Empat Penerima Beasiswa Korea Berbagi Cerita di “Hwarang Mannaja”

on in Cerita dari Korea
Cerita Penerima Beasiswa Korea (saungkorea.com)
Poster ‘Hwarang Mannaja”

COVID-19 telah mengubah cara kita hidup mulai dari cara bekerja, belajar, dan bertemu. Perubahan ini pun dirasakan oleh para mahasiswa universitas. Selain tak bisa belajar tatap muka di kelas, mahasiswa tidak bisa bertemu langsung dengan rekan-rekannya.

Di tengah masa pandemi, Himpunan Mahasiswa Koreanologi UI, Hwarang, mencoba memelihara jejaring mahasiswa, alumni sekaligus pengajar melalui temu daring pada 26 Agustus 2020. Temu daring yang bertajuk “Hwarang Mannaja” ini menghadirkan empat penerima beasiswa Korea yang berbagi tentang pengalaman mereka belajar di Korea.

Dari empat narasumber, dua diantaranya sedang menjalani program pertukaran pelajar, yaitu Zahra Fathiyah (program hubungan internasional Seoul National University) dan Katya Mazaya (program Sastra Korea Yonsei University). Narasumber lainnya adalah Dinar Nabila Andani, mahasiswa master peraih Ehwa Global Partnership Program dan Ibu Annisa Luthfiarrahman, pengajar di prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea (BKK) UI sekaligus utusan publisitas Global Korea Scholarship (GKS).

Zahra dan Katya menceritakan kehidupan mereka sehari-hari sebagai mahasiswa di tengah pandemi COVID-19. “Saat ini perkuliahan diselenggarakan secara daring. Tidak ada banyak hambatan dari sisi pendaftaran mata kuliah karena sistem sudah diatur dengan baik. Kesulitan yang saya alami lebih banyak disebabkan oleh pandemi, bukan studi. Saya tidak bisa bertemu banyak orang.” Penyebaran COVID-19 yang memasuki gelombang kedua memaksa instansi pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara daring dan membatasi kegiatan nonakademis.

Katya mengalami hal yang sama. Ia pun menambahkan bahwa program buddy yang biasanya disediakan kampus untuk beradaptasi dengan kehidupan di Korea, ditiadakan. Kesempatan untuk mengenal lingkungan dan budaya Korea di luar asrama pun berkurang. Meskipun begitu, ia mengaku tetap senang berkesempatan menjalani studi Sastra Korea di negara asalnya. “Meskipun begitu saya merasa beruntung bisa merasakan budaya belajar di Korea,” tandasnya.

Sementara itu Dinar dan Ibu Annis mengungkapkan peran studi di Korea terhadap tujuan hidup mereka. Saat ditanya mengapa memilih Korea, Ibu Anis menjawab bahwa tujuannya adalah menjadi pengajar di prodi BKK UI. Karenanya, negara terbaik untuk belajar adalah Korea. Sementara Dinar, meski juga menuntut ilmu di negeri ginseng, memiliki tujuan yang berbeda. “Saya tertarik dengan media Korea. Karena saya ingin bekerja di bidang ini nantinya, saya pikir Korea adalah pilihan yang baik,” ujarnya. Meski keduanya memiliki mimpi yang berbeda, keduanya setuju bahwa keputusan studi di Korea harus direncanakan masak-masak.

Keduanya pun mengungkapkan bahwa menempuh jenjang pendidikan S2 di Korea berperan dalam pengembangan diri. “Menjadi mahasiswa S2 di sini memperluas perspektif saya. Bertemu dengan profesor dengan reputasi yang tak diragukan lagi dan teman-teman yang cerdas membuat saya merasa perlu mengembangkan diri lebih jauh,” Dinar bercerita tentang pengalamannya. Sementara itu Ibu Annis menjelaskan, “Di samping pencapaian akademis, hidup di negeri orang dengan banyak perbedaan budaya saja bisa dilihat sebagai pencapaian diri. Namun perjalanan yang berat itu yang membentuk saya yang sekarang.”

Setelah sesi cerita dari empat penerima beasiswa Korea, temu daring dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang direspon antusias oleh para mahasiswa. Temu daring ditutup dengan pesan dari Ibu Annis, “Jangan mengambil kuliah S2 dengan alasan belum mendapat pekerjaan. Prosesnya akan terasa berat saat tujuan kita tidak kuat.”

Temu daring “Hwarang Mannaja” menjadi salah satu sarana interaksi komunitas kampus, khususnya BKK UI, untuk berbagi dan memotivasi di masa pandemi COVID-19 yang belum surut.