Budaya kuliner Korea telah melalui perjalanan panjang yang diwarnai oleh pengaruh filosofi dan kepercayaan yang berbeda-beda. Salah satu tonggak bersejarah yang membentuk budaya makanan Korea adalah masuknya Konfusianisme pada abad ke-15 saat Dinasti Choson berkuasa. Pada masa itu, pengaruh Buddhisme yang melarang konsumsi daging mulai memudar dan digantikan oleh prinsip-prinsip Konfusian.
Konfusianisme menjunjung tinggi penghormatan kepada orang tua dan tamu, serta menekankan pentingnya upacara dan ritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dalam budaya kuliner Korea yang menyajikan hidangan berlimpah sebagai bentuk penghormatan.
Sebelum Konfusianisme menjadi ideologi yang dominan, Korea pernah mengalami masa ketika budaya vegetarian Buddhis memengaruhi pola makan masyarakat. Namun, setelah penyerbuan Mongol pada abad ke-13 yang membawa budaya makan daging, kebiasaan makan daging pun kembali berkembang di semenanjung Korea. Transisi ini menandai pergeseran besar dalam budaya kuliner Korea, dari yang sebelumnya didominasi oleh makanan nabati menjadi lebih terbuka terhadap konsumsi protein hewani.
Makanan Khas Korea
Hanjonshik
Hanjonshik atau menu hidangan tradisional Korea berakar dari tradisi kaum bangsawan dan kelas atas pada Dinasti Choson. Jumlah hidangan yang disajikan mencerminkan status sosial tuan rumah, mulai dari 3 hidangan untuk rakyat biasa hingga 12 hidangan khusus untuk kalangan istana.
Ciri khas hanjonshik adalah banyaknya piring dengan berbagai jenis hidangan yang disajikan sekaligus. Tidak jarang ada lebih dari sepuluh hidangan dengan menu bervariasi seperti nasi, sup, sayuran, daging panggang, tumisan, makanan rebus, dan sashimi. Kemewahan dan jumlah yang melimpah ini merupakan warisan budaya Konfusian yang menekankan penghormatan melalui jamuan makan.
Lima Unsur Makanan
Kepercayaan bahwa manusia adalah bagian dari alam membuat masyarakat Korea meyakini perlunya menyerap berkat alam dengan menyeimbangkan kelima unsurnya. Dalam filosofi Korea, kesehatan diyakini dapat terjaga dengan mengonsumsi makanan dengan lima warna yang masing-masing mewakili lima unsur alam, yaitu merah (api), hijau (kayu), kuning (tanah), putih (logam), dan hitam (air). Konsep ini diwujudkan dengan mencampurkan bahan makanan berwarna berbeda dalam satu hidangan. Oleh karena itu, masakan Korea kerap menggabungkan bahan seperti daging, ikan, sayuran, dengan perpaduan warna yang melambangkan unsur alam.
Pengaruh Konfusianisme pada Gaya Makan
Dalam budaya Korea terdapat penekanan untuk menyajikan hidangan terbaik dalam porsi besar bagi tamu dan orang tua sebelum diri sendiri, yang mana hal ini diadaptasi dari ajaran Konfusianisme. Selain itu, upacara dan ritual seperti perayaan kelahiran, pernikahan, atau peringatan menjadi momen penting dalam Konfusianisme. Oleh karena itu, masakan untuk acara-acara khusus harus mendapat perhatian khusus, baik dari segi porsi maupun penyajian.
Makanan khas Korea yang beragam ini memperlihatkan pengaruh kuat Konfusianisme, mulai dari kuantitas hingga filosofi penyajiannya, yang membentuk identitas kuliner Korea saat ini yang kaya dan istimewa.
Budaya kuliner Korea, yang kaya dan beragam, telah berkembang melalui pengaruh sejarah, filosofi, dan kepercayaan yang berbeda-beda. Pengaruh Konfusianisme, khususnya, telah membentuk aspek penting dari tradisi terkait makanan di Korea, mulai dari penyajian hidangan yang berlimpah sebagai bentuk penghormatan, hingga pentingnya upacara dan ritual dalam konsumsi makanan.