Ko Un: Puisi dan Kontroversi

on in Literature
Ko Un. Foto: Changbi Publishers

Lahir pada 1 Agustus 1933 di Kunsan, Provinsi North Cholla, Korea Selatan, Ko Un merupakan sosok yang beranjak dari kesederhanaan menjadi salah satu penyair paling signifikan dan produktif dalam dunia sastra Korea kontemporer.

Kehidupan awalnya diwarnai oleh pendudukan Jepang terhadap Korea, di mana pemerintah kolonial berusaha menekan penggunaan bahasa dan budaya Korea. Meski menghadapi tantangan tersebut, kakek Ko Un mengajarkannya membaca dan menulis dalam bahasa Korea, dan pada usia delapan tahun, ia juga telah mempelajari bahasa Tiongkok.

Perang Korea membentuk sebagian besar dari masa muda Ko Un, meninggalkan trauma pribadi yang mendalam dan menyebabkan gangguan pendengaran akibat cedera yang ia timbulkan pada diri sendiri. Periode penuh penderitaan disertai dengan kematian banyak orang yang dekat dengannya sangat mempengaruhi puisi karya Ko Un, yang sering kali merefleksikan ratapan untuk orang yang telah mati dan seruan untuk menghidupkan mereka kembali.

Karier sastra Ko Un dimulai dengan serius setelah ia meninggalkan biara Buddha tempat ia menghabiskan sepuluh tahun hidupnya sebagai seorang biksu. Koleksi puisi pertamanya, “Otherworld Sensibility” (Pian Kamsang, 1960), dan novel pertamanya, “Cherry Tree in Another World” (Pain Aeng, 1961), diterbitkan selama periode ini. Karya-karyanya mencakup berbagai genre, termasuk puisi, fiksi, esai, terjemahan, dan drama, dengan total lebih dari 150 buku.

Karya terbaiknya, “Maninbo” (Sepuluh Ribu Nyawa), menjadi salah satu bukti dari sifat produktifnya, di mana Ko Un menulis sebuah puisi untuk setiap orang yang pernah ia temui. Proyek ini dikerjannya selama ia menghabiskan masa tahanan di penjara. Karya ini juga mencerminkan koneksi antar manusia yang dalam dan berbagai cerita dari individu yang membentuk ikatan tersebut.

Puisi Ko Un dikenal karena keterlibatannya dengan tema alam dan sosial, menggunakan irama percakapan informal. Meskipun berakar pada sejarah dan budaya Korea, karyanya dapat melampaui batas negara dan mendapatkan pujian di panggung internasional. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, menjadikan suaranya dapat didengar oleh dunia.

Karya Ko Un telah menyentuh berbagai tema mulai dari alam, penderitaan manusia, hingga kompleksitas kondisi manusia. Beberapa puisinya yang telah menarik perhatian baik di Korea Selatan maupun secara internasional di antaranya adalah:

  • Ch’ŏnŭn Temple“: Puisi ini menggambarkan tempat yang tenang dan tepat untuk refleksi spiritual, yang kemungkinan besar terinspirasi dari pengalaman Ko Un saat menjadi seorang biksu Buddha. Kuil tersebut, terletak dekat kota Kurye di kaki Nogodan Ridge, berfungsi sebagai tempat untuk merenung dan berinteraksi antara dunia alam dan kehidupan spiritual.
  • Night Ecstasy“: Karya ini menangkap momen koneksi mendalam dengan dunia alam. Puisi ini diperkirakan ditulis Ko Un pada masa penyepian. Judul puisi ini mengisyaratkan pengalaman yang dalam dan bahkan hampir melampaui akal batas yang terjadi di kegelapan malam.
  • Spring Rain“: Pada karya ini, Ko Un mengeksplorasi hujan musim semi yang menyegarkan dan memiliki kekuatan mengubah alam, sebuah motif umum dalam puisi yang melambangkan pembaruan dan pertumbuhan. Puisi ini mencerminkan pengamatan Ko Un yang tajam terhadap alam dan siklus-siklusnya.
  • Sleep“: Puisi ini menjelajahi tema-tema berkaitan dengan istirahat, pelarian, atau alam bawah sadar, subjek umum dalam literatur yang mengeksplorasi kedalaman pengalaman manusia dan kebutuhan akan rehat dari masalah dunia.
  • Song“: Selain menjadi penulis, Ko Un juga merupakan seorang aktivis dalam bidang politik. Puisi ini menyatukan narasi pribadi dan kolektif sebagai seruan untuk bertindak sekaligus menjadi refleksi tentang kondisi hidup manusia.
  • Insect Buzz“: Karya ini mengeksplorasi aspek-aspek kecil yang sering diabaikan dari alam namun meninggalkan dampak yang mendalam pada psikis manusia. Puisi ini juga mencerminkan kegelisahan batin dari penyair atau pikiran yang berdengung.
  • A Poet’s Heart“: Sebagai karya yang lebih introspektif, puisi ini mengeksplorasi peran penyair dalam masyarakat, beban yang mereka pikul, dan kekuatan transformatif kata-kata yang diucapkannya. Ini bisa menjadi cerminan pandangan Ko Un tentang tujuan dan tantangan dari kehidupan berpuisi.

