Doenjang: Warisan Budaya dan Simbol Kasih Ibu

on in Food
Doenjang. Foto: Maangchi

Doenjang adalah sejenis pasta kedelai yang difermentasi. Bahan makanan ini menjadi salah satu elemen khas dalam kuliner Korea yang kaya akan sejarah dan tradisi. Doenjang bukan hanya sekadar bahan makanan, tetapi juga menjadi simbol kasih sayang, terutama dari seorang ibu pada anaknya. Pada artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai doenjang, mulai dari proses pembuatannya yang rumit hingga perannya dalam masyarakat Korea, khususnya dalam konteks hubungan antara ibu dan anak laki-lakinya yang menjalani wajib militer.

Doenjang dan Proses Pembuatannya

Doenjang adalah produk fermentasi kedelai asal Korea yang telah ada sejak zaman dahulu. Proses pembuatannya yang memakan waktu dan memerlukan perhatian lebih menjadikan doenjang tidak hanya sekadar bumbu dapur biasa, melainkan juga warisan budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Masyarakat Korea memiliki kepercayaan bahwa doenjang dibuat tidak hanya dengan tangan, tetapi juga dengan hati, merefleksikan kasih dan perhatian pembuatnya.

Proses pembuatan doenjang dimulai dengan memilih kedelai berkualitas yang kemudian direbus dan dihancurkan. Kedelai yang telah dihancurkan tersebut kemudian dibentuk menjadi blok, lalu dikeringkan di tempat yang terpapar sinar matahari dan terlindung dari hujan. Langkah ini sangat penting karena kondisi cuaca yang ideal akan membantu proses fermentasi berjalan dengan baik.

Setelah sekitar satu bulan, blok kedelai yang telah difermentasi tersebut direndam dalam air garam selama kurang lebih 60 hari. Selama proses ini, fermentasi terus berlanjut, dan blok kedelai akan berubah menjadi doenjang yang kaya cita rasa.

Selain kekayaan rasa, doenjang juga dikenal memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Fermentasi alami menghasilkan mikroorganisme yang menguntungkan bagi tubuh, termasuk bakteri yang bersifat anti-karsinogenik. Ini menjadikan doenjang sebagai bahan makanan yang lezat dan sehat.

Doenjang dalam Konteks Sosial

Doenjang sering dihubungkan dengan kasih sayang ibu di Korea, khususnya dalam konteks wajib militer. Di Korea, setiap pria muda diharuskan menjalani dua tahun wajib militer, sebuah periode yang menandai transisi mereka menjadi seorang pria dewasa. Selama periode ini, banyak ibu yang mengirimkan doenjang buatan sendiri kepada anak-anak mereka sebagai bentuk dukungan dan kasih sayang.

Banyak kisah tentang anak laki-laki yang merindukan masakan ibunya selama masa wajib militer di Korea. Doenjang menjadi salah satu makanan yang paling mereka rindukan. Dalam konteks ini, doenjang menjadi lebih dari sekadar makanan, namun juga menjadi pengingat akan rumah dan kasih sayang yang tidak berubah walaupun dalam situasi yang sulit.

Dengan rasa dan aromanya yang khas, doenjang tidak hanya memperkaya kuliner Korea tetapi juga mengikat erat tali kekeluargaan dan tradisi. Proses pembuatannya yang rumit dan waktu fermentasi yang panjang melambangkan perhatian, kesabaran, dan kasih sayang—nilai-nilai yang dihargai dalam masyarakat Korea.

Makanan yang dianggap sederhana ini sebenarnya menyimpan makna yang dalam dan mencerminkan kearifan, ketulusan, serta rasa kasih sayang.