Sejarah Budae Jjigae (+Resep)

on in Food
Budae jjigae. Foto: T. Tseng (Wikipedia)

Budae jjigae, atau “army base stew,” adalah hidangan fusion Korea yang muncul pada akhir Perang Korea. Hidangan ini menggabungkan bahan-bahan surplus dari militer Amerika seperti Spam dan hot dog dengan cita rasa dan bahan tradisional Korea.

Budae jjigae muncul pada awal 1960-an sebagai solusi kreatif terhadap kelangkaan bahan pangan di Korea Selatan pasca perang. Dengan kemiskinan yang meluas dan kekurangan daging, rakyat Korea mencari bahan makanan surplus dari pangkalan militer AS, sering kali dengan mengais makanan olahan Amerika yang dibuang. Mereka menggabungkan bahan-bahan asing seperti Spam, hot dog, dan kacang kalengan dengan bahan tradisional Korea seperti kimchi, gochujang, dan mi instan untuk menciptakan sup yang mengenyangkan.

Nama hidangan ini, yang berarti “army base stew,” mencerminkan asal-usulnya di kota-kota yang terletak berdekatan dengan instalasi militer Amerika seperti Uijeongbu, Pyeongtaek, dan Munsan. Meskipun awalnya dianggap memalukan karena asosiasinya dengan intervensi AS, budae jjigae secara bertahap berubah menjadi hidangan yang dicintai, terutama di kalangan mahasiswa.

Saat Perang Korea berlangsung, Amerika Serikat mendirikan banyak pangkalan militer di seluruh Korea Selatan untuk mendukung operasi dan mempertahankan kehadiran strategis. Camp Carroll, yang terletak di Waegwan, sekitar 20 km dari Daegu, berfungsi sebagai pusat penyimpanan suplai utama untuk operasi militer AS di Semenanjung Korea dan Timur Jauh sejak akhir 1950-an. Pangkalan ini juga berdampak signifikan pada komunitas lokal, terlihat dari perkembangan bisnis layanan yang mulai melayani personel Amerika dan Filipina di sekitar Camp Carroll.

Sup ini biasanya menggabungkan Spam, hot dog, dan kacang panggang kalengan dari ransum militer AS dengan bahan pokok Korea seperti kimchi, gochugaru (bubuk cabai merah), dan mi ramyeon. Kombinasi daging kalengan Amerika dan bumbu Korea menghasilkan cita rasa yang kaya dan kompleks, menjadikan budae jjigae sebagai salah satu hidangan populer dalam masakan Korea modern, melampaui asal-usulnya yang sederhana sebagai makanan untuk bertahan hidup di masa sulit.

Selain budae jjigae, terdapat inovasi kuliner lain yang muncul pada periode pasca-Perang Korea. Contohnya adalah “kkulkkuri-juk,” pendahulu budae jjigae. Hidangan ini dibuat dari sisa makanan yang dikumpulkan dari pangkalan militer AS, sering kali terdiri dari sisa daging dan sayuran yang dicampur menjadi bubur nasi. Popularitas Spam di Korea juga menjadi pemicu dari penggunaan produk ini dalam berbagai hidangan tradisional, seperti nasi goreng kimchi dengan Spam.

Penggunaan luas makanan kalengan Amerika dalam masakan Korea pada waktu itu juga melahirkan hidangan seperti “Johnson-tang,” varian budae jjigae yang dinamai menurut Presiden AS Lyndon B. Johnson, yang memiliki metode persiapan dan bahan yang khas. Hidangan-hidangan fusion ini mencerminkan kemampuan rakyat Korea dalam beradaptasi dengan kelangkaan bahan makanan.

Seiring berkembangnya ekonomi Korea Selatan, budae jjigae beralih dari makanan di masa sulit menjadi hidangan populer yang menghangatkan, terutama di kalangan mahasiswa dan pekerja pabrik yang mencari makanan terjangkau yang juga mengenyangkan. Bahkan, budae jjigae juga ditampilkan dalam Panduan Michelin sebagai hidangan “wajib coba” bagi turis yang berkunjung ke Korea Selatan.

