Perbedaan Taekwondo dan Hapkido

on in Culture

Taekwondo dan hapkido adalah dua seni bela diri asal Korea yang telah tersebar di seluruh dunia. Meskipun keduanya berakar dari budaya Korea, namun terdapat perbedaan signifikan dalam fokus dan teknik yang mendasarinya.

Artikel ini akan mengeksplorasi secara mendalam perbedaan keduanya dalam hal sejarah, filosofi, teknik, popularitas, dan aplikasinya di era modern.

Taekwondo dan hapkido memiliki akar sejarah yang berbeda meskipun keduanya berasal dari budaya Korea. Taekwondo dapat ditelusuri kembali ke era Tiga Kerajaan (sekitar 50 SM) ketika prajurit Hwarang dari Dinasti Silla mulai mengembangkan seni bela diri yang disebut Taekkyon, yang dianggap sebagai cikal bakal taekwondo modern.

Seiring berjalannya waktu, taekwondo menjadi salah satu seni bela diri yang dipraktikkan secara luas di Korea pada awal abad ke-20, yang kemudian ditetapkan sebagai seni bela diri nasional untuk dipromosikan di panggung internasional. World Taekwondo Federation (WTF) didirikan pada tahun 1973 sebagai badan pengatur seni bela diri ini di seluruh dunia. Taekwondo akhirnya melakukan debutnya sebagai olahraga demonstrasi pada Olimpiade Seoul 1988.

Sementara itu, hapkido memiliki asal usul yang dapat ditelusuri dari teknik seni bela diri Korea yang mirip dengan hapkido modern, yang dibawa ke Korea ketika agama Buddha diperkenalkan pada tahun 372 M.

Hapkido mengalami pasang surut popularitas di Korea selama beberapa abad. Seni bela diri ini telah melalui berbagai era kerajaan, dan invasi, diajarkan kepada kesatria dan biksu yang sering berlatih dalam kesendirian. Setelah Korea memperoleh kembali kemerdekaannya pada tahun 1945, hapkido diperkenalkan kembali oleh Choi Yong-Sool, yang dianggap sebagai pendiri hapkido modern. Berbeda dengan taekwondo yang lebih berorientasi sebagai olahraga, hapkido merupakan sistem pertahanan diri praktis yang dapat dipraktikkan oleh pria, wanita, dan anak-anak.

Meskipun keduanya memiliki akar dalam sejarah Korea, taekwondo lebih menitikberatkan pada teknik tendangan dan memiliki kurikulum yang lebih terstruktur dengan pola dan bentuk, sedangkan hapkido menekankan pada manipulasi sendi dan teknik melempar dengan penekanan pada pertahanan diri dan aplikasi praktis.

Meskipun prinsip-prinsip utama taekwondo dan hapkido memiliki beberapa kesamaan, tetapi keduanya juga memiliki perbedaan yang cukup mencolok akibat fokus dan asal usul yang berbeda. Prinsip-prinsip taekwondo mencakup kejujuran (jujur pada diri dan kepercayaan diri sendiri), etiket (menghormati perguruan tempat berlatih, yang mana sangat penting untuk disiplin dan penyebaran filosofi seni bela diri), kehormatan (menghormati instruktur, murid lain, dan diri sendiri), kerendahan hati (menjadi rendah hati dan tidak arogan), semangat pantang menyerah (pantang menyerah dan bertahan untuk melewati semua tantangan), serta kesetiaan (loyal kepada instruktur, perguruan, dan diri sendiri).

Sementara itu, prinsip-prinsip hapkido meliputi prinsip non-resistensi (tetap tenang dan tidak berhadapan langsung dengan kekuatan lawan, membalikkan serangan lawan), prinsip lingkaran (mengalihkan tenaga lawan dalam pola lingkaran untuk menambah kekuatan diri sendiri), serta prinsip air (menggunakan kekuatan yang lembut namun mudah beradaptasi seperti air. Prinsip-prinsip dari kedua seni bela diri ini mencerminkan fokus pada pertahanan diri, penghormatan, disiplin, serta penyelarasan antara tubuh dan pikiran seseorang.

Prinsip taekwondo lebih menekankan pada disiplin diri, integritas, dan semangat juang, sedangkan hapkido lebih menitikberatkan pada keharmonisan, mengalir dengan energi lawan, dan penguasaan diri.

Taekwondo dan hapkido memiliki tingkat popularitas dan aplikasi yang berbeda sesuai dengan fokus dan teknik masing-masing. Taekwondo telah mencapai popularitas global yang signifikan sebagai olahraga Olimpiade sejak dipertandingkan di Olimpiade Seoul 1988.

Sifatnya yang kompetitif dengan penekanan pada tendangan dan pukulan telah menjadikan taekwondo sangat populer di kalangan masyarakat umum sebagai olah raga beladiri. Selain itu, taekwondo juga digunakan luas di masyarakat Korea, baik dalam angkatan bersenjata dan kepolisian Korea ataupun untuk tujuan pertahanan diri pribadi. Dengan popularitasnya yang besar, prospek karir sebagai instruktur taekwondo pun menjadi lebih menjanjikan.

Di sisi lain, hapkido kurang dikenal secara global dibandingkan taekwondo karena sifatnya yang lebih berorientasi pada pertahanan diri praktis daripada kompetisi olahraga. Namun, hapkido tetap digunakan dalam angkatan bersenjata, kepolisian, serta untuk pertahanan diri di Korea dan negara-negara lainnya.

Dengan fokusnya pada manipulasi sendi, pegangan, dan teknik melempar, hapkido dirancang untuk situasi pertahanan diri yang lebih realistis dan lebih mengutamakan untuk menghindari konfrontasi langsung. Meskipun kurang populer, hapkido tetap memiliki banyak pengikut yang menghargai filosofi serta pendekatannya yang mengalir seperti air dalam menghadapi ancaman kekerasan.

Meskipun berakar dari warisan budaya Korea yang sama, taekwondo dan hapkido memiliki perbedaan mendasar dalam filosofi, prinsip, teknik, dan aplikasi. Seni bela diri taekwondo lebih menekankan pada tendangan dan pukulan kuat dengan kurikulum terstruktur dan pola gerakan yang mengajarkan disiplin diri, kehormatan, dan semangat pantang menyerah.

Sementara itu, hapkido berfokus pada pertahanan diri praktis melalui teknik manipulasi sendi, pegangan, dan lemparan dengan prinsip mengalir seperti air dan memanfaatkan tenaga lawan.

Popularitas taekwondo sebagai olahraga Olimpiade telah membuatnya dikenal luas di seluruh dunia, sedangkan hapkido tetap menjadi seni bela diri yang kurang populer namun tetap dihargai karena pendekatannya yang lebih defensif.

Dengan memahami perbedaan antara taekwondo dan hapkido, kita dapat lebih menghargai keunikan masing-masing dalam merefleksikan nilai-nilai penting budaya Korea seperti disiplin diri, penghormatan, kebijaksanaan spiritual, dan penguasaan diri. Mempelajari seni bela diri ini tidak hanya meningkatkan keterampilan fisik, tetapi juga membuka wawasan filosofi Korea.