Perjalanan Sejarah Puisi Modern Korea

on in Culture
Foto: Unsplash

Puisi modern Korea menjadi sebuah bagian dari sastra yang kaya akan sejarah dan budaya, dan telah melalui berbagai perubahan sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana puisi Korea telah berevolusi sejalan dengan perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di Semenanjung Korea.

Awal Mula Puisi Modern Korea

Perjalanan puisi modern Korea dimulai sekitar akhir abad ke-19, selama periode Kerajaan Joseon. Periode ini ditandai dengan adanya Gerakan Penyelarasan, sebuah usaha untuk menyelaraskan pendidikan dan sastra dengan nilai-nilai modern. Puisi pada masa ini mulai mengadopsi bentuk bebas, berbeda dari pola ritmis puisi tradisional. Hal ini mencerminkan keinginan para penyair untuk mengekspresikan ide-ide baru dan merefleksikan perubahan zaman. Puisi seperti “Dari Laut ke Pemuda” oleh Choe Nam-seon, dianggap sebagai salah satu karya pionir dalam genre ini.

Puisi Selama Masa Kolonial Jepang

Periode kolonial Jepang (1910-1945) membawa tantangan besar bagi para penyair Korea. Pada masa ini, puisi menjadi medium ekspresi identitas nasional dan perlawanan terhadap penjajahan. Penyair seperti Yi Sang dan Kim So-Wol memanfaatkan puisi untuk mengekspresikan perasaan nasionalisme dan kecemasan atas kehilangan identitas budaya. Karya-karya mereka, yang sering kali mengandung simbolisme dan metafora, mencerminkan realitas pahit dan konflik internal yang dihadapi oleh bangsa Korea di bawah penjajahan.

Era Perang dan Dua Korea

Periode pasca-kemerdekaan, khususnya selama Perang Korea (1950-1953), menandai babak baru dalam sastra Korea. Puisi menjadi cara bagi para penyair untuk mengubah pengalaman traumatis menjadi karya, terutama selama masa perang dan pembagian Korea. Penyair seperti Ko Un dan Shin Dong-yup menggunakan puisi sebagai sarana untuk mengeksplorasi tema perang, pembagian Korea, dan dampaknya terhadap masyarakat. Puisi mereka sering kali berisikan refleksi mendalam tentang kehidupan, kemanusiaan, dan pencarian makna di tengah kekacauan.

Puisi Selama Rezim Diktator

Pada saat Korea berada di bawah kekuasaan tiga rezim diktator (Syngman Rhee, Park Chung-hee, dan Chun Doo-hwan), puisi Korea mengambil peran sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan politik dan sosial. Penyair menggunakan puisi untuk mengkritik pemerintah dan mengadvokasi kebebasan. Puisi dari periode ini, seperti karya Kim Ji-ha, sering kali berisikan kritik sosial yang tajam dan sindiran terhadap pemerintah.

Puisi Modern Korea dalam Era Digital

Memasuki tahun 1990-an, puisi Korea terus berkembang dan bereksperimen dengan bentuk serta tema yang baru. Munculnya internet dan media digital memberikan platform baru bagi para penyair untuk bereksperimen dengan bentuk puisi, termasuk puisi visual dan puisi digital. Penyair seperti Kim Hyesoon dan Ko Un memanfaatkan teknologi untuk menciptakan karya yang unik dan inovatif, mencerminkan pergeseran ke arah modernitas dan globalisasi.

Puisi modern Korea adalah cerminan dari sejarah dan perubahan sosial yang dialami oleh Semenanjung Korea. Dari gerakan penyelarasan hingga era digital, masing-masing era memiliki ciri khas, tema, dan nilai yang terkandung di dalamnya. Puisi-puisi ini menjadi salah satu sarana untuk memahami perjalanan Korea dari masa ke masa.