Perbedaan 전설 (Jeonseol) dan 민담 (Mindam)

on in Literature
Patung Ondal dan Putri Pyeonggang, Achasan. Foto: Kang Byeong Kee

Dalam folklor Korea, terdapat dua bentuk narasi tradisional yang berbeda, yaitu 전설 (jeonseol) dan 민담 (mindam). Keduanya memiliki karakteristik dan tujuan yang unik dalam konteks cerita budaya dan warisan sejarah Korea. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang perbedaan antara jeonseol dan mindam serta perannya dalam budaya Korea.

Legenda, atau yang dikenal dalam bahasa Korea sebagai jeonseol, memiliki keterikatan kuat dengan peristiwa atau tokoh sejarah. Cerita-cerita ini sering kali menggabungkan elemen mitos atau supranatural dan biasanya berkaitan dengan sejarah dari lokasi atau landmark tertentu. Jeonseol berperan penting dalam menjaga warisan budaya, mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan konteks sejarah masyarakat Korea. Berbeda dengan cerita rakyat yang lebih fleksibel, jeonseol cenderung mempertahankan narasi inti yang konsisten dari generasi ke generasi, menjadi jembatan antara fakta sejarah dan imajinasi budaya.

Salah satu contoh terkenal dari jeonseol adalah Kisah Si Bodoh Ondal dan Putri Pyeonggang adalah salah satu legenda terkenal di Korea. Menurut legenda, Putri Pyeonggang adalah putri Raja Pyeongwon dari Goguryeo yang dikenal sebagai “putri cengeng” karena sering menangis sejak kecil. Untuk menghentikan tangisannya, Raja bercanda bahwa ia akan menikahkan putrinya dengan Si Bodoh Ondal, seorang pemuda yang dikenal bodoh dan miskin. Ondal hidup dengan ibunya dan sering dijadikan bahan ejekan oleh masyarakat sekitarnya.

Ketika Putri Pyeonggang dewasa, Raja berencana menikahkannya dengan bangsawan lain. Namun, Putri Pyeonggang mengingat janji masa kecil ayahnya dan memutuskan untuk mencari Ondal. Dengan tekad kuat, ia akhirnya menemukan Ondal dan menikah dengannya. Berkat cinta dan dukungan Putri Pyeonggang, Ondal perlahan berubah menjadi seorang jenderal yang cakap dan berkontribusi besar dalam perang, membuktikan potensinya yang luar biasa.

Namun, kisah ini berakhir tragis ketika Ondal gugur dalam peperangan, meninggalkan Putri Pyeonggang dalam kesedihan mendalam. Legenda ini memberikan pelajaran bahwa kita tidak boleh menilai seseorang berdasarkan penampilan atau status sosial mereka. Kisah ini juga menggambarkan kekuatan cinta, potensi pribadi, dan kekuatan takdir.

Kisah Ondal dan Putri Pyeonggang telah diwariskan secara lisan selama berabad-abad dan kini diadaptasi dalam berbagai bentuk media modern seperti drama, film, dan novel. Legenda ini menempati posisi penting dalam warisan budaya Korea dan dicintai oleh banyak orang.

민담 (mindam), atau cerita rakyat dalam bahasa Korea adalah tradisi lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi, dengan fokus pada hiburan dan pelajaran moral yang terlepas dari akurasi sejarah. Cerita-cerita ini sering menampilkan orang biasa, binatang, atau makhluk dalam mitos sebagai protagonis, memungkinkan struktur naratif yang lebih fleksibel.

Tidak seperti jeonseol, mindam dapat memiliki berbagai versi dan variasi, menyesuaikan dengan pencerita dan audiens yang berbeda tergantung pada waktu. Pelajaran moral atau etika yang tertanam dalam mindam berfungsi sebagai sarana pendidikan budaya, menyampaikan kebijaksanaan dan nilai-nilai moral kepada pendengar dalam format yang menarik dan mudah diingat.

Salah satu contoh mindam yang terkenal adalah cerita “Ureong Gaksi”. Cerita ini berkisah tentang seorang pemuda miskin yang hidup sendirian dan bertemu dengan seorang wanita ajaib yang keluar dari siput besar. Setelah bertemu dengan wanita ajaib ini, pemuda tersebut harus menghadapi pejabat desa yang berusaha merebut istrinya. Namun, dengan keberanian dan cinta, pemuda itu berhasil mempertahankan istrinya dan hidup bahagia. Kisah ini mencerminkan harapan sederhana untuk mendapatkan pasangan hidup yang baik dan menjalani kehidupan yang bahagia.

Menurut berbagai versi, cerita ini juga bisa berakhir tragis jika pemuda tersebut melanggar pantangan tertentu. Kisah “Ureong Gaksi” menunjukkan beberapa elemen cerita seperti binatang yang berubah menjadi manusia, pernikahan antara pria biasa dan wanita bangsawan, penindasan oleh penguasa, dan peningkatan status sosial yang dramatis.

Dalam versi ini, seorang pemuda miskin bekerja di ladang sambil mengeluh tentang hidupnya yang kesepian. Ia kemudian mendengar suara yang mengatakan bahwa ia tidak perlu khawatir karena ia akan hidup bersama wanita tersebut. Suara tersebut ternyata berasal dari seekor siput besar yang kemudian dibawa pulang oleh pemuda tersebut. Setiap kali pemuda itu kembali dari ladang, ia menemukan rumahnya sudah bersih dan makanannya sudah siap. Suatu hari, pemuda tersebut mengintip dan melihat seorang wanita cantik keluar dari siput dan melakukan semua pekerjaan rumah.

