Tahun Naga dalam Budaya Korea

on in Culture
Tahun Naga Kayu. Foto: Lifestyle Asia

Di Korea, tahun shio naga dipandang sebagai simbol kekuatan, otoritas, keberhasilan, dan keberuntungan. Ini menjadi bagian penting dari shio Korea, di mana naga menempati posisi kelima dari dua belas hewan zodiak. Menurut kepercayaan, mereka yang lahir di tahun naga dipercaya memiliki kesehatan yang baik, energik, berani, sensitif, dan dapat dipercaya. Karakter-karakter ini mencerminkan nilai-nilai budaya Korea yang kaya dan mendalam.

Sifat-sifat tersebut bukan hanya sekedar ciri kepribadian, tetapi juga menunjukkan sikap yang menolak pengejaran kekayaan atau sanjungan yang berlebihan, mudah marah, keras kepala, atau pun sifat temperamental. Hal ini menunjukkan kompleksitas karakter yang dihargai dalam budaya Korea. Sebagai penjaga keberuntungan dalam kehidupan sehari-hari, naga juga merupakan simbol perubahan, perlindungan, dan kekuatan, yang mana lahir dari keinginan orang Korea untuk mencapai nilai tertinggi dan keberuntungan.

Menariknya, tahun 2024 disebut sebagai tahun Naga Biru, atau “gapjin,” dalam siklus 60 tahunan, yang didasarkan pada 10 batang langit. Waktu ini dianggap istimewa dan membawa makna yang mendalam pada kebudayaan dan kepercayaan Korea. Naga bukan hanya sekadar simbol dalam kalender, tetapi juga wujud dari keberanian, keunikan, dan harapan dalam budaya Korea.

Baca juga: Memahami Seollal: Budaya Tahun Baru Lunar Korea

Shio naga memiliki keistimewaan tersendiri sebagai satu-satunya entitas yang berasal dari mitologi di antara 12 tanda zodiak Tionghoa. Tahun 2024 ini, yang diwakili oleh naga yang tangguh, dipercaya sebagai waktu yang penuh keajaiban dan pemenuhan aspirasi yang telah lama dinantikan.

Sebagai simbol kekuatan, otoritas, dan keberhasilan, naga memiliki tempat khusus dalam budaya Asia Timur. Berbeda dengan naga Barat yang seringkali dipandang sebagai makhluk buas yang tinggal di gua, naga Asia memiliki status suci dan diyakini dapat mengendalikan cuaca.

Secara historis, sosok naga memiliki peran penting dalam budaya Asia Timur, terutama dalam masyarakat agraris. Naga muncul sebagai simbol kerajaan, dengan kaisar sering menghiasi pakaian mereka dengan motif naga yang rumit, yang menjadi simbol kemewahan, kemakmuran, dan kekuasaan.

Direktur Museum Gahoe, Yoon Yeol-su, menekankan citra megah dari naga. “Karakteristiknya sebagai hewan imajiner — dengan kemegahan penampilannya dan kemampuannya mengendalikan air — naga sering digambarkan sebagai makhluk hebat, namun misterius, seperti pahlawan atau raja,” ujar Yoon.

Khususnya di Korea, naga, yang dikenal sebagai “yong,” telah lama dihormati dengan cara yang unik sejak zaman dulu, tercermin dalam pepatah seperti “awan mengikuti badai dan naga mengikuti awan.” Para leluhur Korea sering memanggil naga ketika berdoa, seperti untuk meminta hujan, tangkapan ikan yang melimpah, dan keselamatan saat berlayar.

Rasa hormat terhadap naga ini meluas ke dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga kekuatan spiritual naga tetap dekat dengan penduduk. Motif naga juga diintegrasikan ke dalam pakaian, arsitektur, dan keramik, menandakan keinginan akan kesuksesan dan perlindungan.

Untuk menangkal ancaman kebakaran, mereka mengintegrasikan elemen-elemen berbentuk naga ke dalam langit-langit dan atap sebagai fitur dekoratif. Lukisan naga juga dipasang di gerbang untuk menangkal kesialan. Bahkan alat-alat tulis seperti kuas dan blok tinta dihiasi dengan motif naga, mencerminkan keinginan akan pencapaian.

Dalam siklus ganzhi, atau seksagesimal, yang disimbolkan dengan 10 batang langit dan 12 cabang bumi, tahun 2024 adalah tahun dari Naga Kayu. Batang kayu dalam siklus ini diasosiasikan dengan warna biru, membuat 2024 juga dikenal sebagai tahun Naga Biru. Koneksi ini menjadi inspirasi di balik lonjakan produk bertema naga biru untuk perayaan tahun baru imlek.

Dalam budaya Korea, naga biru menempati posisi khusus, terlihat dari asosiasinya dengan roller coaster pertama dari negara tersebut. Dikenal sebagai Kereta Naga Biru, roller coaster ini mulai menghibur pengunjung di Taman Anak-anak Grand Seoul pada 5 Mei 1973, hingga akhirnya dipensiunkan pada tahun 2012.

“Cheongnyong,” istilah Korea untuk naga biru, terkenal digunakan sebagai nama untuk klub bisbol Blue Dragons MBC. Meskipun sudah tidak lagi eksis, tim ini menjadi salah satu tim asli Organisasi Bisbol Korea pada tahun 1982 yang kemudian berkembang menjadi LG Twins.

Kecintaan mendalam Korea terhadap naga menyebar ke berbagai lokasi di seluruh negeri. Menurut statistik tahun 2021 dari Institut Informasi Geografis Nasional, naga adalah hewan shio paling populer untuk nama lokasi di Korea Selatan. Contohnya termasuk Distrik Yongsan di Seoul, Gunung Yongdu di Busan, dan Batu Yongdu di Pulau Jeju.

Yongduam Rock, Jeju. Foto: Visit Korea

Tahun Naga dalam budaya Korea telah melampaui perannya sebagai bagian dari kalender shio saja, tetapi juga menunjukkan betapa dalam dan luas pengaruhnya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari sejarah, mitologi, hingga budaya populer modern.

Tahun Naga telah menjadi medium yang menyatukan berbagai elemen budaya dan sejarah Korea. Melalui perayaan, seni, dan kepercayaan yang berkaitan dengan naga, kita dapat melihat bagaimana sejarah dan tradisi Korea dilestarikan dan dihormati, sekaligus diadaptasi dan diperbaharui untuk generasi masa kini.

Lebih dari itu, naga bukan hanya simbol dari masa lalu, ia juga merupakan sumber inspirasi dan harapan. Dalam konteks modern, Tahun Naga menjadi waktu untuk merenungkan kekuatan, keberanian, dan aspirasi. Ini adalah periode dimana orang-orang terinspirasi untuk mengejar impian mereka dengan keberanian dan kekuatan yang sama seperti naga.

Tahun Naga juga mengajarkan tentang pentingnya memelihara dan menghargai warisan budaya. Menghidupkan dan merayakan simbol-simbol seperti naga berguna untuk menjaga tradisi tetap hidup dan budaya untuk dapat berkembang dan tetap relevan di tengah perubahan zaman di Korea.