Kaligrafi Korea adalah kesenian tradisional yang telah dipraktikkan selama berabad-abad, membawa kekayaan sejarah dan evolusi budaya Korea melalui goresan tinta. Di artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang kaligrafi Korea. Berikut adalah beberapa poin penting:
Sejarah Awal
Kaligrafi Tiongkok diperkenalkan ke Korea sekitar abad ke-2 atau ke-3 Masehi, dan menjadi populer pada abad ke-7. Korea yang pada saat itu ingin mengadopsi budaya Tiongkok, mulai mengembangkan kaligrafi yang mencerminkan gaya dari negara asalnya. Saat ini, masih ada beberapa monumen batu dari periode Tiga Kerajaan (sekitar 57 SM-668 M) yang tersisa dengan inskripsi kaligrafi Korea awal.
Dinasti Silla Bersatu
Pada era Silla Bersatu (668–935), kekaguman terhadap budaya dinasti Tang Tiongkok melahirkan master kaligrafi Korea seperti Kim Saing dan Choi Ch’i-wŏn. Gaya tulisan dari dua kaligrafer ini mengikuti gaya master kaligrafi asal Tiongkok, yaitu Ouyang Xun dan Yu Shinan.
Dinasti Goryeo dan Joseon
Selama dinasti Goryeo dan Joseon, berbagai objek utilitarian sering dihiasi dengan kaligrafi seperti penyangga kuas, gembok, pembakar dupa, porselen, laker, cap untuk branding, dan lainnya. Bahkan setelah aksara Hangul diciptakan pada tahun 1443, kaligrafer Korea lebih memilih aksara asal Tiongkok dalam karyanya karena dianggap lebih bernilai. Namun, hal ini berubah saat pendudukan Jepang di Korea terjadi. Munculnya semangat nasionalisme membantu aksara Hangul menjadi lebih populer, dan karya kaligrafi yang menggunakan Hangul mulai mengalami peningkatan.
Dinasti Chosŏn
Pada awalnya, kaligrafi dinasti Chosŏn (1392–1910) mengikuti gaya Zhao, tetapi pada awal abad ke-16, gaya yang lebih individualistis mulai tampak. Gaya individu seperti yang terlihat dalam kaligrafi Tiongkok mulai muncul pada abad ke-19, sebagai hasil kontak budaya Korea yang erat dengan dinasti Qing Tiongkok. Master ternama periode Chosŏn adalah Kim Chŏng Hi, yang mendirikan gaya yang disebut Ch’usa.
Era Modern
Sejak Perang Dunia II, kaligrafi di Korea Utara dan Selatan sangat dipengaruhi oleh keputusan pemerintah untuk menggantikan aksara asal Tiongkok dengan Hangul. Kaligrafi asal Jepang pun ikut menjadi pengaruh besar dari kaligrafi Korea pada era modern.
Gaya Tradisional Kaligrafi Korea
Kaligrafi Korea tradisional dibuat dengan kuas yang lembut dan fleksibel, tinta, batu tinta, air, dan juga pemberat kertas. Postur tubuh juga penting dalam kaligrafi Korea, karena penulisan tidak dilakukan dengan pergelangan tangan disandarkan pada kertas dan meja, melainkan dengan lengan bagian bawah tergantung di udara dan sejajar dengan tanah. Pergerakan tangan difokuskan pada bahu dan siku.
Kaligrafi Korea umunya melibatkan Hanja (logograf Tiongkok) dan Hangul (aksara asli Korea). Awalnya, kaligrafi Korea hanya menggunakan Hanja, namun sentimen nasionalis selama masa pendudukan Jepang di Korea membuat Hangul semakin luas penggunaannya.
Kaligrafi dianggap sebagai salah satu cara untuk mengekspresikan keindahan huruf Korea dan aksara Tiongkok yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kaligrafi juga menjadi latihan pikiran yang lebih mendalam dibandingkan dengan latihan teknis.
Seniman Kaligrafi Korea Terkemuka
Beberapa artis kaligrafi Korea yang terkenal antara lain Kim Jeong-hui, Seokjeon Hwang Ok, Namjeong Choi Cheong Gyun, Son Jae Hyung, O Se Chang, Kim Choonghyun, dan Lee Chulkyung. Mereka telah berkontribusi pada perkembangan dan evolusi kaligrafi Korea. Selain itu, karya-karya mereka pun terus menginspirasi dan mempengaruhi kaligrafer Korea modern.
Kaligrafi Korea memiliki sejarah yang kaya dan telah dipraktikkan oleh banyak seniman berbakat, mencerminkan perubahan budaya dan politik Korea. Namun begitu, kaligrafi tetap menjadi bentuk seni yang sangat dihargai, dan seni menulis teknis ini merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi Korea.