Ketika sang pemuda mengajak wanita tersebut untuk tinggal bersamanya, wanita itu awalnya menolak dengan alasan waktu yang belum tepat. Namun, karena desakan pemuda itu, mereka akhirnya hidup bersama. Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena seorang pejabat desa melihat wanita cantik tersebut dan ingin menjadikannya istri. Wanita tersebut berusaha menghindari pejabat dengan memberikan berbagai barang berharganya, namun akhirnya ia tertangkap. Pemuda itu sangat sedih hingga akhirnya mati dan berubah menjadi burung biru, sementara wanita tersebut mati dan berubah menjadi sisir. Kisah ini mencerminkan kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh kelas bawah dalam mencari pasangan hidup serta cobaan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Terdapat banyak variasi dari cerita “Ureong Gaksi”, termasuk versi di mana sang pemuda berhasil merebut kembali istrinya dan mendapatkan posisi sebagai pejabat, menekankan pentingnya melawan ketidakadilan. Ada juga versi di mana pemuda tidak memenuhi syarat tertentu untuk menikahi wanita tersebut, yang menyebabkan wanita tersebut tidak bisa menjadi manusia sepenuhnya dan membawa akhir yang tragis. Beberapa cerita bahkan mengisahkan bahwa ibu pemuda tersebut membuang siput sehingga wanita tersebut mati, atau pemuda akhirnya menikah dengan wanita lain setelah kehilangan pasangannya.

Harimau merupakan salah satu hewan yang sering muncul pada cerita rakyat Korea. Foto: Appaloosa

Basis sejarah dan elemen dari jeonseol dan mindam berbeda secara signifikan. Jeonseol berakar pada peristiwa atau tokoh sejarah, sering kali dihiasi dengan elemen mitos atau supranatural, dan diyakini telah terjadi di dunia nyata. Mereka biasanya menjelaskan asal-usul tempat, kebiasaan, ataupun fenomena alam. Sebaliknya, mindam tidak terikat pada peristiwa atau tokoh sejarah, melainkan berfokus pada narasi fiksi yang menampilkan orang biasa, binatang, atau makhluk mitos. Fleksibilitas mindam memungkinkan variasi yang lebih besar dalam struktur dan konten naratifnya di berbagai penceritaan ulang.

Kedua bentuk narasi tradisional ini memainkan peran yang berbeda dalam budaya Korea. Jeonseol berfungsi sebagai narasi penjelas, menerangkan asal-usul praktik budaya, fitur geografis, atau peristiwa sejarah, sehingga memperkuat rasa identitas dan kontinuitas budaya. Sebaliknya, mindam berfokus pada menyampaikan pelajaran moral dan nilai sosial melalui cerita yang menghibur, sering kali menampilkan tema universal yang beresonansi di berbagai kalangan.

Struktur naratif jeonseol dan mindam berbeda dalam hal fleksibilitas dan kepatuhan terhadap pola penceritaan tradisional. Jeonseol biasanya mengikuti struktur yang lebih kaku, mempertahankan konsistensi di berbagai cerita ulang karena keterikatan sejarah dan geografisnya.

Sebaliknya, mindam menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar dalam struktur naratifnya, memungkinkan variasi dan adaptasi seiring waktu. Adaptabilitas mindam juga mencerminkan perspektif Jean-Luc Godard bahwa cerita dapat memiliki awal, tengah, dan akhir, tetapi tidak harus berurutan. Fleksibilitas struktural ini memungkinkan mindam untuk berevolusi dan tetap relevan di berbagai konteks budaya dan generasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, jeonseol dan mindam telah menemukan kehidupan baru melalui adaptasi modern, terutama dalam format media populer. Salah satu contohnya adalah webtoon “만능사원 전설이 되다” (Menjadi Pegawai Serba Bisa yang Legendaris), yang didasarkan pada novel web dengan judul yang sama. Webtoon fantasi kontemporer ini, yang diadaptasi oleh BONGUN dan diilustrasikan oleh 캡맨아저씨 (Paman Kapten), menunjukkan bagaimana elemen-elemen penceritaan tradisional diimajinasikan kembali untuk audiens modern.

Adaptasi narasi tradisional ini melampaui literatur dan komik ke bentuk media lain. Misalnya, konsep figur “legendaris” yang sering kali menjadi pusat kisah jeonseol diterapkan dalam konteks modern, menjembatani penceritaan tradisional dengan hiburan kontemporer.

Folklor Korea, yang terdiri dari jeonseol dan mindam, telah membentuk sebuah jaringan narasi budaya yang kaya yang terus beresonansi dalam masyarakat modern. Cerita-cerita tradisional ini berperan dalam melestarikan dan menyampaikan warisan budaya Korea.

Sementara jeonseol mempertahankan keterikatan kuat dengan peristiwa sejarah dan lokasi tertentu, mindam menawarkan narasi yang lebih fleksibel yang berfokus pada pelajaran moral dan tema universal. Kedua bentuk ini kaya akan makna budaya, mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan konteks sejarah masyarakat Korea.

Relevansi yang berkelanjutan dari kedua narasi tradisional ini terlihat dalam adaptasi modern yang mengimajinasikan kembali jeonseol dan mindam untuk audiens kontemporer. Saat cerita-cerita ini berkembang dan menemukan ekspresi baru dalam berbagai media, mereka terus memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan pemahaman budaya di masyarakat dinamis masa kini.