Samulnori adalah genre musik perkusi tradisional Korea yang telah menarik perhatian penonton di seluruh dunia. Berasal dari musik rakyat Korea kuno, samulnori telah berkembang dari pengiring ritual desa menjadi pertunjukan panggung yang telah diakui secara internasional. Artikel ini akan mengeksplorasi lebih dalam tentang samulnori dan keunikannya.
Evolusi Samulnori
Asal Usul dan Perkembangan Awal
Samulnori merupakan sebuah genre musik perkusi tradisional Korea yang berakar pada musik rakyat kuno yang dikenal sebagai pungmul atau nongak. Pungmul secara tradisional dimainkan oleh para petani selama festival panen dan perayaan komunitas lainnya. Acara-acara ini sering menggabungkan musik, tari, dan pertunjukan teater untuk menciptakan pengalaman yang meriah dan partisipatif. Musik ini sangat erat dengan kehidupan pedesaan Korea sebelum industrialisasi, sering dikaitkan dengan ritual syamanistik dan konteks kerja pertanian.
Pada tahun 1978, musik ini mengalami perubahan signifikan ketika empat musisi muda, dipimpin oleh Kim Duk-soo, membentuk grup SamulNori. Grup ini berusaha mengadaptasi pungmul tradisional untuk penonton modern dengan fokus hanya pada elemen perkusi dan tampil di panggung dalam ruangan. Nama “SamulNori” berarti “memainkan empat benda,” merujuk pada empat instrumen inti: kkwaenggwari (gong kecil), jing (gong besar), janggu (drum berbentuk jam pasir), dan buk (drum berbentuk tong).
Instrumen dan Simbolisme
Empat instrumen yang digunakan dalam samulnori masing-masing memiliki makna simbolis yang terkait dengan elemen alam. Berikut adalah rinciannya:
- Kkwaenggwari (Gong Kecil): Melambangkan guntur dan memimpin ansambel dengan nada yang tinggi.
- Jing (Gong Besar): Melambangkan angin dan menghasilkan nada resonan yang berosilasi.
- Janggu (Drum Berbentuk Jam Pasir): Melambangkan suara hujan dengan dua sisi yang menghasilkan nada tinggi dan rendah.
- Buk (Drum Berbentuk Tong): Melambangkan awan dan memberikan suara bass yang dalam dan resonan.
Instrumen-instrumen ini menciptakan ragam suara yang kaya, mencerminkan keseimbangan yin dan yang, dengan gong mewakili langit (yang) dan drum mewakili bumi (yin).
Karakteristik Samulnori
Musik samulnori ditandai dengan pola ritme yang rumit dan poliritme yang diciptakan oleh interaksi keempat instrumen. Ritme tersebut berasal dari pungmul (musik band perkusi petani) dan nongak (musik yang dimainkan selama ritual pertanian). Pertunjukan samulnori menampilkan peralihan dramatis antara bagian yang lembut dan terkesan meditatif dengan bagian yang penuh energi.
Pertunjukan samulnori menggabungkan gerakan koreografi dan tarian, dengan musisi umumnya bermain sambil duduk bersila. Salah satu elemen ikonik dari samulnori adalah topi sangmo berputar dengan pita panjang. Keempat instrumen yang mencerminkan alam dan prinsip yin-yang tersebut bersama-sama melambangkan harmoni antara alam dengan manusia.
Meskipun musik samulnori memiliki struktur tetap, terdapat ruang untuk improvisasi dan ekspresi individu dalam kerangka ritme. Samulnori diadaptasi dari tradisi pungmul luar ruangan menjadi pertunjukan panggung dalam ruangan pada akhir 1970-an, membuatnya lebih kompak dan berfokus pada elemen perkusi.
Tempo dalam Samulnori
Samulnori ditandai dengan tempo dinamis dan bervariasi. Tempo dalam pertunjukan samulnori sering dimulai dengan kecepatan sedang dan secara bertahap meningkat, mencapai klimaks yang penuh energi. Pada awalnya, potongan-potongan samulnori biasanya dimulai dengan tempo sedang, sekitar 100-120 denyut per menit (bpm), memungkinkan musisi untuk menetapkan pola ritme dan alunan.
Seiring berjalannya pertunjukan, tempo secara bertahap meningkat melalui proses yang disebut “jochung” atau “joksung,” kadang mencapai kecepatan yang sangat cepat hingga 200 bpm atau lebih. Perubahan tempo ini tidak linier, tetapi melibatkan kontras dramatis antara bagian yang lambat dengan bagian cepat yang penuh energi, menciptakan ketegangan dan pelepasan yang mencerminkan prinsip yin dan yang.
Setiap daerah memiliki gaya regional dan karakteristik pungmul masing-masing. Misalnya, ritme “hwimori” dari provinsi Gyeonggi terkenal dengan tempo yang sangat cepat. Meskipun memiliki ritme yang terstruktur, terdapat ruang untuk improvisasi dan ekspresi individu dalam perubahan tempo, memungkinkan musisi merespons baik energi satu sama lain maupun penonton.
Perubahan tempo ini tidak hanya untuk efek musik, tetapi juga memiliki makna simbolis, mewakili siklus alam, aliran energi, dan harmoni antara langit dan bumi. Perubahan tempo dinamis dalam pertunjukan samulnori adalah karakteristik utama genre ini, mencerminkan akar musik rakyat tradisional Korea sambil menunjukkan keterampilan dan improvisasi musisi.
Dampak Global dan Kolaborasi
Sejak awal kemunculannya, samulnori telah mendapatkan pengakuan internasional, melampaui batas budaya dan menginspirasi kolaborasi dengan musisi dari berbagai genre. Tur internasional dan penampilan ansambel di acara-acara besar, seperti Olimpiade, telah berperan penting dalam menyebarkan seni ini ke panggung global.
Samulnori juga dipengaruhi dan memengaruhi musik perkusi lainnya, seperti taiko Jepang dan perkusi Afrika. Kolaborasi dengan musisi jazz, seperti kemitraan yang sudah lama terjalin antara SamulNori dan ansambel Red Sun, semakin memperluas batasan genre yang dinamis ini.
Pelestarian dan Inovasi
Meskipun samulnori berakar pada budaya tradisional Korea, genre ini juga merangkul inovasi dan eksperimen. Ansambel dan seniman kontemporer telah mengeksplorasi interpretasi dan kombinasi baru, memadukan samulnori dengan elemen rock, musik elektronik, dan genre lainnya, sambil tetap menghormati prinsip dan instrumen inti dari tradisi ini.
Upaya untuk melestarikan dan mewariskan teknik dan gaya autentik samulnori kepada generasi mendatang terus dilakukan. Klub universitas, lokakarya, dan festival yang didedikasikan untuk samulnori telah berkembang baik di Korea maupun di luar negeri, memastikan bahwa seni yang hidup ini dapat terus tumbuh dan berkembang.