuran dengan warna berbeda-beda yang melambangkan kelima unsur tersebut.

Wortel (oranye) mewakili unsur tanah, bayam (hijau) mewakili unsur kayu, bawang putih (putih) mewakili unsur logam, lobak hitam mewakili unsur air, dan cabai merah mewakili unsur api. Penggunaan sayuran yang beragam warna ini membuat masakan Korea tampak segar, menarik, dan dipercaya membawa keseimbangan pada tubuh.

Tingginya konsumsi sayuran dalam masakan Korea juga melahirkan beragam jenis saus dan bumbu pelengkap yang khas. Salah satunya adalah namuru, semacam saus atau dressing yang terbuat dari minyak wijen sebagai bahan utama dan ditambah bahan lain seperti bawang, kecap, cuka, dan lain-lain.

Korea juga memiliki saus gochujang yang terbuat dari bubuk cabai, kedelai fermentasi, garam, dan rempah-rempah. Saus pedas dan kaya rasa ini kerap disajikan sebagai pendamping untuk memasak atau cocolan makanan seperti daging panggang. Keberagaman saus dan bumbu ini memperkaya cita rasa dan penampilan masakan Korea yang kaya akan sayuran segar dengan warna dan tekstur beragam.

Korea yang kaya akan makanan awetan seperti kimchi dan jeotgal (makanan laut fermentasi) juga melahirkan teknik pengawetan bahan makanan yang unik. Sebelum adanya teknologi pendingin modern, masyarakat Korea menggunakan metode penggaraman dan fermentasi untuk mengawetkan bahan makanan agar dapat disimpan lebih lama.

Sayuran seperti kubis, lobak, dan berbagai jenis rumput laut diasinkan terlebih dahulu sebelum difermentasi dalam proses pembuatan kimchi. Sementara itu, ikan dan makanan laut diasinkan atau difermentasi untuk menghasilkan jeotgal dengan rasa yang khas.

Teknik pengeringan juga lazim digunakan untuk mengawetkan bahan makanan seperti daging, ikan, dan sayuran. Pengeringan dilakukan dengan cara menjemur bahan makanan di bawah sinar matahari atau dikeringkan dengan menggunakan tungku khusus.

Daging yang dikeringkan akan menjadi lebih awet dan memiliki tekstur kenyal yang kemudian dapat dimasak dengan berbagai cara seperti digoreng, ditumis, atau dicampur dalam sup. Sayuran yang dikeringkan seperti cabai dan bawang putih juga menjadi awet dan dapat digunakan sebagai bumbu masakan sepanjang tahun.

Salah satu keunikan cita rasa masakan Korea adalah kombinasi rasa pedas, asin, asam, dan gurih yang seimbang dalam satu hidangan. Rasa pedas diperoleh dari cabai merah dan saus gochujang, rasa asin dari garam dan saus fermentasi, rasa asam dari cuka dan beragam sayuran awetan, serta rasa gurih dari daging, kaldu, dan minyak wijen.

Perpaduan rasa-rasa ini menciptakan dimensi cita rasa yang kompleks dan menarik. Rasa pedas yang kuat diimbangi dengan rasa asin dan asam yang menyegarkan, sementara rasa gurih memberi kelegitan pada masakan. Selain perpaduan rasa, masakan Korea juga memadukan berbagai tekstur mulai dari lembut, kenyal, hingga renyah dalam satu hidangan. Sup yang disajikan bersama sayuran asin renyah, daging olahan bertekstur kenyal, serta nasi yang lembut memberikan pengalaman menikmati ragam tekstur dalam satu suapan.

Keseimbangan rasa dan paduan tekstur inilah yang membuat masakan Korea terasa penuh dan menggugah selera. Hal ini merupakan hasil dari penguasaan teknik memasak yang matang serta pemilihan bahan dan bumbu yang cermat.

Teknik memasak dalam budaya kuliner Korea sangat beragam dan dikembangkan dengan tujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan bahan makanan serta menciptakan masakan yang seimbang dalam rasa dan tekstur. Warisan kuliner ini merupakan perwujudan dari filosofi dan kepercayaan akan keseimbangan alam yang harus dicerminkan dalam makanan.