Hwagwanmu, atau dikenal juga sebagai Tari Mahkota Bunga, adalah salah satu tarian tradisional Korea yang ditampilkan di istana pada masa lalu. Kesenian ini telah berevolusi selama berabad-abad, mencerminkan warisan budaya dan ekspresi artistik Korea. Ciri khas dari tari ini ditandai dengan penggunaan mahkota bunga hias dan hanbok berlengan panjang yang menambah daya tarik visual dan simbolisnya. Sejarah hwagwanmu terkait erat dengan sejarah kesenian tari Korea yang lebih luas, khususnya tari istana dan ritual.
Asal Usul dan Perkembangan Awal
Asal usul hwagwanmu dapat ditelusuri kembali ke istana kerajaan Korea, di mana tari ini dipentaskan selama upacara kenegaraan dan acara perayaan. Istilah “hwagwanmu” berarti “tari mahkota bunga,” yang mencerminkan hiasan kepala bunga yang dikenakan oleh para penari. Hiasan kepala ini, bersama dengan kostum penari yang rumit, melambangkan keindahan, keanggunan, dan hubungan harmonis antara alam dan manusia.
Secara umum, tari Korea berakar dari ritual syamanistik yang sudah dimulai lebih dari lima ribu tahun yang lalu. Seiring berjalannya waktu, kesenian ini berkembang dan mencakup berbagai gaya, dari tari rakyat hingga tari kontemporer yang baru diciptakan. Hwagwanmu termasuk dalam kategori “jeongjae” (정재; 呈才), yang awalnya merujuk pada pertunjukan semua bakat, termasuk tari, berjalan di atas tali, dan seni pertunjukan lainnya. Seiring waktu, “jeongjae” menjadi lebih banyak dikaitkan dengan pertunjukan tari untuk keluarga kerajaan, pejabat istana, dan utusan asing.
Makna Budaya
Hwagwanmu menjadi lebih dari sekadar tarian, tetapi juga menjadi ritual budaya yang menggambarkan nilai dan estetika masyarakat tradisional Korea. Tari ini dilakukan dengan mengenakan hanbok berlengan panjang “hansam,” yang digerakkan dengan anggun di udara oleh sang penari, menciptakan efek visual yang memukau. Selain indah, gerakan ini juga membawa makna simbolis menyambut dan memberkati penonton.
Tari ini juga menggunakan musik tradisional Korea sebagai pengiringnya, sering kali menampilkan instrumen seperti drum “yonggo.” Irama pukulan drum dalam hwagwanmu dikatakan secara simbolis dapat membuka gerbang surga, membawa kedamaian dan harmoni. Dimensi spiritual dari tari ini menegaskan perannya dalam ritual dan upacara yang bertujuan memohon restu ilahi dan kesejahteraan bersama.
Adaptasi dan Pertunjukan Modern
Pada abad ke-20, hwagwanmu direvitalisasi dan dipopulerkan oleh Kim Baek-bong, seorang penari Korea terkenal yang mengambil pengaruh dari tari ritual syaman Korea serta tari tradisional istana dan rakyat Joseon. Interpretasi ulang Kim Baek-bong atas hwagwanmu, bersama dengan penciptaannya atas tari kipas (buchaechum), berperan penting dalam melestarikan dan mempromosikan tari tradisional Korea di panggung global. Penampilannya di acara internasional, seperti Olimpiade Meksiko 1968, membantu memperkenalkan hwagwanmu kepada audiens yang lebih luas dan mengokohkan posisinya dalam dunia tari tradisional Korea.
Pertunjukan hwagwanmu kontemporer sering kali menggabungkan pencahayaan canggih dan efek panggung, meningkatkan dampak visual tari sambil mempertahankan esensi tradisionalnya. Misalnya, penggunaan sistem pencahayaan LED dalam beberapa pertunjukan menciptakan permainan cahaya dan bayangan yang menakjubkan, menambah dimensi baru pada daya tarik estetik tari ini. Selain itu, hwagwanmu telah ditampilkan dalam berbagai festival budaya dan acara internasional, menampilkan warisan seni Korea kepada penonton global.
Hwagwanmu berdiri sebagai bukti keindahan abadi dan kekayaan budaya seni tradisional Korea. Gerakan yang anggun, kostum simbolis, dan musik harmonisnya menciptakan pertunjukan yang memukau.