Bayang-Bayang Bullying di Sekolah Korea

on in Society
How Bad Is Bullying In Korea? (feat. The Glory). Channel: Asian Boss

Bullying di Korea Selatan telah menjadi perhatian serius baik di dalam negeri Korea maupun internasional karena dampaknya yang mendalam terhadap korban dan masyarakat. Artikel ini akan menggali lebih dalam tentang bullying dalam lingkungan sekolah Korea Selatan yang bersifat multifaset, menelusuri konteks historis, latar belakang budaya, dan kerangka hukum yang dibangun untuk mengatasinya.

Sejarah bullying di sekolah-sekolah Korea Selatan dapat dilacak kembali ke perubahan sosio-ekonomi yang terjadi secara pesat pasca Perang Korea. Fokus intens pada pengembangan ekonomi dan pencapaian pendidikan menciptakan lingkungan yang sangat kompetitif di antara siswa, secara tidak langsung membuka peluang untuk bullying.

Titik balik penting terjadi di akhir tahun 2011, menyusul kasus bunuh diri akibat bullying yang telah medapat sorotan publik dan politisi. Insiden ini, bersama dengan kasus signifikan lainnya yang terjadi pada tahun 2013, memicu penandaan kekerasan di sekolah sebagai ‘kejahatan sosial’, mendorong penerapan langkah-langkah punitif dan berorientasi keamanan untuk menghapus bullying dan kekerasan dari masyarakat Korea Selatan.

Latar belakang budaya Korea Selatan berperan penting dalam memahami nuansa bullying di sekolah-sekolahnya. Nilai-nilai Konfusianisme, yang menekankan penghormatan terhadap otoritas dan senioritas, secara tidak langsung berkontribusi pada struktur sosial hierarkis dalam sekolah.

Hierarki ini seringkali terbentuk dalam hubungan antar siswa, di mana siswa yang lebih tua atau dominan mungkin mengeksploitasi kekuasaan mereka terhadap junior atau rekan yang kurang dominan, terkadang menyebabkan perilaku bullying. Selain itu, tekanan masyarakat terhadap kesuksesan akademik telah meningkatkan stres dan persaingan di antara siswa, yang mana semakin memperparah masalah.

Studi terbaru yang menggunakan big data di bidang sosial telah mengungkap bentuk dari bullying yang berkembang di Korea Selatan. Analisis menunjukkan bahwa angka bullying fisik dan cyber mengalami peningkatan frekuensi, bersamaan dengan bertambahnya angka bullying secara seksual.

Secara khusus, bentuk bullying seperti “serangan kelompok” dan “pelecehan seksual” diidentifikasi sebagai sinyal lemah, sementara “cyberbullying” muncul sebagai sinyal kuat. Perpindahan ke platform digital telah memperkenalkan tantangan baru dalam menangani bullying, karena cyberbullying melampaui batas fisik sekolah, membuatnya lebih sulit dikontrol.

Perdebatan apakah cyberbullying merupakan bentuk penyimpangan yang berbeda atau hanya variasi dari bullying tradisional relevan dalam konteks Korea Selatan. Studi menyimpulkan bahwa cyberbullying sejalan erat dengan bullying tradisional, menunjukkan tumpang tindih dalam trayektori perkembangan dan prediktor antara kedua bentuk bullying tersebut. Temuan ini menekankan keterkaitan perilaku bullying online dan offline, menyoroti kebutuhan akan strategi komprehensif yang menangani kedua dimensi.

Menanggapi kekhawatiran yang meningkat tentang bullying di lingkungan sekolah, pemerintah Korea Selatan telah menerapkan berbagai kebijakan. Ini termasuk pemberlakuan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Sekolah dan Tindakan Penanggulangan, yang mewajibkan pelaporan insiden bullying dan pembentukan komite anti kekerasan di sekolah untuk menyelidiki dan menangani kasus tersebut.

Selanjutnya, inisiatif seperti program pencegahan bullying sekolah seperti Akademi Polisi Remaja dan aplikasi smartphone untuk anti-bullying menandakan langkah menuju pemanfaatan teknologi dan sumber daya komunitas untuk melawan bullying.

Kementerian Pendidikan di Korea Selatan juga telah menerapkan Klub Olahraga Sekolah sebagai bagian dari kurikulum untuk mengatasi kurangnya aktivitas fisik dan tantangan sosial-emosional, termasuk bullying. Dengan menawarkan lingkungan terstruktur untuk aktivitas fisik dan pembelajaran sosial-emosional, klub-klub ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya sekolah yang positif dan mengurangi angka bullying. Inisiatif ini mencerminkan pendekatan holistik terhadap pencegahan, menekankan pentingnya melibatkan siswa dalam aktivitas konstruktif yang mempromosikan kesejahteraan dan saling menghormati dengan cara yang lebih sehat.

Bullying di sekolah-sekolah Korea Selatan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh faktor historis, budaya, dan hukum. Transisi dari bentuk bullying tradisional ke cyberbullying, yang difasilitasi oleh kemajuan teknologi, menyajikan tantangan baru yang memerlukan solusi inovatif.

Langkah-langkah hukum dan kebijakan pemerintah, bersamaan dengan inisiatif seperti Klub Olahraga Sekolah, merupakan langkah menuju penanganan bullying yang multifaset. Namun, upaya berkelanjutan dibutuhkan agar budaya empati, penghormatan, dan inklusivitas di dalam sekolah dapat tumbuh dan terjaga dengan baik.