Budae jjigae telah mendapatkan popularitas internasional di luar Korea Selatan. Di Amerika Serikat, hidangan ini disajikan di restoran Korea di berbagai kota seperti Portland, Oregon dan New York City. Hidangan ini juga menyebar ke negara-negara Asia lainnya, dengan restoran di Beijing, Tiongkok, dan Jepang menawarkan versi mereka sendiri.

Namun, di negara-negara Muslim hidangan ini lebih sulit diterima karena budae jjigae tradisional mengandung produk babi seperti Spam dan hot dog, yang tidak halal. Untuk memenuhi permintaan konsumen Muslim, beberapa restoran dan koki rumahan telah mengadaptasi resep dengan menggunakan sosis sapi atau ayam sebagai alternatif.

Versi halal ini mempertahankan esensi budae jjigae sambil menghormati hukum Islam. Selain itu, adaptasi vegetarian pun telah muncul, menggantikan daging dengan protein nabati dan menggunakan kaldu sayuran, menjadikan hidangan ini dapat dinikmati oleh semua orang dari berbagai kalangan. Adaptasi ini menunjukkan fleksibilitas budae jjigae dan kemampuannya untuk berkembang sesuai dengan konteks budaya dan agama yang berbeda sambil mempertahankan daya tarik utamanya sebagai sup yang mengenyangkan.

Bahan-bahan:

  • 300 gram daging sapi, potong tipis
  • 200 gram daging ayam, potong tipis
  • 200 gram sosis halal, iris tipis
  • 200 gram seafood (udang, cumi, atau bakso ikan), potong-potong
  • 300 gram kimchi, potong-potong
  • 200 gram tahu putih, potong dadu
  • 1 bongkol bok choy, potong-potong
  • 300 gram sawi putih, iris tipis
  • 2 batang daun bawang, iris tipis
  • 2 siung bawang putih, cincang halus
  • 1 sdm jahe parut
  • 2 sdm gochujang (pasta cabai Korea)
  • 1 sdm gochugaru (bubuk cabai Korea)
  • 1 sdm kecap asin
  • 1 sdt gula pasir
  • 1 liter kaldu sapi atau ayam
  • Minyak goreng secukupnya

Bumbu pelengkap:

  • Garam secukupnya
  • Lada hitam secukupnya
  • Wijen putih sangrai secukupnya

Cara membuat:

  1. Panaskan minyak goreng dalam panci besar. Tumis bawang putih dan jahe hingga harum.
  2. Masukkan daging sapi dan ayam, masak hingga berubah warna.
  3. Masukkan sosis, seafood, dan kimchi, masak hingga kimchi layu.
  4. Tambahkan gochujang, gochugaru, kecap asin, dan gula pasir, aduk rata.
  5. Tuang kaldu sapi atau ayam, masak hingga mendidih.
  6. Masukkan tahu putih, bok choy, dan sawi putih, masak hingga matang.
  7. Bumbui dengan garam dan lada hitam secukupnya.
  8. Taburi dengan daun bawang dan wijen putih sangrai (opsional).
  9. Sajikan panas dengan nasi putih.

Budae jjigae berdiri sebagai bukti kecerdikan dan ketahanan kuliner Korea, berkembang dari makanan bertahan hidup yang lahir dari kebutuhan pasca-perang menjadi hidangan nasional yang dicintai. Perjalanannya mencerminkan perubahan dari Korea Selatan, memadukan surplus militer Amerika dengan bahan tradisional Korea untuk menciptakan kombinasi yang unik.

Popularitasnya yang abadi dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan berbagai kebutuhan menunjukkan bagaimana “army base stew” ini telah melampaui asal-usulnya yang sederhana untuk menjadi simbol warisan budaya dan kreativitas kuliner Korea.