Hwang Sok-yong, Penulis Besar Korea dan Karya-Karyanya

on in Literature
Hwang Sok-yong. Foto: The Susijn Agency

Dalam dunia sastra Korea modern, Hwang Sok-yong adalah suara utama yang tidak hanya menggambarkan sejarah Korea yang penuh gejolak, tetapi juga memberikan perspektif mendalam tentang dampak panjang dari pecahnya Korea.

Karya-karya Hwang Sok-yong merupakan cerminan dari pengalaman hidupnya yang kaya dan penuh tantangan, termasuk pada saat ia menghabiskan masa tahanan yang telah membentuk misi artistiknya untuk menggambarkan pengalaman Korea secara autentik.

Lewat tulisannya, ia berhasil membawa keindahan dan kedalaman budaya Korea kepada dunia, menyoroti isu-isu kemanusiaan dan keadilan sosial yang tetap relevan hingga saat ini. Artikel ini akan memperkenalkan Hwang Sok-yong, mengeksplorasi latar belakang, pengalaman hidup, serta tema-tema utama dalam karya-karyanya yang membuatnya menjadi tokoh penting dalam sastra Korea modern.

Tulisan Hwang Sok-yong sangat dipengaruhi oleh konteks politik sejarah modern Korea, mencerminkan pengalamannya dalam dunia aktivisme. Lahir pada tahun 1943 di Manchukuo (sekarang Changchun, Tiongkok) selama pendudukan Jepang, Hwang kembali ke Korea setelah pembebasan pada tahun 1945. Ia kemudian tinggal di Korea Utara sebelum melarikan diri ke Korea Selatan selama Perang Korea. Pembagian Korea dan Perang Korea (1950-1953) sangat memengaruhi pandangan dan tulisannya, yang sering mengeksplorasi tema-tema perpecahan negara dan dampak perang pada manusia.

Hwang kemudian aktif terlibat dalam gerakan demokrasi melawan kediktatoran militer di Korea Selatan. Pada tahun 1964, ia dipenjara karena aktivitas politiknya dan kemudian berpartisipasi dalam Pemberontakan Gwangju tahun 1980, sebuah peristiwa penting dalam perjuangan Korea Selatan untuk demokrasi.

Hwang juga pernah bertugas di Korps Marinir Korea Selatan selama Perang Vietnam dari tahun 1966 hingga 1969. Pengalamannya di Vietnam, termasuk menyaksikan kekejaman selama perang berlangsung dan keterlibatannya dalam kegiatan pasar gelap, digambarkan dengan jelas dalam novelnya “The Shadow of Arms”.

Selain itu, Hwang adalah pendukung reunifikasi Korea yang vokal. Perjalanan tidak sahnya ke Korea Utara pada tahun 1989 bertujuan untuk mempromosikan pertukaran budaya antara kedua Korea, mencerminkan komitmennya terhadap rekonsiliasi. Karya-karyanya sering kali disensor, dan ia pun juga menghadapi penahanan karena keyakinan politiknya. Pada tahun 1993, ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena melakukan perjalanan tanpa izin ke Korea Utara, namun ia dibebaskan dengan pengampunan khusus setelah lima tahun.

Dalam karyanya, Hwang sering memberikan pandangan yang nuansir tentang masyarakat Korea Utara, menantang persepsi di Korea Selatan dan dunia Barat. Novelnya “The Guest” membahas sebuah pembantaian di Korea Utara, menyoroti kompleksitas sejarah Korea dan penderitaan akibat perpecahan.

Keterlibatannya dalam Pemberontakan Gwangju dan tulisan-tulisan berikutnya, seperti “The Old Garden”, mencerminkan komitmennya untuk mendokumentasikan dan mengkritik perjuangan untuk demokrasi di Korea Selatan. Novel-novelnya sering menyoroti kondisi sosial-ekonomi di Korea Selatan, menangani isu-isu seperti degradasi lingkungan, hak-hak buruh, dan dampak industrialisasi yang cepat. “Familiar Things” dan “Mater 2-10” adalah contoh dari keterlibatannya dengan tema-tema ini.

Hwang Sok-yong adalah penulis produktif yang dikenal karena kontribusinya yang signifikan terhadap sastra Korea kontemporer. Beberapa karya paling terkenalnya mencakup berbagai tema dan latar belakang yang mendalam.

At Dusk. Sumber: Goodreads

The Old Garden (2000) adalah kisah cinta tragis yang berlatarkan akhir Perang Dingin dan revolusi politik Korea Selatan pada 1980-an, diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 2009 oleh Seven Stories Press dan juga terbit di Inggris Raya oleh Picador Asia dengan judul The Ancient Garden.

The Guest (2001) membahas kasus pembantaian di Korea Utara yang dituduhkan kepada Amerika tetapi sebenarnya dilakukan oleh orang-orang Kristen Korea. Buku ini diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 2005 oleh Seven Stories Press. Lalu, novel The Shadow of Arms (1985) didasarkan pada pengalaman Hwang dalam militer Korea selama Perang Vietnam, mengeksplorasi motivasi ekonomi di balik konflik dan aktivitas pasar gelap di Vietnam.

Princess Bari (2007) adalah adaptasi modern dari cerita rakyat Korea yang mengikuti perjalanan seorang gadis muda bernama Bari yang melarikan diri dari Korea Utara dan menjadi seorang dukun di London. Familiar Things (2011) mengeksplorasi kehidupan orang-orang yang tinggal di komunitas tempat pembuangan sampah, dengan fokus pada tema degradasi lingkungan dan daya tahan hidup manusia.

At Dusk (2015) adalah kisah tentang seorang arsitek tua yang merenungkan hidupnya dan perubahan dalam masyarakat Korea Selatan, dan novel ini telah masuk dalam daftar panjang Penghargaan Terjemahan PEN 2020. Mater 2-10 (2020) merupakan kisah epik multi-generasi yang merangkai sejarah Korea selama satu abad, berfokus pada kehidupan pekerja kereta api dan perjuangan mereka, dan karya ini telah masuk dalam daftar panjang Penghargaan Booker Internasional 2024.

Selain novel, Hwang juga menulis berbagai cerita pendek yang telah mendapatkan pengakuan luas. Mr. Han’s Chronicle (1972) menceritakan perjuangan seorang pria selama masa-masa sulit di Korea, sedangkan On the Road to Sampo (1973) adalah cerita pendek yang telah diadaptasi menjadi film, menggambarkan kehidupan individu-individu yang terpinggirkan di Korea. The Children of Moraenmal (2001) adalah novel yang menggali kehidupan anak-anak di sebuah desa kecil di Korea.

Tema-tema utama dalam karya Hwang mencakup perpecahan dan reunifikasi, ketidakadilan sejarah dan aktivisme politik, modernisasi dan ketidakpuasan, migrasi dan pengungsian, degradasi lingkungan, hak asasi manusia dan keadilan sosial, serta cerita rakyat dan shamanisme. Melalui narasi-narasi ini, Hwang mengajak pembaca untuk merenungkan realitas sosial-politik Korea dan kondisi manusia secara lebih luas.

Karya-karya Hwang Sok-yong dikenal karena keterlibatannya yang mendalam dengan isu-isu sejarah dan sosial Korea, sering kali mencerminkan pengalaman pribadinya dan memori kolektif dari rakyat Korea. Novelnya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, mendapatkan pengakuan internasional, dan berkontribusi signifikan terhadap pemahaman global tentang sastra Korea.