Syamanisme Korea: Kepercayaan dan Evolusi

on in Culture
Mudang tengah melaksanakan ritual. Foto: Republic of Korea Ministry of Culture, Sports and Tourism Cultural Heritage Administration

Syamanisme di Korea merupakan sebuah sistem kepercayaan yang telah dipraktikkan sejak zaman prasejarah hingga era modern. Kepercayaan ini berakar pada budaya Asia timur laut dan Arktik, di mana individu yang mengaku sebagai praktisi dianggap mampu menghubungi dan mempengaruhi dunia roh.

Syamanisme didasarkan pada keyakinan adanya dunia lain di luar dunia nyata yang kita huni, dihuni oleh entitas baik dan buruk yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Syamanisme di Korea sering kali merupakan gabungan dari elemen animisme, di mana fitur alami seperti pohon, gunung, batu, dan sungai dipercaya memiliki roh mereka sendiri. Bersamaan dengan itu, ide tentang geomansi—di mana penempatan rumah, kuil, dan kuburan dipertimbangkan dengan cermat untuk memanfaatkan lokasi tempat tinggal roh dan kekuatan hidup dengan sebaik mungkin—juga sangat berpengaruh.

Para syaman, yang disebut mudang dalam bahasa Korea, dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan dan kemampuan untuk memberikan efek positif pada tubuh, seperti kesuburan. Syaman perempuan lebih umum daripada syaman laki-laki, dan jumlah mudang jauh lebih banyak dibandingkan dengan profesi lain yang diizinkan untuk dijalani oleh wanita pada saat itu.

Para syaman tidak memiliki tempat atau kuil khusus untuk mempraktikkan kemampuan mereka, namun melakukan praktik mereka di mana saja mereka dibutuhkan. Meskipun begitu, beberapa tempat suci syaman memang ada, seperti yang berada di area gunung yang didedikasikan untuk Sanshin, atau Dewa Gunung.

Syaman tidak berafiliasi dengan badan atau tanggung jawab religius tertentu, dan orang-orang yang mempercayai mereka menggunakan jasa syaman dengan kesadaran penuh akan risikonya. Namun, banyak orang tetap mempercayai kemampuan para syaman untuk bertindak sebagai medium antara dunia ini dengan alam roh.

Syamanisme Korea mempertahankan serangkaian ritual unik dari masa lampau. Ritual-ritual ini meliputi:

  1. Gut (굿): Gut merupakan ritual yang bisa dilakukan baik di secara individu maupun dengan grup untuk meminta perlindungan, berkah, dan lainnya. Ritual ini dapat dilakukan di berbagai lokasi, termasuk di rumah dan lingkungan alami. Gut dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti berdoa untuk umur panjang, keberuntungan, penyembuhan, dan pemulihan bagi mereka yang terkena “penyakit spiritual” (shinbyeong).
  2. Gosa: Gosa adalah ritual yang dapat dilakukan dengan atau tanpa syaman. Ritual ini dilakukan ketika seseorang akan memulai sesuatu yang baru, seperti pekerjaan, melakukan pembelian penting, atau memulai usaha baru.
  3. Divinasi: Praktik divinasi umum dilakukan dalam Syamanisme Korea. Divinasi bisa menggunakan berbagai metode, seperti memilih bendera sutra berwarna atau melakukan gaya divinasi mugŏri, dengan cara menaburkan beras dan koin ke atas nampan. Interpretasi hasilnya dapat memberikan bimbingan atau wawasan untuk individu tertentu.
  4. Produksi Talisman (Jimat): Mudang juga dapat membuat jimat yang disebut pujŏk (bujeok) yang dianggap dapat memberikan perlindungan dan berkah. Jimat-jimat ini seringkali berbasis Hanja, versi Korea dari ideogram Tionghoa, dan dapat dibagikan kepada peserta di akhir upacara. Klien seringkali menempelkan jimat ini di dinding dalam rumah untuk perlindungan.
  5. Ritual ‘Kesurupan’: Selama ritual, syaman dapat berdandan sebagai mushindo (dewa atau roh penjaga) mereka, dan memasuki keadaan trance, mengambil alih tubuh syaman. Syaman kemudian akan menyanyi dan menari sambil memegang barang-barang yang berakitan dengan ritual, seperti lonceng kecil dan pedang.

Ritual-ritual ini sering dilakukan untuk mencari perlindungan, berkah, penyembuhan, dan petunjuk dari dunia roh dan merupakan bagian integral dari Syamanisme Korea.

Syamanisme Korea telah mengalami evolusi yang panjang, beradaptasi dengan zaman dan menyerap berbagai pengaruh sepanjang sejarahnya. Di tengah interaksi dengan Buddhisme, syamanisme Korea tidak hanya melakukan ritual di kuil-kuil Buddha, tetapi juga mengintegrasikan dewa-dewa Buddha ke dalam panteon mereka, menciptakan sinergi spiritual yang unik.

Selain itu, sinkretisme dengan Konfusianisme dan Taoisme menambah kompleksitas pada praktik syamanistik, memadukan kebijaksanaan dan ritual dari kedua pemahaman ini. Transformasi ini terus berlanjut seiring berpindahnya masyarakat dari agraris ke industri, mendorong para syaman untuk menyesuaikan praktik mereka dengan kebutuhan zaman modern, termasuk menyediakan layanan secara online dan mendampingi dalam pengambilan keputusan penting.

Pengakuan pemerintah Korea Selatan terhadap syamanisme sebagai bagian penting dari warisan budaya menandai langkah penting dalam pelestarian praktik ini. Pemerintah berusaha mendokumentasikan dan mempromosikan ritual syamanistik sebagai aset budaya takbenda. Sementara itu, di Korea Utara, meskipun ada upaya untuk menghapuskan praktik tersebut, syamanisme tetap bertahan, menunjukkan ketahanannya dan kedalamannya yang berakar dalam budaya Korea.

Dalam masyarakat kontemporer, media sosial telah berperan signifikan dalam evolusi dan modernisasi Syamanisme Korea. Banyak syaman di Korea kini memanfaatkan internet, mendirikan situs web komersial dan menawarkan layanan peramalan online.

Ledakan internet di Korea Selatan pun telah membantu mengembangkan layanan syamanistik online manjadi semakin populer di kalangan generasi muda. Selain itu, platform media sosial juga memungkinkan para syaman di Korea untuk membina hubungan dengan praktisi syamanistik lainnya.

Syamanisme di Korea merupakan sistem kepercayaan yang telah dipraktikkan sejak zaman prasejarah hingga era modern. Syamanisme Korea telah berevoluasi, menyerap pengaruh Buddhisme, Konfusianisme, dan Taoisme, serta menyesuaikan diri dengan zaman modern melalui layanan online.