Puisi-puisi yang diterbitkan sejak tahun 1960 hingga 2001 ini menunjukkan kemampuan dan kemahirannya sebagai penyair untuk menangkap esensi pengalaman manusia dan alam.

Ko Un tidak hanya dikenal karena pencapaiannay di bidang sastra, tetapi juga oleh aktivitasnya di dunia politik. Ia adalah seorang advokat yang cukup vokal untuk demokrasi dan hak asasi manusia di Korea Selatan, yang menyebabkannya beberapa kali ditangkap dan menghabiskan waktu di penjara. Kegiatannya sebagai aktivis selama tahun 1970-an dan 1980-an, khususnya saat melawan kediktatoran militer, ditandai dengan pengorbanan kehidupan pribadinya.

Meskipun menghadapi kesulitan, komitmen Ko Un terhadap pemecahan masalah sosial dan politik tidak pernah surut. Ia mendirikan Asosiasi Penulis untuk Kebebasan Praktis dan menjadi perwakilan untuk berbagai organisasi hak asasi manusia. Keterlibatan Ko Un di bidang politik tercermin dalam puisinya, dan meskipun tidak didaktis, karyanya membuktikan bahwa kepeduliannya terhadap kemanusiaan melebihi bahkan sentimen nasionalistiknya.

Ko Un telah beberapa kali dinominasikan untuk Hadiah Nobel dalam Sastra, sebuah bukti dari posisinya dalam komunitas sastra global. Ia telah menerima banyak penghargaan, termasuk Hadiah Sastra Korea, Hadiah Sastra Manhae, dan Griffin Lifetime Recognition Award dari Griffin Trust for Excellence in Poetry. Penghargaan-penghargaan ini menyoroti kontribusinya terhadap dunia sastra dan perannya sebagai tokoh budaya yang telah membentuk sastra kontemporer.

Dalam tahun-tahun terakhir, warisan Ko Un telah diwarnai oleh tuduhan pelecehan seksual. Tuduhan-tuduhan ini terungkap melalui sebuah puisi oleh Choi Young-mi, yang menyebabkan kemarahan publik dan konsekuensi yang signifikan bagi reputasi Ko Un.

Karyanya dihapus dari berbagai buku, dan pameran yang didedikasikan untuk karyanya ditutup. Ko Un membantah tuduhan tersebut tetapi kalah dalam gugatan pencemaran nama baik terhadap Choi Young-mi, lebih lanjut memperparah dampak dari tuduhan tersebut terhadap karirnya.

Puisi Ko Un sangat berakar pada pengalaman Korea. Aktivisme di bidang politiknya telah meninggalkan bekas yang tidak terhapuskan pada perjuangan untuk demokrasi. Namun, kontroversi dan tuduhan seputar perilaku pribadinya telah menaungi pencapaiannya, menyajikan kisah peringatan tentang bagaimana tindakan pribadi dapat memengaruhi warisan publik.