Awal Masa Penjajahan Jepang di Korea

on in History
Infantri Jepang di Korea, 1904. Foto: James H. Hare

Dekade dari tahun 1895 hingga 1905 ditandai oleh persaingan antara Rusia dan Jepang untuk pengaruh di Korea. Pada 11 Februari 1896, sekelompok pejabat pro-Rusia memindahkan raja dari istana dan membawanya ke kedutaan Rusia untuk perlindungan.

Sebagai reaksi terhadap negara yang menjadi pion dari kekuatan besar, sekelompok orang Korea yang menginginkan reformasi membentuk Kelompok Kemerdekaan (Tongnip Hyŏphoe) pada musim semi 1896. Organisasi ini menuntut pemerintah untuk menghentikan pemberian sewa tanah kepada orang asing, mengadakan rapat umum besar, dan menuntut perwakilan dalam pemerintahan untuk mendorong pemerintah melanjutkan reformasi untuk memodernisasi negara.

Namun, di bawah tekanan dari konservatif dalam pemerintahan yang khawatir tentang perkembangan grup yang menuntut reformasi, raja memerintahkan pembubaran kelompok tersebut, menyebabkan para pemimpinnya melarikan diri dari Korea. Hal ini merupakan kemunduran lain bagi gerakan perubahan. Selama beberapa tahun setelahnya, pemerintah Korea mengalami masa tanpa arah yang jelas, tanpa mengambil langkah signifikan untuk penguatan diri.

Di akhir abad ke-19, banyak dari reformis terdepan dan yang paling antusias di Korea telah meninggalkan negara atau menarik diri dari kegiatan publik. Pemerintahan ditinggalkan di tangan raja yang lemah dan birokrasi konservatif yang sebagian besar tidak kompeten, menyebabkan gerakan reformasi kehilangan momentumnya karena gagal menemukan pelindung asing yang cocok dan panutan yang dapat diikuti.

Situasi menjadi semakin rumit dengan Tiongkok yang telah dianggap gagal sebagai panutan, serta munculnya Jepang sebagai kekuatan yang mendominasi, yang paradoksnya juga merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan Korea. Sementara itu, misionaris asal Amerika Serikat telah dipercaya oleh sebagian rakyat Korea. Namun Amerika juga tidak dapat dijadikan sebagai panutan karena letaknya yang terlalu jauh, adanya perbedaan prinsip, dan sikap Amerika yang acuh untuk menjadi pelindung bagi Korea.

Akhir dari kedaulatan Korea ditandai dengan masuknya Korea ke dalam ranah internasional yang membawa perubahan besar dalam masyarakat. Sekelompok intelektual mulai menerbitkan koran, membentuk kelompok diskusi, dan membuka sekolah swasta baru dengan kurikulum modern. Dengan berakhirnya era ujian sipil untuk mendapatkan kursi jabatan di pemertintah, kalangan elit semakin tertarik pada pendidikan ala Barat.

Pemuda pemudi Korea bersekolah di sekolah swasta baru atau yang didirikan oleh misionaris Barat, dan pergi ke Jepang dan Barat untuk pendidikan lanjutan. Hal ini membantu perkembangan pemikiran baru tentang pemerintahan, masyarakat, dan ilmu pengetahuan yang mengalir kembali ke Korea.

Perang Rusia-Jepang (1904–1905) mengakibatkan konsolidasi kontrol Jepang atas Korea. Ketika konflik pecah, pasukan Jepang memasuki Seoul, memaksa pemerintah Korea tunduk pada keinginan Tokyo.

Menteri luar negeri Korea menandatangani protokol pada Februari yang membuat Korea menjadi protektorat Jepang. Dalam perjanjian itu, Korea juga diminta untuk berkonsultasi dengan Jepang sebelum menandatangani perjanjian dengan negara lain atau kontrak dan konsesi kepada pihak asing. Kemenangan Jepang pada 1905 pun memperkuat dominasinya atas Korea.

Pada November 1905, Itō Hirobumi, salah satu arsitek utama Jepang Meiji, datang ke Seoul untuk menyelesaikan perjanjian yang secara formal menetapkan protektorat dan menjabat sebagai residen-jenderal pertama. Pada 1907, dengan menggunakan kombinasi tekanan dan tipu daya, Hirobumi membuat Raja Kojong turun tahta dan menempatkan putranya yang memiliki tantangan mental, Sunjong, sebagai Kaisar.

Pada tahun yang sama, residen-jenderal memerintahkan pembubaran militer Korea yang memiliki sekitar 9.000 orang tentara. Tentunya, Korea tidak tinggal diam. Langkah demi langkah pengambilalihan Korea menemui perlawanan. Banyak pejabat yang mengundurkan diri, menolak untuk bekerja sama dengan Jepang, dan beberapa bahkan melakukan bunuh diri. Mantan anggota yangban dan tentara yang diberhentikan membentuk kelompok gerilya yang melakukan perlawanan terhadap aturan Jepang selama tiga tahun, dan diperkirakan sekitar 17.000 orang tewas dalam perlawanan ini.

Rakyat Korea yang marah membunuh penasihat asing kunci pada 1908 dan Hirobumi pada 1909. Namun, pada 1910, sebagian besar pasukan perlawanan telah terbunuh atau melarikan diri ke Manchuria dan Siberia, dan Jepang telah cukup mengkonsolidasikan posisinya untuk secara formal menganeksasi Korea pada 29 Agustus 1910. Korea, yang bersatu dan independen sejak abad ketujuh, kini menjadi koloni Jepang.

Pengalaman Korea dengan sistem penghormatan, kebanggaan mereka terhadap nilai-nilai dan lembaga Konfusianisme, serta pengalaman mereka dengan Barat yang terbatas, tidak mempersiapkan mereka dengan baik untuk menghadapi tantangan imperialisme akhir abad ke-19. Gangguan dari Barat datang tiba-tiba, meninggalkan sedikit waktu bagi Korea untuk menyesuaikan diri. Namun, sejumlah kecil rakyat Korea yang terdidik cepat memahami realitas lingkungan internasional yang berubah dan mendorong reformasi.

Namun, posisi geopolitik Korea tidak mendukung upaya ini. Campur tangan Tiongkok, ekspansionisme Jepang, konflik dengan Rusia, kepemimpinan raja Korea yang tidak tegas dan kepentingan diri elit, membuat upaya reformasi dan pemeliharaan kedaulatan menjadi sulit. Akhirnya, ancaman terbesar bagi Korea adalah munculnya Jepang yang dinamis dan modern, bertekad untuk mengamankan perbatasannya dengan menguasai semenanjung Korea, yang berujung pada aneksasi Korea oleh tetangganya yang semakin kuat. Namun, periode ini juga melahirkan Korea modern, dengan pendirian identitas nasional baru.