Taekwondo: Seni Bela Diri Korea yang Mendunia

on in Explore Korea
Pertandingan Cabang Olahraga Taekwondo, Summer Olympics 2016. Foto: Wikipedia.

Taekwondo bukan hanya sekedar seni bela diri, tetapi juga cerminan dari warisan budaya Korea yang kaya. Seni bela diri ini telah dikenal di seluruh dunia, menggabungkan kekuatan fisik, ketangkasan mental, dan filosofi spiritual. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi sejarah, filosofi, dan pengaruh taekwondo, baik sebagai seni bela diri maupun sebagai olahraga kompetitif yang mendunia. Taekwondo tidak hanya mengajarkan keterampilan dalam bela diri, tetapi juga menanamkan nilai-nilai seperti hormat, kesabaran, dan keteguhan hati, mencerminkan kedalaman budaya Korea yang telah bertahan selama berabad-abad.

Taekwondo memiliki akar sejarah yang mendalam di Korea, dengan bukti-bukti awal yang dapat dilacak kembali ke zaman Tiga Kerajaan Korea (37 SM – 668 M). Mural di makam kuno, seperti di Anak Tomb No.3 dari Goguryeo, menunjukkan gambaran para pejuang yang melakukan teknik yang mirip dengan gerakan taekwondo. Seni bela diri ini awalnya dikembangkan sebagai metode pertarungan tanpa senjata oleh para prajurit elit, yang dikenal sebagai “Hwarang” di Silla, salah satu dari Tiga Kerajaan pada masa itu.

Selama periode Joseon (1392-1910), taekwondo mengalami pergeseran fokus, awalnya digunakan untuk keperluan militer menjadi bentuk latihan fisik dan mental. Buku-buku kemiliteran seperti “Muye Dobo Tongji” menjelaskan berbagai teknik bela diri, termasuk yang kemudian menjadi dasar dari taekwondo modern. Pada masa ini, taekwondo tidak hanya menjadi alat pertahanan diri tetapi juga cara untuk mengembangkan karakter, mempromosikan kedisiplinan dan hormat kepada orang lain.

Setelah periode penjajahan Jepang pada awal abad ke-20, taekwondo mengalami fase modernisasi. Saat pembebasan Korea pada tahun 1945, berbagai sekolah seni bela diri yang disebut “Kwan” muncul di seluruh Korea. Setiap “Kwan” memiliki gayanya sendiri, tetapi pada tahun 1955, usaha untuk menyatukan berbagai gaya ini dimulai, dan istilah “Taekwondo” secara resmi diadopsi. Penyatuan ini tidak hanya penting untuk standardisasi teknik, tetapi juga untuk memperkuat identitas nasional Korea.

Taekwondo mendapat pengakuan internasional pada tahun 1970-an. Organisasi seperti World Taekwondo Federation (WTF) dan International Taekwon-Do Federation (ITF) didirikan untuk mengatur kompetisi dan mempromosikan taekwondo ke berbagai negara. Puncaknya adalah pada Olimpiade 1988 di Seoul, di mana taekwondo diperkenalkan sebagai olahraga demonstrasi, dan pada tahun 2000, taekwondo resmi menjadi cabang olahraga Olimpiade di Sydney. Saat ini, taekwondo dipraktikkan oleh jutaan orang di seluruh dunia, menjadikannya salah satu seni bela diri paling populer dan diakui secara global.

Sejarah taekwondo mencerminkan evolusi dari teknik bertarung menjadi seni yang mengedepankan keseimbangan antara kekuatan fisik dan pengembangan karakter. Melalui perjalanan panjangnya, taekwondo telah menjadi jendela bagi dunia untuk memahami dan mengapresiasi kekayaan budaya Korea, sambil mempertahankan esensinya sebagai seni bela diri yang kuat dan dinamis.

Filosofi taekwondo berakar pada konsep-konsep Konfusianisme dan Buddhisme, memadukan kekuatan fisik dengan kebijaksanaan spiritual. Inti dari filosofi ini adalah harmoni dan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan semangat. Taekwondo menekankan lima nilai utama, yaitu:

  1. Ye-ui (Kesopanan): Mengajarkan pentingnya menghormati orang lain, terutama guru dan senior, serta menghargai setiap aspek kehidupan.
  2. Yom-chi (Integritas): Mengembangkan karakter yang jujur dan etis, menjauhkan diri dari tindakan yang tidak terhormat atau tidak adil.
  3. In-nae (Ketekunan): Mendorong kegigihan dan ketahanan dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.
  4. Guk-gi (Pengendalian Diri): Mengontrol emosi dan tindakan, latihan yang penting dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Baekjul Boolgool (Semangat Tak Terkalahkan): Memelihara keberanian untuk berdiri melawan ketidakadilan dan penindasan.

Filosofi ini menjadikan taekwondo lebih dari sekedar olahraga, tetapi juga menjadi cara hidup yang mengajarkan bagaimana menjadi individu yang bertanggung jawab dan seimbang secara fisik dan mental.

Dojang, tempat latihan untuk taekwondo. Foto: Wikipedia.

Sebagai olahraga, bela diri taekwondo dikenal dengan kecepatan dan ketepatan teknik tendangan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, taekwondo diakui oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan pertama kali diperkenalkan sebagai olahraga demonstrasi di Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul, Korea Selatan. Pada Olimpiade Sydney 2000, Taekwondo menjadi cabang olahraga resmi. Olahraga ini mengutamakan aspek-aspek sebagai berikut:

  • Teknik dan Taktik: Taekwondo melibatkan berbagai teknik tendangan, pukulan, dan teknik menangkis serangan. Strategi dan taktik berperan penting dalam kompetisi.
  • Kategori Pertandingan: Dibagi berdasarkan kelas berat, memberikan kesempatan yang adil bagi semua atlet.
  • Peraturan dan Skor: Peraturan taekwondo menekankan pada keselamatan atlet, bertanding secara fair, dan teknik yang benar. Skor diberikan untuk teknik tendangan dan pukulan yang akurat dan efektif.

Popularitas taekwondo sebagai olahraga terus meningkat, dengan komunitas dan asosiasi yang tersebar di seluruh dunia. Selain menjadi seni bela diri, taekwondo juga menjadi manifestasi dari filosofi hidup yang kaya, mengajarkan prinsip-prinsip moral, dan pelatihan untuk fisik serta mental.

Taekwondo telah menarik jutaan praktisi di seluruh dunia, mendemonstrasikan daya tarik universalnya. Olahraga ini tidak hanya mempromosikan kesehatan fisik, tetapi juga mengembangkan karakter, menumbuhkan rasa hormat dan integritas mental.

Dengan sejarahnya yang panjang dan pengaruhnya yang luas, taekwondo telah menjadi salah satu cara untuk mengenal dan menghargai budaya Korea. Ini juga menjadi bukti bahwa olahraga dapat menjadi medium yang kuat dalam menjembatani budaya dan membangun pengertian antar bangsa.